Jayapura, nirmeke.com – Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Merauke menyampaikan kritik terhadap tanggapan Pemerintah Indonesia atas surat dari sembilan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan akibat Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, Solidaritas Merauke menyebut tanggapan resmi pemerintah pada 6 Mei 2025 sebagai bentuk pengabaian terhadap kondisi faktual di lapangan. Mereka menilai bantahan pemerintah terhadap laporan pelanggaran HAM dan lingkungan tidak disertai data empiris yang memadai.
“Pemerintah tidak menjawab inti persoalan yang disampaikan oleh Pelapor Khusus PBB, bahkan cenderung menghindar dengan memberikan jawaban yang tidak relevan,” ujar perwakilan Solidaritas Merauke, Selasa (17/6/2025).
Sembilan Pelapor Khusus PBB sebelumnya mengirim surat kepada pemerintah Indonesia dan PT Global Papua Abadi—perusahaan yang terlibat dalam proyek PSN Merauke—dengan permintaan klarifikasi serta kemungkinan penghentian proyek karena dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup.
Solidaritas Merauke menilai sikap pemerintah dalam tanggapan tersebut justru memperkuat kekhawatiran bahwa pemerintah tidak serius menyelesaikan konflik sosial dan ekologi yang muncul akibat proyek strategis nasional.
“Tanggapan pemerintah bertentangan dengan rekomendasi Komnas HAM, prinsip hukum konstitusi Indonesia, dan juga standar HAM internasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Solidaritas Merauke menyatakan bahwa proyek PSN Merauke tidak hanya berdampak di Merauke, tetapi juga mulai merambah ke wilayah Papua lainnya. Mereka juga meragukan komitmen pemerintah dalam memajukan dan melindungi HAM sebagaimana diatur dalam hukum nasional dan internasional.
Desakan ke PBB
Sebagai tindak lanjut, Solidaritas Merauke mendesak Pelapor Khusus PBB untuk melakukan pemantauan langsung di wilayah terdampak proyek. Mereka juga mendorong agar mandat pelapor khusus menekan pemerintah Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan proyek demi mencegah meluasnya pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan.
“Kami minta PBB tidak hanya menunggu tanggapan di atas kertas, tetapi juga melakukan pemantauan lapangan untuk melihat langsung dampaknya terhadap masyarakat adat dan lingkungan di Merauke,” tambahnya.
Adapun proyek PSN Merauke selama ini menjadi sorotan karena disebut mengancam wilayah adat, merusak ekosistem hutan, dan mengakibatkan pengabaian terhadap hak-hak masyarakat lokal. (*)
Narahubung: Dita – 081295000221