Oleh: Benyamin Lagowan
Enam bulan lamanya saya di Wamena dalam tahun 2023-2024. Waktu lalu, ketika naik peswat Trigana Air IL272 tujuan Jayapura, hati saya tersentuh memandang indahnya kali Baliem (Palima/Parima) yang panjang dan berliku-liku.
Kali Baliem ialah kali terbesar di Papua Pegunungan, yang telah memberi kehidupan bagi manusia dan semua makhluk Lembah Baliem. Kali/Sungai Baliem atau Palima dalam dialek orang Huwula adalah berkat dan ciptaan Tuhan untuk Orang Lanny di Hilir dan Orang Huwula, Yali hingga Boven Digoel di hulu.
Tak terbatas peran dan manfaat kali ini dalam sejarah hidup semua entitas makhluk hidup di Lembah Baliem. Kami di Lembah Kota Wamena selama ribuan tahun telah memanfaatkan kali Baliem utk konsumsi langsung maupun mencuci dn mandi.
Meski warnanya kerab kabur, tapi tidak pernah mengganggu kesehatan. Karena kualitasnya cukup baik. Dari generasi ke generasi orang Baliem telah menggunakan air tsb sbg sumber kehidupan.
Akan tetapi pemandangan hari ini sejak beberapa tahun belakangan, mulai agak berbeda. Ada genangan air di sepanjang bantaran kali Baliem. Padahal curah hujan di Baliem tidak terlalu tinggi. Hanya sekitar 2-3 kali turun hujan dalam seminggu trakhir.
Kita sering mendengar kerapkali di beberapa wilayah ini diterpa banjir terus menerus. Padahal pada beberapa tahun silam tak pernah terjadi. Ada masalah apa gerangan?
Tentu ini ada kaitan dengan proses pendangkalan yang mulai terjadi dibeberapa mata kali kecil di sekitar Kota Wamena. Bisa kita lihat di muara kali Heloima, Hetuima, Muleleima dan Bahkan Ueima.
Ada endapan sampah pabrikan. Plastik, karung, besi, botol, pempers hingga perabotan rumah tangga lainnya. Kebanyakan barang2 yg sulit terurai atau bukan bahan bakaran sempurna berbahan dasar plastik dan besi bahkan karet.
Dihulu kali Heloima, kampung halaman saya. Tempat saya lahir 30 tahun lalu. Dulu, muara kali Heloima adalah tempat kami mandi, mencari ikan bahkan mencuci makanan spt ubi ubian. Tapi kini, setelah 30 tahun, sudah berubah kualitas dan reliefnya.
Dibantaran kali dari jmbatan Heloima telah banyak sampah tersangkut sana sini. Di muara sudah terjadi pendangkalan. Bahkan hingga di kali Baliem, terjadi endapan sampah yang membuat kami merasa telah terjadi pendangkalan.
Dahulu banyak pemancing dari OAP pesisir dan Mee sering duduk mancing ikan. Kini mulai berkurang. Ukuran ikan yang didapat mkin kecil. Ikan2 endemik spt mas dan mujair mulai berkurang. Apalagi udang endemik kali Baliem yang besar dan berfariasi warnanya. Semua seolah makin sulit ditemukan.
Dalam 3 Periode saja telah terjadi perubahan besar terhadap alam kami, tanah, air, sungai, kali dan gunung2. Bagaimana dengan 30 Tahun mendatang? Apa jadinya jika manusia sbg makhluk mulia berakal budi tidak segera memahami dan menyadari penting dan vitalnya peran air dan kali bagi kelangsungan dan eksistensi ekosistem makhluk manusia?
Kita akan menciptakan kiamat sendiri karena suatu waktu sungai Baliem akan menguap dan tergenang kembali membentuk danau yang menurut Pastor Fransz Lieshout, Wamena adalah kota yang terbentuk setelah keringnya suatu danau besar di masa pra sejarah.
Kita akan musnah dan kesulitan sebab Kali Baliem adalah satu-satu kali terbesar yang menjadi muara bagi semua kali di Provinsi Papua Pegunungan. Tidak ada laut atau danau terdekat yg menjadi muara akhir dari kali Baliem. Hanya laut Papua Selatan dan itu sangat jauh.
Kita justeru terancam terdampak genangan dari berbagai air hasil turunnya hujan dan aliran berbagai muara kali2 kecil. Tapi semua tergantung pada kita manusia hari ini, apakah ingin menitipan malapetaka bagi generasi mendatang atau keselamatan sbg warisan tanpa petaka. (*)
*) Dokter Muda Papua asal Wamena