Wamena, nirmeke.com – Forum Pemberantasan Miras, Narkoba, dan Zat Adiktif Lainnya hadir memberikan penyuluhan kesadaran kepada pemuda Baptis West Papua dalam sebuah seminar yang digelar bagi siswa kelas IX SMP serta kelas XII SMA/SMK di Gereja Agamua, Wilayah Hubula, Minggu (4/5) sore.
Dalam seminar yang dikemas dalam bentuk talk show ini, salah satu narasumber sekaligus aktivis kemanusiaan di Wamena, Yefta Lengka, memaparkan empat faktor utama penyebab kematian orang Papua yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
“Orang Papua meninggal karena konflik bersenjata seperti di Intan Jaya, Nduga, Maybrat, Yahukimo, dan daerah lainnya, termasuk di lokasi pengungsian. Selain itu, perang suku, penyakit seperti HIV/AIDS, serta konsumsi miras, narkoba, dan zat adiktif lainnya juga menjadi penyebab utama,” jelas Yefta di hadapan puluhan peserta.
Menurutnya, tanpa kesadaran kolektif terhadap penyebab-penyebab tersebut, eksistensi orang Papua berada di ambang kepunahan.
“Jumlah orang Papua kini diperkirakan berada di bawah dua juta jiwa. Jika kita tidak sadar dan terus melakukan hal-hal yang merugikan masa depan Papua, gereja, dan generasi mendatang, maka kita sendiri yang akan mempercepat kehancuran itu,” ujarnya.
Sebagai anggota Forum Pemberantasan Miras dan Narkoba, Yefta mengajak generasi muda untuk menjauhi gaya hidup destruktif dan mulai membangun kesadaran akan pentingnya menjaga diri serta komunitas.
Dalam kesempatan itu, Yefta yang juga berasal dari suku Hubula menyampaikan apresiasi kepada Departemen Pemuda Baptis West Papua yang telah menyelenggarakan kegiatan ini secara tepat sasaran.
“Ini kegiatan yang sederhana tapi sangat berbobot. Harapannya, adik-adik generasi muda bisa memahami dan menerapkannya dalam kehidupan mereka,” tambahnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada para orang tua yang tetap menggunakan nama asli wilayah mereka, yakni Gereja Agamua dan Wilayah Hubula, sebagai bentuk penghormatan terhadap identitas lokal.
“Ini menjadi contoh baik bagi generasi mendatang dan siapa pun yang akan hidup di Papua Pegunungan,” tutup Yefta.(*)