Yahukimo, nirmeke.com – Penutupan duka atas kematian almarhum Vicktor Deyal, korban dugaan penganiayaan oknum polisi Polsek Yahukimo, diwarnai sikap tegas keluarga dan masyarakat. Mereka menolak penyelesaian adat berupa “bayar nyawa” dan mendesak agar kasus tersebut diproses melalui jalur hukum negara.
Kepala suku Kimyal yang juga perwakilan keluarga korban, Efesus Balyo, menegaskan bahwa nyawa manusia tidak bisa ditukar dengan uang maupun barang.
“Yang kami minta hanya hukum ditegakkan sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia. Nyawa ada di tangan Tuhan, bukan untuk ditukar dengan kompensasi apa pun,” ujarnya, Minggu (07/09/2025).
Prosesi penutupan duka dan pengantaran jenazah Vicktor Deyal diikuti ribuan masyarakat dari 12 suku, 51 distrik, dan 517 kampung. Dalam aksi tersebut, mereka bersatu menuntut kepolisian segera mengusut dan menghukum oknum pelaku.
Keluarga juga membantah isu yang menyebut korban mengonsumsi minuman keras sebelum ditangkap.
“Itu informasi menyesatkan. Tuntutan kami jelas: keadilan ditegakkan, pelaku dicopot dari keanggotaan polisi, dan diadili sesuai hukum yang berlaku,” tambah Efesus Balyo.
Koordinator lapangan duka, Yanis Soll, menegaskan bahwa penutupan duka bukan akhir perjuangan.
“Vicktor mati di tangan oknum polisi melalui penangkapan liar dan penganiayaan brutal. Kami meminta LBH Papua dan Komnas HAM Papua mengawal kasus ini sampai ada putusan yang adil,” ujarnya.
Selain menuntut keadilan untuk korban, keluarga juga menyinggung maraknya keterlibatan oknum aparat di Yahukimo dalam peredaran miras, narkoba, perjudian, dan praktik prostitusi. Mereka meminta Polres Yahukimo menindak tegas karena hal itu dinilai merusak tatanan sosial masyarakat.
Informasi terbaru menyebutkan, tim Propam Polda Papua telah tiba di Dekai untuk memeriksa oknum polisi yang diduga terlibat. Keluarga menyambut langkah ini, namun menegaskan akan terus mengawal kasus hingga tuntas.
“Kami akan kawal sampai pelaku diusut, dicopot dari jabatan, dan saksi mata yang tahu kejadian diperiksa,” kata Yunani Balyo, perwakilan keluarga korban.
Keluarga dan masyarakat mendasarkan sikapnya pada Pasal 28A–J UUD 1945 tentang hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup.
“Hak fundamental Vicktor sudah dicabut secara kejam, dan ini tidak bisa didiamkan,” tegas keluarga dalam pernyataannya. (*)
Pewarta: Vekson Aliknoe