Oleh: Aprila Wayar
Gerakan perempuan berawal ketika kesadaran muncul dalam diri perempuan itu sendiri bahwa ia sedang dalam keadaan tertindas atau berada dalam dominasi golongan tertentu. Golongan tertentu di sini bisa jadi laki-laki dengan sistem patriarkhi yang ada dalam kehidupan bermasyarakat mayoritas berbagai suku bangsa di muka bumi ini (kekerasan domestik) dan militer yang menjadi musuh rakyat sipil di beberapa wilayah konflik dan daerah operasi militer ataupun undang-undang di dalam negara yang tidak memihak pada kepentingan perempuan (kekerasan stuktural).
Kemunculan seorang Yosepha Alomang dalam belantara perjuangan bangsa Papua adalah setitik cahaya dalam bara penderitaan rakyat Papua. Yosepha Alomang adalah lambang perjuangan tanpa lelah seorang perempuan Papua yang masih menganut nilai-nilai luhur budaya bangsanya. Ia bukan hanya berjuang untuk kaumnya tapi ia berjuang untuk bangsanya melawan dominasi militer di tanah kelahirannya. Sebuah perjuangan yang sarat dengan nilai. Perjuangan yang panjang dan melelahkan ini kemudian memberi nilai lebih bagi seorang Yosepha Alomang. Terbukti dan tercatat dalam sejarah gerakan perempuan di dunia yaitu bahwa sebagian besar Perempuan di belahan dunia ini berjuang ketika mereka mengenyam pendidikan atau dapat dikatakan kesadaran muncul ketika mendapat diskriminasi karena ia seorang Perempuan tapi Yosepha Alomang berbeda. Yosepha Alomang sadar bahwa diskriminasi yang dialami bukan hanya untuk kaumnya tapi seluruh lapisan dalam masyarakatnya.
Berbagai teori feminis muncul berdasarkan situasi dan kondisi serta latar belakang Perjuangan Perempuan itu tapi Yosepha Alomang tidak pernah tahu dan mengerti berbagai teori itu. Yang ia pahami adalah bahwa ia harus berjuang melawan segala bentuk penindasan yang dialaminya bersama bangsanya walaupun dirinya sendiri menjadi korban atas segala bentuk perlawanan itu. Ia sangat memahami konsekuensi atas pilihan yang telah dibuat olehnya.
Waktu terus berjalan, kemunculan Yosepha yang awalnya begitu cemerlang akhirnya mulai meredup. Banyak pihak mulai ikut mempengaruhi pola perjuangan seorang Yosepha Alomang. Perjuangan ini semakin bias maknanya ketika ada juga tangan-tangan yang ingin membuat perjuangan ini menjadi lebih ilmiah. Kesederhanaan cara berpikir yang selama ini dimiliki seorang Yosepha Alomang mulai luntur ketika menghadapi dunia luar. Apalagi ketika dominasi orang-orang di sekitarnya mulai mengkomersilkan perjuangan seorang Yosepha Alomang membuat perjuangannya semakin tidak jelas dan tidak terarah. Apalagi pihak yang selama ini menjadi musuhnya mulai belajar bersahabat dan merangkulnya. Saat ini hanya ada sisa-sisa kenangan perjuangan di masa lalu.
Pada tahun 1800an para pejuang gerakan perempuan masa itu beranggapan bahwa ketertinggalan perempuan disebabkan banyak perempuan yang buta huruf. Seratus tahun kemudian perempuan kelas menengah abad industrialisasi di Eropa mulai sadar akan adanya ketidakadilan di masyarakat yang merugikan perempuan dan bukan karena kebodohan Perempuan itu sendiri. Saat itulah benih-benih pemikiran feminisme muncul.
Gerakan perempuan di Indonesia sendiri hampir tidak tampak pada rejim Orde Baru. Gerakan perempuan pada masa itu muncul sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor politik makro berhubungan dengan politik jender Orde Baru. Politik jender masa Orde Baru berdasarkan pada kombinasi ideologi Ibuisme; Kampanye anti Gerwani dan dominasi militer telah mengisolasi perempuan Indonesia sebagai kelompok homogen yang a-politis. Politik jender ini sekaligus memusnahkan gerakan progresif yang cukup kuat untuk mengontrol dan memarginalkan perempuan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia termasuk perempuan Papua.
Pasca Reformasi politik di Indonesia pada tahun 1998-1999, gerakan perempuan Papuapun mulai bangkit. Melihat kembali sejarah gerakan perempuan Papua, belum banyak hal yang menunjukkan kemajuan gerakan perempuan Papua bahkan sebenarnya Perempuan Papua baru masuk pada tahap sadar sadar. (*)