Oleh: Soleman Itlay
Orang Hugula punya lima (5) macam mata pencaharian hidup, diantaranya; bertani, beternak, berburu, meramu dan nelayan (penangkap). Disini terdapat klasifikasi primer, sekunder dan tersier. Berikut adalah 5 jenis mata pencaharian hidup yang dimaksudkan:
- Bertani (Wen)
Bagi orang Hugula bertani atau bercocok tanam merupakan mata pencaharian utama (primer) dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan demikian karena aktivitas tersebut dilakukan hampir sehari-hari.
Bercocok tanam ini berhubungan dengan hayat hidup. Karena itu, laki-laki ataupun sejak kecil diarahkan untuk bekerja keras dan mampu bercocok tanam. Tetapi peran utamanya dimainkan oleh kaum pria.
Sungguh pun pada 20 tahun terakhir ada pergeseran drastis, dimana perempuan mulai mengambil kendali di dalam kebun, berarti ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang menciptakan ketergantungan hidup masyarakat lokal melalui pemekaran dan dana Otsus Papua. Idealnya, laki-laki yang berperan aktif disitu.
Oang Hugula dengan kebiasaan berkebun tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling terikat dan mendukung dalam rantai kehidupan yang telah lama terpola secara turun temurun. Karena itu, banyak ahli meyakini bahwa sistem pertanian/perkebunan di Hugulama merupakan termasuk yang tertua di dunia.
Tidak ada rutinitas lain yang mampu membuat orang Hugula dapat bertahan hidup. Tidak ada pula aktivitas lain yang dapat memberikan jamin kesejahteraan hidup dalam rumah tangga. Kecuali berkebun.
Kebiasaan berkebun sangat menentukan keberlangsungan (keselamatan) hidup. Sakit atau tidak, lapar atau bahagia, dan mati atau tidak, 80% sangat bagi orang Hugula sangat ditentukan oleh kebiasaan ini. Sisanya dari aktivitas lain, seperti beternak, berburu dlsb.
Seorang dikatakan manusia sejati dan ideal atau “ap/he kainj (pemimpin), ap/he aijctmale (orang hebat) dan ap/he eijcqaragun (orang cerdas/bijak)” karena mempunyai mentalitas kerja keras dan kemampuan mengolah berkebun.
Kebesaran dan kehormatan [semacam “superioritas”] seseorang dapat diukur dari sini–kebiasaan dan kemampuan berkebun. Orang yang tidak tahu berkebun, otomatis tidak mampu kasih makan anak-anak istri dan lainnya, karena itu masyarakat akan anggap manusia “bodoh, tidak mampu, tidak layak hidup, tidak pantas kawin dlsb (inferior).”
Bicara aktivitas kebun (mata pencaharian primer) ini berarti berhubungan langsung dengan kehidupan, keselamatan, kedamaian, kemandirian, kesakitan, penderitaan, kematian, kelaparan dan lainnya. Demikian dengan, berkebun berada diatas aktivitas rutin yang lain.
- Beternak (Wam)
Beternak merupakan salah satu kebiasaan hidup bagi orang Hugula. Kebiasaan ternak masuk dalam kategori mata pencaharian sekunder. Dengan kata lain, hanyalah rutinitas sampingan dari berkebun.
Jika ada ternak, maka wajib hukumnya adalah harus bekerja kebun. Karena hanya bekerja kebun itulah yang bisa kasih makan ternak peliharaan di rumah, pemukiman warga, kebun dan atau di hutan tertentu.
Ternak peliharaan yang paling populer adalah ternak babi (wam). Ternak wam tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang Hugula. Sekaligus menjadi mata pencaharian sampingan (sekunder).
Filosofi hidup antara manusia, kebun, ternak wam dan ragam persoalan hidup (wene) dan weinj (peperangan) saling berhubungan. Wam bagi orang Hugula merupakan “pengambilan keputusan.”
Dikatakan demikian karena segala bentuk persoalan hidup hanya bisa dapat diselesaikan dengan ternak wam. Misalnya, orang bisa atasi masalah duka, pesta nikah ata bayar maskawin, pesta honai adat, inisiasi (auwp wai’yah), peperangan dan lainnya.
Semuanya ini hanya bisa diselesaikan dengan wam. Karena itu, orang Hugula memiliki pandangan hidup bahwa wam bisa mengambil keputusan akhir [untuk menyelesaikan semua masalah].
Dapat digarisbawahi, bahwasannya kebiasaan beternak bukan hanya menjadi mata pencaharian sekunder, akan tetapi juga menjadi sebuah kewajiban bagi orang Hugula untuk mampu beternak. Sekali lagi, hanya dengan cara beternak Wam orang Hugula dapat mengatasi semua masalah, termasuk membiayai pendidikan anak-anaknya.
Berbicara tentang berternak, secara tidak langsung berhubungan dengan kekayaan, kehormatan dan pujian. Seorang semakin dipandang ideal: “ap/he kainj, apa/he aijctmale aijctmale dan ap/he eijcqaragun” karena mampu beternak.
- Berburu
Berburu merupakan salah satu aktivitas atau boleh dikatakan mata pencaharian hidup orang Hugula, tetapi dia bukan yang utama. Ini merupakan aktivitas sampingan (tersier).
Adapun Jenis pemburuan antara lain, seperti babi hutan, kuskus, tikus tanah, burung, dan lain sebagainya. Basis aktivitas berburu terdapat di dekat pemukiman warga, bekas garapan kebun, hutan rimbun dan belantara (lembah, lorong, perbukitan dan pegunungan).
Kebiasaan berburu tidak masuk dalam kategori prioritas. Aktivitas berburu sifatnya dilakukan sewaktu-waktu, misalnya kalau ada kebutuhan atau mengikutinya musim tertentu.
Kebutuhan yang dimaksud berhubungan dengan pesta adat, inisiasi, peresmian, pernikahan dan lainnya. Orang akan mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum puncak acara tiba.
Kadang kala kalau musim hujan dan buah-buahan tiba, masyarakat akan pergi cari buah, kuskus dan lainnya. Kadang juga kalau musim kemarau panjang tiba, masyarakat membuat “xueijnya,” lalu menjaga dan memana di tempat yang telah dirancang sedemikian rupa.
Berburu ini berkaitan erat dengan kepentingan perhiasan emas, kesenian, kebudayaan, kesastraan dan estetika. Keharmonisan jiwa dan busana tradisional yang nampak dalam ragam peristiwa, merupakan buah dari aktivitas berburu (tersier).
- Meramu
Aktivitas sampingan lain adalah berhubungan dengan kebiasaan meramu. Kebiasaan meramu ini masuk dalam kategori mata pencaharian tersier. Karena dia hanya mengikuti musim dan dilakukan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Masyarakat akan pergi ke kali, gunung, dan hutan guna mencari segala kebutuhan. Misalnya, mencari jamur, tali, kelapa hutan, kulit kayu, kuskus, dan lainnya. Kadang itu dikumpulkan untuk makan, tapi juga untuk keperluan bangun rumah dlst.
- Nelayan
Satu kebiasaan terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah kebiasaan sampingan (tersier) yang berkaitan dengan ikan, dan udang di telaga, kali, sungai dan danau. Orang Hugula punya kebiasaan ini, hanya jarang diketahui oleh kalangan luas.
Istilah nelayan ini berkaitan dengan orang-orang pesisir pantai yang mata pencaharian mencari ikan di laut. Lantas tidak ada istilah yang populer untuk digunakan masyarakat Hugula yang suka mencari ikan dan udang di telaga, kali, sungai dan danau, maka meminjam istilah “nelayan.”
Bisa saja disebut meramu, tetapi ada baiknya untuk menyebut sendiri sebagai “penangkap.” Dengan demikian, kebiasaan orang Hugula yang suka mencari dan menangkap ikan dan udang di berbagai tempat ini bisa disebut “masyarakat nelayan atau penangkap.”
Suku/orang Hugula sering mencari udang di kali-kali kecil dan telaga, termasuk danau Yugunopa (orang asing menyebutnya Habema). Ikan juga terdapat di kali-kali, parit dan sungai yang terdapat di wilayah rawa.
Biasanya masyarakat cari dengan perahu kayu. Tapi ada juga dengan bahan rakitan dari kayu buah atau “lokop” atau “hite” (ada sebutan khasnya). Ada pula yang menangkapnya dengan noken. Semata-mata ini untuk kepentingan makan (sekarang bisa jul beli).
Bersambung…
PN|Sabtu, 22 Juni 2024
Noth!