Jayapura, nirmeke.com — Solidaritas Mahasiswa Peduli Universitas Cenderawasih (Uncen) menggelar aksi memperingati 63 tahun Roma Agreement yang dinilai ilegal dan merugikan rakyat Papua. Aksi berlangsung di kawasan Uncen Bawah, Abepura hingga Uncen Atas, Perumnas III Waena, Kota Jayapura, pada Selasa (30/9/2025).
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyampaikan pernyataan sikap yang menegaskan bahwa Roma Agreement (30 September 1962) dan New York Agreement (15 Agustus 1962) merupakan perjanjian sepihak yang dibuat oleh Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat tanpa melibatkan orang Papua sebagai subjek hukum internasional.
“Perjanjian Roma adalah rekayasa kolonial. Orang Papua sama sekali tidak dilibatkan, padahal perjanjian itu menyangkut masa depan bangsa Papua,” ujar Julianus Kudia, salah satu orator aksi, saat membacakan pernyataan sikap.
Mahasiswa menilai sejarah Papua dipenuhi praktik kolonialisme, mulai dari invasi militer Indonesia pada 1962, penandatanganan kontrak karya pertama Freeport pada 1967, hingga pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang dinilai sarat manipulasi, intimidasi, dan pelanggaran HAM.
Menurut mahasiswa, Pepera tidak memenuhi standar hukum internasional karena hanya melibatkan 1.025 orang dari sekitar 800 ribu penduduk Papua kala itu, serta diwarnai tekanan militer.
12 Tuntutan Mahasiswa
Dalam pernyataannya, Solidaritas Mahasiswa Peduli Uncen menegaskan 12 tuntutan utama, di antaranya:
- PBB serta Indonesia, Belanda, dan Amerika segera bertanggung jawab atas perjanjian Roma Agreement yang tidak demokratis.
- Indonesia hentikan pendropan militer organik dan non-organik di seluruh tanah Papua.
- Segera tarik seluruh pasukan militer dari Papua.
- Hentikan kekerasan militer terhadap rakyat Papua.
- Hentikan investasi yang merampas tanah dan sumber daya di Papua.
- Batalkan proyek strategis nasional di Merauke dan seluruh Papua.
- Hentikan pembunuhan terhadap rakyat sipil dengan tuduhan TPNPB.
- Stop penangkapan sewenang-wenang di daerah konflik.
- Palang Merah Indonesia diminta memberi perlindungan kepada rakyat sipil Papua.
- Hentikan perampasan tanah adat di seluruh Papua.
- Hentikan eksploitasi di Blok Wabu dan Blok Soba.
- Tutup tambang PT Freeport di Timika.
Selain itu, mahasiswa juga menyerukan agar Dewan Gereja Papua dan delapan keuskupan di Papua mendesak Paus di Vatikan untuk turut menyikapi persoalan Roma Agreement dan penderitaan rakyat Papua akibat kekerasan serta pelanggaran HAM yang terus terjadi sejak 1961 hingga saat ini.
Aksi Berujung Bentrok
Aksi yang semula berjalan damai dikawal ketat aparat kepolisian Polresta Jayapura. Namun, sekitar pukul 09.30 WIT terjadi ketegangan setelah negosiasi antara mahasiswa dan aparat tidak membuahkan hasil. Mahasiswa menuding aparat melakukan pemukulan terhadap negosiator aksi, sehingga bentrokan tidak terhindarkan.
Seorang mahasiswa, Aris Seip, mengalami luka di bagian kaki, sementara empat mahasiswa lainnya ditangkap aparat, yakni: Nopelianus Dogopia, Amoros Yeimo, Rio Kambue, dan Darki M. Uropmabin.
Situasi sempat memanas hingga siang hari, namun massa kemudian mundur dan bertahan di Tugu Uncen Atas. Sekitar pukul 14.21 WIT, koordinator lapangan menutup aksi dan memulangkan massa dengan aman.
Solidaritas Mahasiswa Peduli Uncen menegaskan akan terus memperingati perjanjian ini setiap tahunnya sebagai pengingat bahwa Roma Agreement dan New York Agreement adalah perjanjian ilegal yang meniadakan hak bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Pewarta: Agus Wilil