Sorong, nirmeke.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mendesak Kapolri segera memerintahkan Kapolda Papua Barat Daya dan Kapolresta Sorong untuk membebaskan masyarakat sipil yang ditangkap secara sewenang-wenang serta memproses hukum oknum polisi yang diduga melakukan kekerasan dalam insiden pemindahan empat tahanan politik (Tapol) Papua di Sorong, 27 Agustus 2025.
Dalam keterangan tertulisnya, LBH Papua bersama LBH Papua Pos Sorong dan Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) menyebut tindakan aparat tidak hanya melanggar KUHAP, tetapi juga melibatkan dugaan tindak pidana penganiayaan, pengeroyokan, perusakan, penyalahgunaan senjata api, hingga pelanggaran hak anak.
“Semua tindakan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk aktivis Yance Manggaprouw, harus diusut tuntas. Kapolresta Sorong tidak boleh mengkriminalisasi korban hanya untuk melindungi anggotanya yang melanggar hukum,” tegas Festus Nguramele, S.H, Direktur LBH Papua.
Penangkapan Sewenang-Wenang
LBH Papua membeberkan bahwa pada 27 Agustus 2025, Yance Manggaprouw, aktivis Front Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (FNMPP), ditangkap di rumahnya oleh Resmob Polresta Sorong tanpa surat penangkapan sebagaimana diatur Pasal 18 Ayat (1) KUHAP.
Aparat bersenjata lengkap dilaporkan menendang pintu rumah sebelum menarik Yance keluar secara paksa. Ia kemudian dipukul menggunakan popor senjata api, dicekik, hingga mengalami luka di kepala dan tangan.
LBH menilai tindakan ini memenuhi unsur tindak pidana penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP dan kategori penyiksaan berdasarkan Konvensi Anti Penyiksaan yang telah diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998.
Selain Yance, 17 warga sipil lainnya juga ditangkap, termasuk seorang anak berusia 15 tahun, tanpa prosedur hukum yang sah.
Bukti Penggunaan Senjata Api
LBH Papua juga menemukan bukti adanya penggunaan peluru tajam dan peluru karet di lokasi kejadian. Hal ini menunjukkan aparat menggunakan pendekatan represif yang berpotensi melanggar UU Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api.
Tuntutan LBH Papua
Atas peristiwa ini, LBH Papua menyampaikan lima tuntutan utama:
- Kapolri memerintahkan pembebasan seluruh warga sipil yang ditangkap dan memproses hukum oknum polisi pelaku kekerasan.
- Komnas HAM memeriksa Kapolresta Sorong dan anggotanya atas dugaan penyiksaan terhadap masyarakat sipil.
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyelidiki penangkapan anak di bawah umur dalam insiden tersebut.
- Kapolda Papua Barat Daya memerintahkan Propam dan Ditreskrimum mengusut tuntas dugaan pelanggaran hukum oleh aparat Polresta Sorong.
- Kapolresta Sorong menghentikan kriminalisasi terhadap Yance Manggaprouw.
“Semua orang sama di hadapan hukum. Tindakan aparat yang melanggar hukum tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun,” tegas Nguramele.(*)