Oleh: Benny Mawel – Wakil Ketua MRP Papua Pegunungan
Pemerintah pusat mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada 21 November 2001, berlaku selama 20 tahun. Setelah masa berlaku berakhir, pemerintah melanjutkannya melalui perubahan kedua, yakni UU Nomor 2 Tahun 2021.
Dalam rancangan dan pertimbangannya, ada tiga tujuan utama Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Pertama, menjawab persoalan kesejahteraan yang menjadi cita-cita berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini belum tuntas di Papua. Ketiga, mengatasi kesenjangan ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur—baik antarprovinsi maupun antara orang asli Papua dan penduduk migran di Papua.
Tiga tujuan ini termaktub jelas dalam pertimbangan UU Otsus Papua: Huruf (a): “Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia: membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.” Huruf (f): Pemerintah mengakui “belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, kesejahteraan rakyat, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap HAM, khususnya masyarakat Papua.” Huruf (h): Ditegaskan “dalam rangka mengurangi kesenjangan antara provinsi Papua dan provinsi lain, meningkatkan taraf hidup masyarakat di provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua untuk mengatur dirinya menjadi mandiri dan sejahtera.”
Tahun 2021 menjadi titik evaluasi dua dekade Otsus. Pemerintah kemudian memutuskan melanjutkan kebijakan ini hingga 2042 melalui Otsus Jilid II. Implementasinya diiringi pemekaran Papua menjadi enam provinsi.
Kini, setelah empat tahun Otsus Jilid II berjalan, publik mempertanyakan hasil konkret Otsus selama 20 tahun lalu. Apakah kesenjangan sudah terjembatani? Apakah pelanggaran HAM mendapat penyelesaian? Apakah kesejahteraan orang asli Papua meningkat?
Dengan enam provinsi baru, pertanyaan ini semakin relevan: apakah tujuan Otsus akan terwujud, atau justru menyisakan persoalan yang sama?
Diperlukan studi khusus dari perspektif Papua sendiri untuk menjawabnya. Kajian ini penting sebagai pijakan agar Otsus Jilid II benar-benar menjadi jalan perubahan bagi tanah dan rakyat Papua.
Salam perubahan untuk Papua.