Sorong, nirmeke.com – Organisasi Pedagang Pasar Mama-Mama Papua Kota Sorong (P2MP.KS) menyampaikan aspirasi kepada Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, menuntut realisasi nyata kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) yang telah dijalankan selama lebih dari dua dekade.
Dalam pertemuan di halaman Kantor Gubernur Papua Barat Daya, para pedagang menegaskan bahwa kebijakan Otsus, termasuk pemekaran wilayah seperti pembentukan Provinsi Papua Barat Daya, sejauh ini belum berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan pedagang asli Papua.
“Kami belum merasakan adanya pembangunan khusus untuk pedagang Papua. Pasar modern seperti Pasar Rufei, Pasar Remu, dan Pasar Jembatan Puri merupakan pasar umum, bukan pasar khusus sebagaimana diamanatkan dalam Otsus,” ujar Ketua P2MP.KS, Levina Duwit, dalam pernyataannya.
Para pedagang juga mengeluhkan kurangnya program pembinaan usaha yang berkelanjutan dan akses terhadap fasilitas pendukung usaha. Mereka merasa dipaksa bersaing dengan pedagang migran bermodal besar, yang membuat posisi pedagang asli Papua semakin terpinggirkan.
Dalam aspirasinya, P2MP.KS mendesak pemerintah daerah untuk segera:
-
Membangun Pasar Khusus Pedagang Papua di Kota Sorong, di lokasi bekas Pasar Boswesen.
-
Melaksanakan pembinaan usaha bagi pedagang Papua, meliputi pemberian modal, pelatihan peningkatan kapasitas, dan pendampingan usaha, melalui koperasi yang dikelola bersama pedagang dan pemerintah.
-
Menyediakan fasilitas usaha seperti kendaraan transportasi, meja, kursi, lemari, dan tenda jualan.
“Dana Otsus triliunan rupiah yang dikucurkan pemerintah pusat untuk Provinsi Papua Barat Daya adalah milik rakyat Papua. Kami adalah subjek utama dari kebijakan pembangunan di provinsi ini,” tegas Yeremias Imbir, Sekretaris P2MP.KS.
Para pedagang menyatakan akan terus mengawal aspirasi ini dan siap melakukan audiensi berkelanjutan hingga tuntutan mereka direalisasikan.
P2MP.KS menekankan bahwa perjuangan ini bukan semata demi pasar, melainkan untuk memastikan bahwa Otonomi Khusus benar-benar membawa kesejahteraan nyata bagi orang asli Papua di tanah mereka sendiri. (*)