Yahukimo, nirmeke.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Yahukimo dari Komisi C, Yafet Saram, S.IP, menerima aspirasi dari Badan Pengurus KPMY (Ketua Pelajar Mahasiswa Yahukimo) terkait polemik penyaluran bantuan studi oleh Pemerintah Daerah Yahukimo.
Pertemuan berlangsung di Kantor DPRK Yahukimo pada awal Juli 2025. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum BP KPMY, Edi Payage, datang bersama sejumlah mahasiswa untuk menyampaikan hasil konsolidasi daring dengan 27 koordinator wilayah mahasiswa Yahukimo dari berbagai kota studi di Indonesia.
Menurut Yafet, mahasiswa melaporkan adanya ketidaksesuaian jumlah dana beasiswa yang masuk ke rekening masing-masing. Beberapa menerima dana sebesar Rp2,5 juta hingga Rp2 juta, namun ada juga yang hanya menerima Rp500 ribu, Rp300 ribu, bahkan tidak menerima sama sekali, meski namanya tercantum dalam SK Bupati.
“Saya mendengar langsung keluhan mereka. Ini sangat memprihatinkan. Sejak periode pertama saya, saya sudah mencermati bahwa sistem penyalurannya tidak konsisten, terutama di Kota Studi Jayapura,” kata Yafet Saram.
Ia menyatakan bahwa meskipun niat pemerintah untuk membantu mahasiswa patut diapresiasi, realisasi di lapangan justru menunjukkan adanya ketidakwajaran yang perlu dievaluasi menyeluruh.
“Kami tidak menuduh siapa pun, tapi fakta-fakta ini harus jadi perhatian. Komisi C akan memanggil Dinas Pendidikan dan pihak terkait untuk mengevaluasi sistem penyaluran bantuan,” tegasnya.
Untuk perbaikan ke depan, Yafet menegaskan pentingnya sistem berbasis klasifikasi, seperti jenjang pendidikan (S1, S2, S3) dan semester aktif, agar bantuan menjadi lebih adil dan transparan.
“Tahun anggaran 2025 akan kami awasi ketat. Untuk 2026, kami dorong reformasi sistem, agar distribusinya tepat sasaran dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,” ujarnya.
Ketua Umum BP KPMY, Edi Payage, menyampaikan bahwa banyak mahasiswa tidak menerima bantuan meskipun nama mereka tercantum dalam SK. Salah satu alasan yang diberikan pihak dinas adalah kampus mahasiswa tidak terdaftar di Dikti, meski kenyataannya banyak kampus swasta sudah terakreditasi tetapi tidak tercantum dalam sistem tersebut.
“Ini sangat merugikan mahasiswa. Apalagi ada dana Rp1,019 miliar yang dikembalikan ke kas daerah karena tidak tersalurkan. Padahal mahasiswa masih sangat membutuhkan,” jelas Edi.
Pihaknya juga menyarankan agar ke depan penyaluran dilakukan dengan melibatkan koordinator wilayah mahasiswa di setiap kota studi, untuk menjamin validitas data dan pemerataan distribusi.
“Jika penyaluran tidak bisa adil, lebih baik tidak usah disalurkan daripada menimbulkan kecemburuan sosial,” tegas Edi.
Kunjungan mahasiswa ini merupakan bagian dari upaya pengawasan partisipatif terhadap transparansi dana pendidikan. Komisi C DPRK Yahukimo menyatakan siap menyampaikan rekomendasi resmi kepada Pemerintah Daerah dan mengawal proses perbaikannya.(*)
Pewarta: Vekson Aliknoe