Oleh: Nomen Douw
Waktu hanya nama dari sebuah bahasa, untuk gerak angka dalam dimensi yang luas. Kehadiran cinta dalam bahasa menjadi fenomena metafisika yang dibahas panjang lebar oleh pikiran manusia.
Pagi dan sore pergi dan datang dalam istilah bahasa manusia yang sudah relatif. Alhasil perlakuan manusia pada waktu. Waktu dan kisah hidup manusia adalah sebuah bahasa. Salah satu misteri umat manusia yang bergerak dalam ruang dan waktu.
Banyak waktu manusia saling bertemu dalam kisah yang berbeda, sebagai makluk sosial. Dua manusia bertemu dengan senyum, tapi berpisah lagi dengan kesedihan bercampur kebencian. Kesepian mungkin saja berubah. Ada ruang yang sulit menjadi estetika hitam. Bergairah.
Manusia memiliki waktu yang hampa sekaligus tidak. Ada dan tidak ada. Seperti dua jiwa yang saling membenci tapi ingin bertemu. Kesulitan menampilkan alasan untuk tidak bertemu sekaligus bertemu. Kerumitan yang ingin bertemu.
Memahami waktu akan berubah. Hanya untuk bertahan mengubah menjadikan energi positif. Manusia seakan dipermainkan waktu dengan cara manusia yang lain. Mengalir datang dengan cara berpikir internal. Sebuah kisah yang melukiskan indah dan bergairah.
Seorang perempuan pada kota yang baru belajar menjadi modern. Memaksa ingin cepat. Melukiskan dirinya sendiri dengan penuh gairah pada tembok bangunan yang ingin lumut bertumbuh dan berbuah keturunan. Beberapa pemuda menikmati sebelum berpindah dari tempok Rumah Sakit Unit Derah Siriwini, Nabire, Papua.
Kota menampung banyak manusia arogan dengan materialistik pasif yang tidak banyak. Sebagian besar adalah tradisional yang memaksa ingin menjadi manusia yang ingin dilihat lebih berguna dari manusia lain. Tapi itu sulit. Tidak selalu dilukiskan pada banyak wajah yang bersedih karena banyak hal.
Lukisan yang bergairah telah membunuh sebagian hidup dalam sisa waktu hidup yang hampir singkat. Pada hitungan tahun. Sebuah kepasrahaan yang marah pada waktu yang panjang. Lukisan bergairah melakukan dengan sengaja.
Banyak hal baru dinikmati di berbagai tempat dingin sepi. Ada napas yang sehat dihembuskan dalam waktu yang tidak terlihat namun menggelisah. Menutup komunikasi_rasanya benar-benar menikmati kebebasan dalam kebebasan.
Berlari dari waktu yang menahan jiwa tidak ingin pergi dengan memaksa. Menusuk dalam diri. Waktu sulit melepas kisah yang telah dimaknai dalam jiwa. Datang tidak dipaksa, pergi tidak ingin cepat.
Memiliki pikiran lebih tulus, suka membantu sesama, merawat tidak memandang perbedaan. Ketulusan yang polos untuk semua hal. Menjadi andalan. Merasah lebih baik dari kebanyakan orang dari wajah orang-orang dekat yang berhasil memuji.
Sesuatu bertumbuh. Pikiran adalah pikiran. Bagian terbesar dalam diri manusia adalah kenikmatan yang menurut manusia amoral. Lukisan yang indah dalam makna yang bergairah. Lukisan indah bergairah yang hidup dengan hasrat pendek. Lukisan bergairah menatap tajam, senyum indah. Hanya untuk sebuah hal transaksional. Bahagia dengan angka.
Subuh sedang bergeser kepada pagi. Malam dikuasai sepi dan dingin. Kendaraan belum ada satu pun merusak sepi. Tidak seperti siang. Suasana kesunyian seperti di perkampungan di atas bukit Papua dan Eropa yang tertinggal hanya warga lokal pecinta kehidupan tradisional tani dan ternak.
Sepuluh pria berwajah hitam telah berkumpul depan rumah sakit dengan nampak misterius. Menatap gerak pada tembok Instalasi Gawat Darurat. Pada lukisan indah yang menatap gairah. Lukisan indah yang penuh erotis. Berwajah halus menatap sepuluh pria dengan erotis haus.
Diantara sepuluh pria. Kenal, hanya dua pria hitam.
Salah satu berkata. Satu pria kurus berkata jujur tentang lukisan erotis yang bergairah. Sembilan pria hilang tanpa wajah dan suara. Tadi mereka sibuk. Suara rahasia tidak asing untuk telingga yang sehat telah pergi dari depan lukisan indah. Bunyi daging basah saling bertemu. Bau asing tajam.
Tembok putih dengan seorang wanita dalam lukisan indah yang tulus bergairah, wajah lemas yang penuh bergairah. Ketulusan melunasi dosa menurut bahasa moral. Wanita dalam lukisan berbaring di ladang kering. Menerima kental putih di atas wajah yang dimainkan dengan cara yang berbeda.
“Wanita yang tulus”
“Lebih dari tulus”
“Ajak saja makan B2. Dia rakus”
“Lebih dari tulus”
“Dua kali saya melihat wajah lukisan yang indah setelah kita makan B2,”
“Terlihat benar dari tatapan wajah di lukisan tembok”
“Setelah B2, apapun Dia tulus. Akan menjadi master melakukannya”
“Apakah mereka juga sama?”
“Pasti, Dia tulus”
“Wajah lukisan yang indah bergairah tinggi, dia memaknai ketulusan yang bergairah pada sepuluh pria”
Lukisan indah bergairah ingin hilang dari pudar dalam waktu yang singkat. Alhasil wajah yang bergairah tetap menatap pengunjung pria yang membuatnya senyum dengan angka. Waktu tidak menghapus dengan mudah. Menikmati setiap tatapan yang ada, membuatnya senyum tulus. Sepuluh pria memberi nyawa pada lukisan yang indah bergaira dengan air putih di wajah.
Embrio lumut pada tembok lukisan indah bagian perut sudah lama berhenti merespon pertumbuhan yang subur. Setiap sunyi, lukisan itu bertanya tentang kesempurnaan sebagai manusia yang hidup.
Ada harapan dari tatapan pria yang hanya melewati. Wajah pria yang tidak terlihat wajah menepi jauh dari lukisan indah, hanya air putih dalam kemasan yang digenggam. Ingin menghapus lukisan indah yang penuh bergairah. Telah lama dinikmati sepuluh pria dengan material di momen senyum.
Pria itu duduk menyisi dari sepuluh pria yang menikmati lukisan indah.
Ia menawarkan air putih untuk menghapus wajah gairah dan memupuk embrio. Tapi lukisan indah itu tidak melihat air putih yang ditawar oleh pria yang menyisi jauh. Perempuan dalam lukisan indah bergairah itu hanya melihat sepuluh pria yang menatap nikmat dengan tatapan pesan.
Pria itu hanya punya air putih. Ingin mengubah lukisan lebih bermakna dengan membiarkan embrio bertumbuh besar dan menjadi lukisan yang bermakna. Lebih realistis dari lukisan yang bukan hanya keindahan.
Menunggu waktu yang dipikirkan setelah menikmati. Lukisan indah tidak berubah. Lumut seakan tidak disiram, tidak seperti pada umumnya. Lukisan yang indah bergairah semakin murung dengan waktu yang semakin senja. Pilu gesah.
Lukisan indah berusaha bangkit, ingin berpindah dari Rumah Sakit Siriwini. Dilukiskan pada tembok hotel, homestay dan rumah-rumah kosong yang penuh materialistik senyum.
Membalik wajah dari sekian waktu yang lama dengan wajah murugn kepada sepuluh pria. Dan juga kepada dia yang menawarkan air putih dengan tulus. Senyum terbuka pada lukisan baru yang menyedihkan. Indah dibungkus perban kepalsuan senyum. Ada kesudahan, menolak kehidupan normal menurut kebenaran agama dan budaya.
“Kenapa saya di ciptakan kalau begini,” pikir lukisan indah bergairah sebelum perpindah dari Rumah Sakit Siriwini. Doa dengan air mata.
Lukisan indah pada tembok putih Rumah Sakit Siriwini hilang. Semua ikut menghilang. Lukisan indah bergairah memulai dengan harapan baru setelah membunuh romantisme moral. Senyumnya lebih tulus, lebih menginginkan sepuluh pria yang pergi dan kembali menatap. Tapi bukan untuk dia yang membawa air putih dengan cara sederhana.
Senyum yang tulus setelah waktu yang dibayar dengan kebahagiaan sementara. Diam-diam dalam kekaguman. Lukisan wajah yang indah bergairah. Membayangkan mereka hidup dengan air putih dengan ikatan cinta yang kuat. Tapi sudah, lukisan indah telah berpindah dengan kebencian batu.
“Saya tidak mau bersama pria yang hanya dengan air putih”
“Kenapa, dia baik dan bagus?”
“hanya dikulit, dia tidak punya apapun”
“Apa maksudnya?”
“Hidup butuh segalanya”
“Hidup bersama adalah segalanya”
“Biarkan saya menunggu yang lain. Mereka dan mereka akan lebih baik”
Lukisan indah bergairah meminjam selembar kertas putih dan menulis sebagian kata dari penyair Portugal, Fernando Pesso. Sementara lukisan sedang berpindah pada tembok lain. Kepada ruang-ruang sepi dan banyak waktu bergairah untuk menikmati kebahagiaan yang hanya sebentar.
Ada hari-hari dengan begitu banyak tekanan
Saya tidak tahu siapa dia.
Saya tidak tahu apakah aku terlalu banyak tidur.
Tidak tahu apakah saya kurang percaya Itu adalah patah hati yang lahir,
Seperti solo oleh saya,
Sepertinya itu semua diri saya
Dengan alasan untuk demikian.
Dan itu menghancurkan seluruh jiwa,
Membingungkan seluruh keberadaan saya
Dan ini semua tentang saya
Tanpa saya memahaminya.
Luka seperti gerbang tua,
Karat di peternakan akhirnya,
Ini adalah kesulitan yang jatuh,
Sebagai solo oleh saya.