Wamena, nirmeke.com — Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jayawijaya mengeluarkan surat terbuka kepada sejumlah pejabat pemerintah, aparat keamanan, dan pemangku kebijakan di Papua Pegunungan. Surat ini merupakan respons atas tindakan sweeping oleh aparat TNI/Polri yang dinilai mengabaikan kearifan lokal dan budaya masyarakat adat Papua.
Dalam surat terbuka yang ditandatangani oleh Ketua GMNI Jayawijaya, Ignasius R. Pekey, GMNI menegaskan bahwa tindakan aparat yang menyita alat-alat budaya seperti busur dan anak panah merupakan bentuk ketidaktahuan terhadap budaya Papua, khususnya masyarakat Pegunungan.
“Wamena bukan kota teroris. Wamena adalah kota sentral ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Penyitaan alat budaya seperti busur dan anak panah hanya menunjukkan ketidakpahaman terhadap adat istiadat masyarakat Papua,” tulis GMNI dalam surat terbuka tersebut.
GMNI juga menyoroti tindakan aparat yang melakukan operasi di rumah-rumah warga tanpa surat izin, serta stigma terhadap warga berambut gimbal atau berjenggot panjang sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM). Padahal, menurut GMNI, gaya hidup demikian adalah bagian dari identitas budaya masyarakat Pegunungan dan bukan sesuatu yang baru.
Berikut 11 poin pernyataan sikap GMNI Jayawijaya dalam surat tersebut:
- Hentikan operasi militer di rumah warga sipil di Kota Wamena.
- Hentikan stigma terhadap warga sipil yang berambut gimbal dan berjenggot panjang sebagai OPM.
- TNI/Polri diminta tidak menempati aset sipil yang bukan pos resmi di Provinsi Papua Pegunungan dan delapan kabupaten lainnya.
- Jangan berlindung di belakang warga sipil, termasuk di Distrik Walaik.
- Kabupaten Jayawijaya dengan 40 distrik dan 328 kampung bukan basis OPM. Jika aparat ingin melakukan pengejaran, lakukan di wilayah hutan, bukan pemukiman.
- Kehadiran TNI/Polri di pemukiman sipil dinilai menimbulkan ancaman dan justru menjadikan warga sebagai sasaran kecurigaan dari kelompok bersenjata.
- GMNI mendesak agar TNI/Polri ditarik dari distrik-distrik untuk menjaga stabilitas dan psikologis masyarakat.
- Atribut budaya seperti noken, gelang, kalung, dan pakaian bermotif bendera Papua bukanlah senjata dan tidak boleh dijadikan alasan tindakan represif.
- Sweeping senjata tajam harus dilakukan di titik-titik yang ditentukan, bukan di rumah warga sipil tanpa surat perintah.
- TNI/Polri harus tunduk pada hukum, bukan menggunakan senjata untuk bertindak di luar kewenangannya.
- Jika operasi militer terhadap warga sipil terus berlanjut, GMNI akan mengkonsolidasikan massa dan menggelar aksi sebagai bentuk protes terhadap pelanggaran HAM dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Kami tidak anti terhadap aparat keamanan, tetapi kami menolak segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil. Kehadiran aparat seharusnya membawa rasa aman, bukan ketakutan,” tulis GMNI.
Surat ini ditujukan kepada Gubernur Papua Pegunungan, DPR Papua Pegunungan, Majelis Rakyat Papua (MRP), Bupati Jayawijaya, DPRD Jayawijaya, Kapolda Papua, Pangdam, Kapolres, dan Dandim Jayawijaya.
GMNI menutup suratnya dengan menegaskan bahwa rakyat sipil Wamena bukanlah teroris, dan meminta seluruh aparat keamanan untuk menghormati HAM dan nilai-nilai budaya yang ada di tanah Papua.(*)
Pewarta: Grace Amelia