Wamena, nirmeke.com – Masyarakat pemilik hak ulayat di Distrik Wouma, Kabupaten Jayawijaya, yang menolak pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan, mempersilakan Gubernur John Tabo untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan anggaran pembayaran lahan pembangunan kantor tersebut.
Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Gubernur John Tabo saat melakukan kunjungan ke lokasi pembangunan pada Selasa (29/4/2025), di mana ia menyatakan akan menyelidiki penggunaan dana yang tidak disertai pertanggungjawaban di lapangan.
Tokoh Pemuda Wouma sekaligus pemilik lahan, Kaitanus Ikinia, menegaskan bahwa warga yang selama ini menolak pembangunan tidak mengetahui proses pembayaran yang sebelumnya dilakukan oleh Penjabat Gubernur Velix Wanggai.
“Pembayaran yang terjadi kepada siapa dan bagaimana prosesnya, kami tidak tahu. Kami dari pihak yang kontra, pada prinsipnya menolak,” ujarnya kepada Tribun-Papua.com, Kamis (1/5/2025).
Ia menyebutkan bahwa masyarakat Wouma, termasuk tokoh adat, perempuan, dan anak-anak, tidak mengetahui siapa saja yang menerima dana pembayaran tersebut dan untuk tujuan apa dana digunakan.
“Soal uang, itu urusan PJ Gubernur. Kalau memang mau dikembalikan atau ditindaklanjuti, silakan. Kami serahkan kepada BPK atau KPK untuk memeriksa langsung. Kami tidak terlibat dalam penggunaan dana itu,” tambahnya.
Kaitanus menegaskan bahwa karena uang tersebut merupakan uang negara, maka pertanggungjawabannya harus dilakukan oleh pihak-pihak yang menerima dan mengelolanya.
Senada dengan itu, pemilik lahan lainnya, Menu Ikinia, juga mendorong Gubernur Papua Pegunungan untuk menelusuri lebih jauh dugaan penyelewengan anggaran pembayaran lahan tersebut.
“Kami menduga ada penipuan besar-besaran. Modusnya seperti apa kami tidak tahu, tapi kami mendengar ada pihak-pihak yang membagi uang. Maka kami minta agar masalah ini ditelusuri, termasuk jumlah anggaran yang telah dikeluarkan,” ungkap Menu.
Masyarakat Wouma berharap agar pengusutan penggunaan anggaran dilakukan secara transparan dan melibatkan lembaga pemeriksa negara untuk menghindari potensi konflik yang lebih besar di kemudian hari. (*)
Pewarta: Nobi