Jayapura, nirmeke.com – Masyarakat adat sangat identik dengan kepemilikan atas tanah. Tanah atau hak ulayat di miliki oleh seseorang maupun kelompok berdasarkan hak waris yang diturunkan dari leluhurnya sebagai pemilik ulung melalui marga. Marga untuk masyarakat adat Papua Selatan dan Papua secara umum diwariskan melalui sistem patrilinear.
Jauh sebelum negara hadir, tanah sudah ada dan tanah tersebut memiliki tuan. Setelah negara hadir pemerintah memanipulasi hak masyarakat adat yang diatur dan tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang mengatur mengenai “dikuasai negara” atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnnya. Lahirnya Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menjadi tonggak politik hukum pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia.
Secara yuridisial pasal tersebut mencederahi Pasal 18b ayat (2) uud 1945 yang memberikan jaminan hak konstitusional masyarakat hukum adat, yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlu diketahui oleh rakyat Indonesia secara umum bahwa saat ini masyarakat adat awyu sedang menggugat PT. Indo Asiana Lestari di PTUN Jayapura.
Saat ini persidangan gugatan masyarakat adat Awyu telah mencapai sesi sidang pembuktian pemeriksaan alat bukti dari pihak tergugat dalam hal ini Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua terkait perijinan dalam wilayah adat masyarakat adat Awyu oleh PT. Indo Asiana Lestari.
Titin Betaubun sebagai Presiden Mahasiwa Universitas Musamus mengatakan bahwa Saat ini Frengky Woro dan masyarakat adat Suku Awyu sedang melakukan Gugatan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura (PTUN).
“Gugatan tersebut berkaitan dengan kebijakan dan tindakan penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS/Jam seluas 36.096,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua selatan, pada tanggal 2 November 2021.
“Gugatan ini sudah berlangsung sejak 13 Maret 2023,” bebernya.
Lanjutnya, perjuangan Frengky Woro dan Masyarakat Adat Suku Awyu perlu mendapatkan dukungan kita semua. Mereka menyelamatkan tanah dan hutan demi keberlangsungan hidup mereka dan anak cucu bahkan generasi yang akan datang.
“Karena mereka sadar bahwa tanpa Tanah dan Hutan, Suku Awyu dan Masyarakat adat tidak akan memiliki kehidupan yang layak,” ungkapnya.
Menurut Norbertus Abagaimu selaku kordinator aksi bahwa pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua terkesan tidak dapat memahami etika lingkungan dengan bijaksana yang terkandung dalam aspek moral ekologis hukum lingkungan itu sendiri, sehingga dalam hal mendistribusikan informasi itu pula dinas terkait telah mengabaikan hak-hak konstitusional masyarakat adat yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 18b ayat (2) bahwa negara mengakui kesatuan hak-hak masyarakat hukum adat itu sendiri.
“Sadar atau tidak, Perjuangan mereka ini penting bagi kita semua. Hutan yang mereka pertahankan penting untuk keberlangsungan hidup kita. Mereka melindungi Hutan mereka dari ancaman Deforestasi yang sering sekali disebabkan oleh proyek-proyek ekstraktif negara dan pelaku ekonomi lainnya di Papua atau di wilayah lainnya,” pungkasnya.
Mama Papua Elisabeth Ndiwaen mewakili Tokoh Perempuan Marind yang turut hadir dalan konferensi pers mengatakan setiap perusahaan yang ada di Papua banyak sekali masalah yang terjadi sehingga membuat kami masyarakat adat pemilik hak ulayat, kehilangan haknya.
“Kehilangan tempat tinggal, tempat cari makan, tempat cari obat-obat, tempat-tempat keramat yang digusur, rawa-rawa sagu yang digusur habis dll, sehingga membuat hidup kami menderita, sengsara, diatas tanah kami sendiri yang diwariskan oleh leluhur kami. Karena itu kami mendukung penuh suku Awyu yang sdang berjuang mempertahankan Tanah adatnya di PTUN Jayapura,” tegasnya.
Oleh karena itu Aliansi Mahasiswa, Pemuda Dan Rakyat Peduli Tanah Adat Papua Selatan yang terdiri dari, Badan Eksekutif Seluruh Indonesia, Badan Eksekutif Universitas Musamus, Mahasiswa Musamus, Masyarakat Adat Independen Papua Komite Kota Merauke, Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Jayawijaya Se-Kota Merauke, Perwakilan Masyarakat Adat Suku Awyu, Gerakan Mahasiswa Papua Selatan Peduli Tanah Adat, Himpunan Mahasiswa Malind, Ikatan Keluarga Besar Kampung Sabon Distrik Waan, Lapak Baca Ha-Anim, Dan Tokoh Perempuan Malind Dek, menyatakan dengan tegas;
- Mendukung penuh masyarakat Adat Awyu dan mendesak PTUN Jayapura untuk segera cabut ijin usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digoel distrik Mandobo dan Distrik Fofi.
- Mendesak Hakim untuk melihat secara jelih alat-alat bukti yang di hadirkan oleh masyarakat adat Awyu sebagai bukti valid dari masyarakat adat tersebut.
- Mendesak pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini dinas Provinsi Papua dilarang keras menutup semua informasi tentang semua ijin yang telah dikeluarkan karena dokumen tersebut merupakan dokumen yang bukan dikecualikan sesuai dengan UU NO 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
- Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan dilarang keras mengeluarkan ijin-ijin secara sepihak diatas seluruh tanah adat Masyarakat Papua
- Kami Ampera PS mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk segera tutup perusahan-perusahan asing yang beroperasi diatas tanah Papua mulai dari PT. Freeport, Miffe, Food Estate, KEK, Blok Wabu, Ing Tanggul, Bendungan kali-Muyu, Pertambangan Ilegal, dan seluruh investasi asing yang ada di atas tanah adat Papua.
- Mengecam dengan keras pihak-pihak yang melakukan intervensi terhadap proses persidangan gugatan yang dilakukan oleh masyarakat adat awyu di PTUN Jayapura
- Mengecam setiap intimidasi dan tindakan kekerasan fisik oleh Aparat keamanan terhadap Masyarakat Adat yang di wilayah Adat mereka diterbitkan ijin, termasuk masyarakat Adat Awyu yang sedang berjuang mendukung proses persidangan gugatan.
- Mendesak oknum-oknum yang berusaha mengekan masyarakat Adat Awyu untuk membatalkan proses persidangan gugatan .
- Pengadilan Negeri Jakarta segera bebaskan Hariz dan Fatiah atas semua tudingan dan dalil yang tidak berdasar. Bebaskan tanpa syarat.
- Pemerintah segera sahkan RUU Masyarakat Adat.
Terima kasih sudah bantu meliput. Salam Hormat