Oleh: Che Lee Q. Ghee
Keuskupan Agung Merauke sekarang telah mencapai 118 tahun (14 Agustus 1905 – 14 Agustus 2023). Usianya boleh dikatakan sudah matang. Karena itu, sangat pantas apabila Tahta Suci Vatikan mempercayakan imam pribumi lokal untuk menggembalakan umat di Keuskupan Agung Merauke.
“Usia Keuskupan ini sudah tua. Selayaknya, kalau gereja semakin dewasa (partikular) tidak perlu lagi mendatangkan orang dari luar. Imam asli setempat layak pimpin,” kata seorang mama yang tidak mau menyebutkan namnya pada Sabtu, (3/6/24).
Sayangnya, usia yang sangat dewasa ini, pertumbuhan gereja di keuskupan ini terkesan berjalan di tempat. Gereja sudah tua, akan tetapi masih mendatangkan calon imam (frater) dan mengontrak imam dari luar Papua, yang kurang mengenal karakteristik masyarakat, budaya, wilayah dan dinamika pastoral.
Pertumbuhan Imam Lokal
Dari rahmat Bunda Maria, dan Clara Sukai Gebze yang menjadi dasar gereja Katolik di Keuskupan Agung Merauke melalui Baptisan pertama pada 14 Desember 1905 telah melahirkan banyak benih-benih iman [imam].
Rahim-rahim benih imam itu dapat dilihat dari mereka yang sedang tidur panjang. Dengan hormat kita sebut Sr. M. Ancilla Yemik Ndiken PBHK, Sr. Katarina Samkakai PBHK, Sr. M. Feralinda Wonbonggo PBHK, Sr. M. Susan Mekiuw PBHK, Sr. Clara Mahuze PBHK, Sr. Margaretha Mahuze PBHK, dan lainnya.
Dasar rahim imam dan iman di Keuskupan ini tidak “kebiri.” Seribu Clara Sukai Gebze telah melahirkan beberapa anak-anaknya dalam Roh Tuhan selama 119 tahun.
Pembatasan Studi Lanjut
Ada imam asli Marind, Muyu, Mandobo, Kepi dan lainnya. Tetapi selama ratusan tahun ini, dari komunitas biarawan/ti ataupun keuskupan kurang memberikan kesempatan dan dukungan kepada anak-anak asli setempat untuk melanjutkan studi lanjut.
Selalu dibatasi oleh pemimpin dan atasan yang mendominasi suatu komunitas dengan berbagai dalil secara sistematis, terstruktur dan berkelanjutan.
Lebih banyak memprioritaskan orang luar. Anak-anak setempat hanya menjadi objek dan penonton dalam hirarki Gereja Katolik disini. Bantuan dana Otsus Papua yang masuk atas nama orang asli Papua sekalipun, sama sekali tidak berkehendak untuk membiayai studi lanjut pada jenjang pendidikan lebih tinggi setingkat doktoral.
Kepantasan Orang Lokal
Tidak perlu diragukan lagi. Sebab dari segi akademisi, memang kesiapan sumber daya manusia (gereja lokal) sangat lemah. Namun, bukan berarti benih imam Kristus di Tanah Rawa mati total (sama sekali). Ada benih-benih iman dan imam yang lahir dari rahim-rahim Bunda Maria lokal, Clara Sukai Gebze dkk.
Dari segi pengalaman pastoral, etika hidup dalam menggereja dan bermasyarakat bisa dapat mempertimbangkan juga.
Suara Hati Nurani Umat
Hari ini umat masih menantikan Uskup Agung Merauke yang baru. Seorang gembala yang lahir dari rahim perempuan Marind, Muyu, Mandobo, Kepi, dan sekitarnya. Juga anak-anak perintis dan lainnya yang lahir besar di wilayah ini. Dengan kata lain, mereka yang paham dinamika pastoral di keuskupan tercinta ini.
Selama 118 tahun dipimpin oleh orang asing (Eropa) dan Indonesia dari wilayah lain. Sekarang adalah waktunya Tahta Suci Vatikan mengumumkan imam setempat untuk menggembalakan umatnya. Hal ini sangat penting untuk membuat gereja ini semakin berakar dan kokoh di Tanah Papua ini.
Harapan Kepada Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan bisa mempertimbangkan benih-benih cinta yang lahir, besar, tumbuh dan berkembang diatas tanah rawa. Sebuah benih imam Katolik yang sungguh-sungguh paham akan karakteristik masyarakat, budaya, wilayah dan dinamika pastoralnya.
Sekali lagi, Tahta Suci Vatikan harus ingat suara Roh Tuhan melalui suara hati nurani umat di Keuskupan Agung Merauke dari kalangan imam lokal. Anak asli setempat pantas pimpin di Keuskupan Agung Merauke.
)* Penulis adalah umat Katolik di Papua.