Wamena, nirmeke.com — Panitia Prasinode Keuskupan Jayapura tingkat Dekenat Pegunungan Tengah menggelar kegiatan Refleksi Budaya pada 29–30 Agustus 2025 di Silimo Siloam, Kabupaten Jayawijaya. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian menuju Sinode Keuskupan Jayapura yang akan berlangsung Februari 2026 di Jayapura.
Refleksi budaya ini menjadi salah satu dari tiga program besar prasinode, selain refleksi iman dan aksi sosial. Seminar dan diskusi panel menghadirkan tokoh adat, tokoh gereja, intelektual Katolik, dan umat dari sembilan paroki di Dekenat Pegunungan Tengah, yang meliputi Yahukimo, Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Yalimo, Tolikara, dan Lanny Jaya.
Sambutan Awal: Telusuri Akar Persoalan
Ketua Panitia Pra sinode, Benny Mawel, S.Si., dalam sambutannya menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak untuk menggali akar persoalan yang dihadapi masyarakat dan gereja.
“Ketika semua tua-tua adat hadir dan gereja bersama-sama hadir, kita bisa menelusuri apa akar persoalan yang terjadi sekarang, baik di gereja, pemerintah, maupun adat,” ujar Mawel penuh antusias.
Mawel yang juga Wakil Ketua II MRP jalur agama mengutip refleksi Pastor Frans Lieshout, OFM, misionaris yang melayani 46 tahun di Lembah Baliem. “Pastor Frans bilang, Hubula adalah tanah subur bagi benih Injil. Ia juga menulis, Hubula mungkin tertutup bagi dunia luar tetapi terbuka bagi Kerajaan Allah. Pertanyaannya, angkatan kita ini, apakah mengakui refleksi itu atau punya refleksi sendiri?” tegasnya.
Pesan Pastor: Jadilah Orang Balim yang Katolik
Pastor Bartolomeus Oyan, Pr., mewakili Pastor Dekan Dekenat Pegunungan Tengah, memberikan pesan kuat agar umat tetap menjaga identitas diri sekaligus iman Katolik.
“Dalam semua gejolak kehidupan dan tantangan zaman, jadilah manusia Balim yang sungguh-sungguh beragama Katolik, bukan Katolik Balim. Jangan dibolak-balikkan makna,” ungkap Pastor Bartolomeus, yang juga Pastor Paroki Kristus Jaya Wamena.
Ia menambahkan, refleksi budaya harus tetap berpijak pada nilai-nilai Injil. “Refleksi budaya amat penting karena akan menuntun pada penemuan jati diri. Namun, itu harus berlandaskan spiritualitas Injili,” katanya.
Pandangan Pemerintah: Momentum Penemuan Jati Diri
Mewakili Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan, Dr. Lukas Kossay menyebut kegiatan refleksi budaya sebagai momentum penting bagi masyarakat Baliem.
“Kesempatan ini adalah momentum untuk saling berbagi pengalaman adat dan agama. Lebih penting lagi, ini adalah momentum penemuan jati diri. Saya, Lukas Kossay, orang Wio—maka sebenarnya saya siapa?” ucapnya.
Atas nama pemerintah provinsi, Kossay juga menyampaikan apresiasi. “Kami ucapkan selamat dan sukses atas kegiatan yang penting ini. Atas nama Tuhan, kegiatan ini resmi kami buka,” tutupnya.
Tujuan dan Harapan
Kegiatan yang mengusung tema “Refleksi Nilai-Nilai Budaya Orang Hubula Lembah Baliem” diikuti ratusan peserta, termasuk kepala suku, tokoh adat, tokoh awam Katolik, intelektual, dan tokoh muda Katolik dari Jayawijaya dan kabupaten sekitar.
Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah lahirnya regulasi daerah berupa Peraturan Daerah (Perda) untuk perlindungan nilai-nilai budaya Lembah Baliem, khususnya terkait tanah, upacara, asesoris adat, dan pesan-pesan budaya (wene). Sementara bagi internal Gereja Katolik, kegiatan ini memperkuat proses inkulturasi yang telah berjalan.(*)
Pewarta: Aguz Pabika