Oleh: Soleman Itlay
Terkait pernyataan Uskup Agung Merauke yang Kontroversial! Yang Mulia, Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus C. Mandagi, MSC di Merauke.
Dalam kesedihan yang mendalam, saya menyapa Yang Mulia, Bapa Uskup Agung Merauke dengan salam damai Tuhan. Semoga Bapa Uskup sehat-sehat slalu dalam menggembalakan domba-domba di Keuskupan Agung Merauke.
Yang Mulia, pada kesempatan ini saya hendak menganggapi pernyataan Bapa Uskup Agung Merauke terkait proyek strategis nasional melalui video yang berjudul: “Cetak Sawah Untuk Kemanusiaan, Pesan Uskup Agung Merauke Untuk Rakyat Papua Selatan,” yang berdurasi 3:57 menit, sebagaimana tersebar di media masa.
Setelah mendengar pernyataan Bapa Uskup Mandagi tersebut, saya hendak menanggapi sebagai berikut:
- Saya melihat pernyataan Bapa Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC ini sangat keliru, tidak terukur, dan amat kontroversial; tidak objektif; arogan; otoriter dan bertentangan dengan ASG dan Ensikli Laudato Si.
- Pernyataan Bapa Uskup benar-benar sangat melukai hati dan perasaan umat yang saat ini berjuang dan menolak perusahaan yang dikendalikan oleh kaum elit politik lokal dan nasional itu.
- Pernyataan Yang Mulia tidak pro pada umat kecil setempat yang hak-hak dasarnya dicaplok oleh elit politik lokal hingga nasional. Sebaliknya Bapa Uskup hanya pro pada penguasa dan pengusaha yang memiliki kekuasaan dan modal yang besar.
- Saya mau tanya: apakah Yang Mulia telah melakukan riset mendalam atau memiliki bahan kajian ilmiah dan mengantongi Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dengan berani mengeluarkan pernyataan yang sangat melukai umat dan masyarakat yang menjadi korban atas kehadiran perusahaan tersebut?
- Sikap dan keberpihakan Bapa Uskup seperti ini menunjukkan bahwa, umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke tidak punya harapan dan masa depan di tangan Bapa Uskup dan hirarki Gereja Katolik setempat.
- Mohon maaf bila saya sampaikan ini: seandainya Tuhan tahu bahwa “Bapa Uskup” tidak akan pernah berpihak pada orang-orang kecil, tak berdaya dan membutuhkan pertolongan, lebih baik “saya” tidak dilahirkan ataupun ditugaskan di Keuskupan Agung Merauke yang tercinta ini. “Anda, maksudnya saya” tidak pantas disebut sebagai gembala bagi domba-domba di Keuskupan ini.
- Jujur saja, saya menyesal memiliki gembala seperti “Anda” yang tidak memiliki hati nurani; tidak memahami kebudayaan masyarakat dan dinamika pastoral umat di Tanah Papua, khususnya di wilayah Keuskupan Agung Merauke yang lama menderita akibat kehadiran sejumlah perusahan kepala sakit sejak 1990-an.
- Saya harap Bapa Uskup Mandagi sebagai “Gembala yang baik” melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada umat dan masyarakat di Papua Selatan. Karena pernyataan “Anda” sekali lagi telah melukai hati dan perasaan umat setempat.
- Harap supaya Bapa Uskup lahir kembali dengan cara: membaca dokumen gereja, yakni ASG dan Ensiklik Laudato Si serta orientasi gereja sinodal yang menekankan pada aspek ekologis secara baik.
- Jika Bapa Uskup Mandagi masih memiliki hati nurani sebagai manusia, dan gembala yang baik, harap supaya dengan suara kenabian menyuarakan keluh kesah umat sebagai keluh kesah gereja.
- Saya tulis surat terbuka sebagai domba yang memiliki empati dan solidaritas kemanusiaan yang melampaui sekat otonomi Gereja dan otonomi daerah. Sekali lagi saya tulis sebagai orang Papua dan orang Katolik, meskipun orang akan mempersoalkan menyangkut wilayah gerejawi dlsb.
Demikian surat terbuka ini saya tulis dengan harapan dipertimbangkan dan memberikan perhatian bagi umat setempat yang membutuhkan suara kenabian, atas kejeliannya diucapkan selamat merefleksikan. Salam: *Satu Papua Satu Katolik atau Satu Katolik Satu Papua.”
)* Umat Katolik Pribumi di Tanah Papua (Keuskupan Jayapura)
Dengan tidak mengargai sebagai domba domba yang sementara masi masi mencari perlindungan kepada siapa kami akan berlindung, dan kepada siapa kami meminta mohon untuk tanah kita, hutan kita yang sedang diarmpslas oleh para elit elit politik lokal atau nasional segala penipuan di lakukan diatas negeri orang kulit hitam rambut keriting,
Gembalah siapakah yang akan menerima suara kita sebagai dombamu yang tak bersalah.
Rakyatmu sedang mencari, dan meraba dimanakah 5 suara hati kita yang sedang di aembunyikan oleh bapak gembala sampai hari ini kami belum menerima dan juga belum bertemu suara kita sebenarnya yang dititipkan lewat hati kami. Orang Rambut keriting, kulit hitam…