Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Pengesahan UU TNI: Kepentingan Politik Prabowo 2029 Korbankan Supremasi Sipil
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Pena Papua > Catatan Aktivis Papua > Pengesahan UU TNI: Kepentingan Politik Prabowo 2029 Korbankan Supremasi Sipil
Catatan Aktivis PapuaTanah Papua

Pengesahan UU TNI: Kepentingan Politik Prabowo 2029 Korbankan Supremasi Sipil

Redaksi
Last updated: March 26, 2025 15:36
By
Redaksi
ByRedaksi
Follow:
2 months ago
Share
10 Min Read
SHARE

Oleh: Ones Suhuniap

Iklan Nirmeke
Ad image

Pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru menuai kontroversi. Banyak pihak yang menilai bahwa kebijakan ini merupakan ancaman terhadap supremasi sipil yang telah diperjuangkan melalui reformasi 1998. Reformasi tersebut, yang menuntut kebebasan dan demokrasi, seakan terkikis dengan langkah pemerintah yang kembali menghidupkan praktik-praktik otoritarianisme.

Polemik di Balik Pengesahan UU TNI

Beberapa kalangan menilai bahwa pengesahan UU TNI ini adalah langkah yang merugikan demokrasi dan kebebasan sipil. Pemerintahan di bawah rezim Prabowo Gibran dikritik keras karena dinilai menggali kembali “kuburan” Orde Baru yang sudah terkubur selama 25 tahun. UU TNI yang disahkan tanpa proses legislasi yang terbuka dan tanpa mendengarkan aspirasi publik ini dinilai penuh dengan intrik politik.

Pergeseran politik ini juga terpantau di parlemen, di mana PDIP sebagai partai oposisi terkesan mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh koalisi merah-putih. Pengesahan RUU TNI dilakukan pada saat isu-isu besar seperti korupsi yang merugikan negara, yang seakan tenggelam begitu saja dengan munculnya RUU tersebut.

Strategi Politik Prabowo Menjelang 2029

Di balik pengesahan UU TNI, ada dinamika politik yang lebih besar terkait persiapan menuju pemilu 2029. Pemerintahan Prabowo Gibran tidak bisa lepas dari pengaruh kekuatan politik lainnya, seperti SBY-AHY, koalisi Solo, dan Megawati dengan PDIP. Setiap kekuatan ini memiliki kepentingannya masing-masing, dan Prabowo dituntut untuk merangkul semua pihak agar posisinya tetap kuat menuju pemilu 2029.

Prabowo harus berhati-hati dalam mengelola kekuatan-kekuatan politik ini, karena ada ancaman terhadap koalisi merah-putih yang bisa pecah kapan saja. Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan dukungan untuk kepemimpinan Prabowo, kebijakan-kebijakan strategis seperti pengesahan UU TNI diambil dengan cepat dan terkesan terburu-buru.

Ancaman Terhadap Supremasi Sipil

Salah satu dampak utama dari UU TNI yang baru adalah semakin terbukanya peluang bagi militer untuk mengintervensi urusan sipil, termasuk menduduki jabatan sipil di 16 kementerian. UU ini mengubah sejumlah pasal terkait tugas dan kewenangan TNI, seperti perluasan jabatan sipil untuk prajurit aktif, serta penambahan usia pensiun.

Perubahan dalam Pasal 7 yang mengatur Operasi Militer Selain Perang (OMSP) memperluas kewenangan TNI. Pasal ini sekarang mencakup lebih banyak tugas, termasuk mengatasi ancaman siber dan membantu pengamanan di wilayah perbatasan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya kontrol terhadap kebebasan sipil, karena TNI dapat mengawasi kegiatan warga, terutama di media sosial.

Dampak bagi Rakyat Sipil, Terutama di Papua

Iklan Nirmeke
Ad image

Pengesahan UU TNI membawa dampak yang besar, terutama bagi rakyat sipil di Papua. Beberapa pasal dalam UU ini berpotensi mengancam hak-hak demokrasi dan kebebasan warga sipil. Misalnya, dalam Pasal 7 yang mengatur OMSP, TNI kini memiliki kewenangan yang lebih luas, termasuk dalam mengatasi gerakan separatis bersenjata dan pemberontakan bersenjata. Hal ini dikhawatirkan akan memperburuk situasi di Papua, di mana aktivis dan organisasi sipil yang memperjuangkan hak-hak rakyat Papua bisa dituduh sebagai separatis atau teroris.

Selain itu, kebijakan ini dapat memperburuk ketegangan di wilayah perbatasan, seperti di Papua, yang akan semakin terkendali oleh militer. Keputusan ini juga memberikan kekuatan lebih kepada TNI dalam mengamankan objek vital nasional, yang bisa mencakup perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Papua, seperti PT Freeport.

Baca Juga:  Mahasiswa Papua di Jakarta Desak Jokowi Hentikan Bahas Blok Wabu

Menjaga Demokrasi dan Kebebasan Sipil

Pengesahan UU TNI tanpa proses legislasi yang transparan dan tanpa ruang bagi partisipasi publik menunjukkan bahwa kebebasan sipil di Indonesia semakin terancam. Praktik otoritarianisme kembali muncul, dengan TNI yang semakin terlibat dalam kehidupan sipil. Hal ini bisa mempengaruhi kebebasan berbicara, hak untuk berorganisasi, dan hak asasi manusia, terutama di wilayah-wilayah yang sudah rentan seperti Papua.

Penting bagi masyarakat untuk tetap kritis terhadap kebijakan ini dan memastikan bahwa supremasi sipil tetap terjaga. Demokrasi dan kebebasan sipil yang diperjuangkan melalui reformasi 1998 tidak boleh tergerus begitu saja demi kepentingan politik sesaat.

Ancaman Militerisasi: Bukan Sekadar Jumlah Tentara atau Perang

Militerisasi bukan hanya tentang jumlah tentara, baik yang bersifat organik maupun non-organik, atau seberapa banyak senjata yang dimiliki. Militerisasi lebih kepada pengendalian sistem secara struktural, serta kontrol dan fungsi dalam kebijakan publik. Ini tentang bagaimana kekerasan, kontrol, eksploitasi, dan penindasan dilembagakan dalam kehidupan masyarakat.

Dari perspektif kiri, militerisme dianggap sebagai alat kapitalisme, imperialisme, feodalisme, dan patriarki yang memperpanjang penindasan, yang harus dilawan. Perlawanan terhadap militerisme adalah perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, demokratis, dan bebas dari ketidakadilan. Seperti yang dikatakan oleh Angela Davis, “The guns are not only for war abroad but also for control at home.”

Perlawanan terhadap militerisme adalah kritik terhadap narasi militer yang sering kali diterima begitu saja, terutama ketika disamarkan dengan dalih pembangunan dan keamanan, yang sering kali hanya melanggengkan keserakahan dan eksploitasi. Semua pihak harus terlibat dalam perlawanan ini, karena anggaran rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan sering kali dialihkan untuk membiayai militer, sementara yang menderita adalah rakyat sipil.

Pemahaman kritis terhadap militerisme harus didorong, dengan menekankan bahwa negara seharusnya berfungsi untuk melindungi rakyat. Tentara dan polisi adalah alat negara, bukan untuk menindas rakyat.

Menentang Normalisasi Militerisasi dalam Kehidupan Sipil

Melawan glorifikasi militer di masyarakat adalah hal yang sangat penting. Pendidikan kritis berbasis budaya harus ditekankan untuk memanusiakan manusia. Militerisme, khususnya di Papua, telah menjadi alat kontrol terhadap aktivitas warga sipil, menciptakan kondisi darurat sipil yang berkelanjutan. Ini melahirkan kekerasan struktural berbasis rasial, diskriminasi, dan imunitas yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.

Operasi militer, baik terbuka maupun tertutup, sering kali melibatkan kekerasan fisik dan psikis, menciptakan trauma bagi masyarakat. Militer kini mengendalikan pekerjaan sipil dan bertindak sebagai pelindung bagi oligarki serta pengawas eksploitasi sumber daya alam.

Penyalahgunaan Kekayaan Alam dan Penindasan Masyarakat Adat

Masyarakat adat sering kali hanya menjadi penonton ketika kekayaan alam mereka dieksploitasi. Tanah mereka dirampas oleh perusahaan besar, sementara militer melindungi kepentingan korporasi. Protes dari orang Papua sering kali disikapi dengan kekerasan, dengan dalih bahwa tanah, hutan, udara, laut, dan kekayaan alam lainnya adalah milik negara.

Baca Juga:  Nahor Nekwek, Resmi Menjabat Ketua DPC Gerindra Kabupaten Yalimo

Militerisme menciptakan diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis ras. Ini juga memperburuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang telah meningkat secara signifikan di Papua.

Gerakan Perlawanan terhadap Militerisme

Perlawanan terhadap militerisme bukanlah hal baru. Di seluruh dunia, gerakan anti militer dan anti perang telah melawan kolonialisme dan kapitalisme. Contoh seperti gerakan anti-militerisme di Vietnam yang melawan kolonialisme Perancis dan kapitalisme Amerika Serikat, atau gerakan sosial Palestina yang melawan invasi militer dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Rusia, menunjukkan pentingnya perjuangan ini.

Kritik terhadap anggaran rakyat yang digunakan untuk membiayai militer yang terus menyengsarakan rakyat harus dilakukan. Demiliterisasi, baik terhadap polisi sebagai pelindung rakyat maupun terhadap militer yang terlibat dalam eksploitasi, menjadi bagian penting dari perjuangan ini. Konsolidasi untuk membangun jaringan internasional anti militerisme dan perang imperialisme adalah langkah penting dalam menciptakan dunia yang lebih manusiawi.

Militerisme dan Dampaknya terhadap Ketimpangan Gender

Militerisme tidak hanya berdampak pada aspek politik dan ekonomi, tetapi juga memperburuk ketimpangan gender. Dalam wilayah konflik seperti Papua, kekerasan seksual dan diskriminasi terhadap perempuan meningkat. Banyak tentara yang terlibat dalam kekerasan seksual di wilayah perang, dan ini memperburuk kondisi perempuan di daerah konflik.

Di Papua, kekerasan terhadap perempuan telah melibatkan pembunuhan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual. Militer sering kali tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hak-hak perempuan, dan karakter patriarkal dalam militer justru memperburuk kondisi ini. Dominasi maskulinitas dalam struktur militer dan pemerintah menyebabkan eksklusi perempuan dalam pengambilan keputusan, membatasi ruang politik dan hak berekspresi mereka.

Militerisme di Papua dan Ancaman terhadap Orang Asli Papua

Dampak militerisme di Papua sudah sangat nyata. Sejak disahkannya UU TNI, Papua menjadi salah satu wilayah yang paling terancam. Dengan adanya UU ini, militer kini memiliki ruang lebih luas untuk beroperasi, yang berpotensi memperburuk kekerasan terhadap orang asli Papua.

Kekerasan fisik, diskriminasi rasial, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akan semakin meningkat. Pembangunan yang diklaim sebagai kesejahteraan rakyat sering kali justru memperburuk ketimpangan dan menambah penderitaan. Masyarakat adat di Papua, yang sudah lama hidup dalam ketidakpastian, semakin terpinggirkan dalam skenario ini.

Kesimpulan: Ancaman Militerisme terhadap Masa Depan Papua

Dengan diberlakukannya UU TNI, orang asli Papua kini menghadapi ancaman besar. Demokrasi mereka terancam dibungkam, hak atas tanah dan sumber daya alam mereka terampas, dan militer akan semakin mengontrol kehidupan mereka. Pemerintah harus menyadari bahwa hal ini berpotensi menyebabkan genosida, ekosida, dan etnosida terhadap orang asli Papua.

Papua harus menjadi perhatian serius. Semua pihak harus bersatu untuk menolak kebijakan pemerintah yang hanya akan memperburuk keadaan. Tanpa perlawanan yang solid, masa depan orang asli Papua di bawah pemerintahan yang semakin militeristik ini sangatlah gelap. (*)

)* Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat

You Might Also Like

Masyarakat Wouma Geram Dengan Pernyataan Lenis Kogoya Yang Ingin Siapkan Lapangan Perang di Wouma Atas

Panitia Pembangunan Aula STT Baptis Papua Dilantik

Aktivis yang Idealis, Harus Mandiri

Pemkab Yahukimo Gelar Musrenbang RKPD dan Otonomi Khusus 2026

Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Ditargetkan Rampung 2024

TAGGED:Ancaman Militerisme terhadap Masa Depan PapuaGerakan Perlawanan terhadap MiliterismeMiliterisasi dalam Kehidupan SipilOnes Suhuniap Jubir KNPB PusatPengesahan UU TNIPenindasan Masyarakat Adat

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Bupati Yahukimo Resmi Luncurkan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Puskesmas Dekai Kota
Next Article Dr. Yunus Wonda: Kami Milik Semua Orang di Kabupaten Jayapura
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Bupati Jayawijaya Serahkan Bantuan untuk Anak-Anak di Rumah Singgah Generasi Anak Panah
Tanah Papua
2 days ago
Bertahan di Tengah Globalisasi: Sekolah Adat Harus Jadi Prioritas!
Pendidikan Tanah Papua
3 days ago
Digerebek! Enam Pengedar Miras Ditangkap, Diduga Dibekingi Oknum TNI
Tanah Papua
3 days ago
KemenHAM Didorong Bertindak: Rekomendasi KOMNAS HAM dan Jeritan Masyarakat Adat Papua atas PSN
Siaran Pers Tanah Papua
1 week ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
PendidikanTanah Papua

Aksi Lukatok Ketiga Untuk Membangun Gereja Manusia

2 years ago
Catatan Aktivis PapuaPerempuan & Anak

Putri Pemberontak Gigi Revolusi Dari Papua

1 year ago
Tanah Papua

Pelaku Belum Bayar Denda, Keluarga Korban Palang Asrama Mahasiswa Teluk Bintuni di Jayapura

3 years ago
HeadlineTanah Papua

OPD di Provinsi Papua Pegunungan  Didominasi Honorer Non OAP

10 months ago

PRP Penuhi Panggilan Polisi Untuk Klarifikasi Patahnya Tiang Bendera di Depan Kantor DPRD Jayawijaya

3 years ago
Catatan Aktivis PapuaSeni & Budaya

Kebudayaan Dan Kekuasaan

10 months ago
Tanah Papua

Masyarakat Tagi Janji Bupati Jayawijaya Untuk Lakukan Pilkades Serentak Secara Demokratis

3 years ago
Tanah Papua

Paskah Jadi Momentum Kebangkitan Rohani Pemuda Yahukimo

4 weeks ago
InfrastrukturTanah Papua

Tanpa Libatkan Pemilik Ulayat, 55 Hektar Lahan di Klaim Sepihak Pihak Bandara Sentani

2 years ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?