Jayapura, nirmeke.com – Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Cendikiawan Awam Katolik Papua (ICAKAP) Santo Ignatius Loyota mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah agar segera mengevaluasi dan mencabut izin investasi pengelolaan sumber daya alam hutan untuk lahan perkebunan kelapa sawit di tanah Papua yang dapat merugikan masyarakat adat Papua.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP ICAKAP, A. Gerald Bidana, ketika mengumumkan hasil Rapat Kerja Pusat (Rakerpus) IV tahun 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 29-31 Juli 2024 di Kota Sorong, Papua Barat Daya.
“Untuk menyelamatkan Hutan Papua dari yang tersisa maka pemerintah pusat dan daerah agar segera mengevaluasi izin investasi di Papua yang bermasalah dan tidak lagi menerbitkan izin ivestasi dalam bentuk apapun,” ujar Bidana.
Lanjutnya, Ikatan Cendekiawan Awam Katoik Papua meminta kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk dapat meninjau kembali izin investasi perkebunan tebu sebesar 2 juta hektar di kabupaten Merauke dengan memperhatikan tuntutan masyarakat adat Malind.
“Papua memiliki hutan tropis yang luas, yang tidak hanya penting bagi masyarakat adat tetapi juga bagi dunia karena peran hutan ini sebagai paru-paru bumi. Namun, pengelolaan hutan di Papua masih belum optimal, dengan banyaknya izin investasi yang diberikan tanpa melibatkan masyarakat adat dalam prosesnya,” ucapnya.
Ikatan Cendekiawan Awam Katolik Papua juga meminta kepada Pemerintah Pusat dan Daerah agar semua bentuk izin investasi pengelolaan sumber daya alam di tanah Papua hendaknya diterbitkan setelah dilakukan study kelayakan tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan melibatkan masyarakat asli Papua dalam seluruh tahapan dan proses pengelolaan investasi tersebut.
“Saat ini hutan milik masyarakat adat terancam oleh izin investasi yang tidak melalui mekanisme musyawarah dengan masyarakat adat, seperti izin perkebunan kelapa sawit, tebu, dan tambang. Sebab bagi masyarakat adat, hutan Papua adalah sumber kehidupan, tempat masyarakat adat mendapatkan obat-obatan, pangan, bahkan menyimpan kekayaan mereka. Hilangnya hutan berarti hilangnya masa depan orang asli Papua,” tegasnya.
Ikatan Cendekiawan Awam Katolik Papua mendesak kepada Pemerintah Pusat agar segera membahas dan menetapkan rancangan undang-undang tentang masyarakat adat.
“ICAKAP juga mendesak kepada Pemerintah Daerah di Provinsi dan kabupaten/kota se-tanah Papua agar segera menetapkan peraturan daerah khusus tentang perlindungan masyarakat adat,” tegasnya. (*)