Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Konten Bobon Santoso Bentuk Eksploitasi Komodifikasi Atas Identitas Dan Penderitaan Bangsa Terjajah di Papua
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Pena Papua > Catatan Aktivis Papua > Konten Bobon Santoso Bentuk Eksploitasi Komodifikasi Atas Identitas Dan Penderitaan Bangsa Terjajah di Papua
Catatan Aktivis Papua

Konten Bobon Santoso Bentuk Eksploitasi Komodifikasi Atas Identitas Dan Penderitaan Bangsa Terjajah di Papua

admin
Last updated: April 29, 2024 12:19
By
admin
Byadmin
Follow:
1 year ago
Share
5 Min Read
SHARE

Oleh: Victor Yeimo

Iklan Nirmeke
Ad image

Konten kreator Bobon Santoso menangis karena orang Papua di pedalaman tidak pernah lihat dan makan sapi? Jadi, apakah karena tidak lihat dan makan Sapi, hanya minum air kali dan makan sagu/ubi lantas diasosiasikan sebagai bodoh/miskin atau tidak beradab?  Tentu banyak literatur untuk menggambarkan kondisi ini secara teori.

Filsuf dan Psikolog Frantz Fanon misalnya menyebut ini sebagai fenomena dimana penjajah bukan saja menjajah secara ekonomi politik, atau bukan saja suatu psikologi rasial bangsa penjajah yang merasa superior, tetapi juga merupakan eksploitasi dan komodifikasi atas identitas dan penderitaan bangsa terjajah.

Emosi kesedihan si Bonbon dibentuk oleh kesadaran palsu atau persepsi superioritas bangsaya bahwa orang Papua belum beradab bila tidak lihat atau makan sapi, nasi, minum air kran, dsb. Bahkan soal konsumsi lokal Papua diasumsikan sebagai keterbelakangan. Bahwa standar hidup kolonial adalah satu-satunya ukuran kemajuan dan keadaban yang sah. Hal ini mencerminkan hegemoni budaya dan pemikiran kolonial yang mendasari kesadaran palsu.

Padahal orang Papua tidak perlu sapi atau makan nasi agar dibilang beradab, karena tujuan penjajah adalah menghapus dan mengganti identitas bangsa terjajah dengan identitas penjajah. Dalam konstruksi kesadaran palsu, Penjajah menafikan atau merendahkan nilai-nilai budaya asli bangsa terjajah, menggantikannya dengan budaya penjajah.

Kedua, Otak Bombon Santoso dan bangsa penjajah diproduksi oleh hegemoni budaya dan pemikiran kolonial yang bertujuan untuk mempertahankan dan memperkuat struktur dominasinya. Itu sangat jelas dari pembuatan konten yang difasilitasi TNI/Polri yang sedang melancarkan pencitraan bantuan sosial dibalik operasi berdarah-darah di Tanah Papua.

Baca Juga:  Bangsa Papua Dibawah Bayang-Bayang Pemilu Kolonial

Ketiga, Konten Bonbon ini juga untuk menciptakan Internalisasi penindasan. Ini adalah teori Frantz Fanon, dimana bangsa terjajah mulai mengadopsi pandangan dan nilai-nilai yang diimpor oleh penjajah, sehingga mereka merasa bahwa budaya dan identitas mereka sendiri tidak sebanding dengan standar yang ditetapkan oleh penjajah.

Jadi orang Papua yang menyerang tulisan pejuang Pilipus Robaha dan mendukung Bonbon sesungguhnya mengidap penyakit inferioriti kompleks. Suatu perasaan malu, rendah diri, dan ketidakpercayaan terhadap identitas budaya sendiri dan membenarkan cara budaya penjajah. Mereka tidak paham bahwa itu adalah justifikasi penindasan politik, ekonomi, dan sosial yang diterapkan oleh penjajah atas bangsa terjajah.

Bangsa Papua merasa bahwa budaya dan identitas mereka sendiri tidak sebanding dengan standar yang ditetapkan oleh penjajah sehingga mereka mendukung penjajah sambil merendahkan bangsanya. Ini terjadi karena tekanan sosial, pendidikan yang dikontrol oleh penjajah, dan pengaruh media yang mempromosikan gambaran yang merendahkan tentang budaya bangsa Papua.

Keempat, ketika kesadaran palsu bangsa penjajah sudah terbentuk, secara atau kolektif penjajah mengkomoditaskan ras penderitaaan bangsa terjajah untuk keuntungan ekonomi. Jadi apa yang dilakukan Bonbon dan TNI ini tidak hanya memperkuat pandangan kolonial tentang superioritas rasial penjajah, tetapi juga memperdagangkan dan mengkomodifikasi identitas dan penderitaan bangsa terjajah sebagai barang konsumsi yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi, yakni untuk konten mecari cuan, dan memperlancar TNI menyedot APBN negara.

Baca Juga:  Penting Membaca Buku Bertani dan Berkebun di Papua

Kita bangsa Papua harus pahami bahwa penjajah membutuhkan pembenaran moral untuk menguasai dan mengeksploitasi bangsa terjajah. Dengan merendahkan budaya dan identitas bangsa terjajah sebagai “tidak beradab” atau “primitif”, bangsa penjajah memperkuat narasi superioritas mereka sendiri dan kebutuhan mereka untuk “mencerahkan” atau “memperadabkan” bangsa terjajah.

Dengan menciptakan citra negatif tentang budaya dan identitas bangsa terjajah, bangsa penjajah membenarkan pengeksploitasian sumber daya alam dan manusia bangsa terjajah.

Iklan Nirmeke
Ad image

Tujuan memperkuat pandangan bahwa bangsa terjajah tidak mampu mengelola atau memanfaatkan sumber daya mereka sendiri dengan baik adalah alasan bagi penjajah untuk mengambil alih kontrol.

Ini digunakan untuk membenarkan kekerasan yang diterapkan oleh penjajah untuk menekan perlawanan bangsa terjajah dan mempertahankan kekuasaan mereka. Bangsa penjajah sering menggunakan stereotip kriminal, teroris, pengacau pada perjuangan bangsa terjajah sebagai alasan untuk tindakan represif mereka. Itulah yang sedag dilakukan di West Papua.

Karenanya, kita bangsa Papua mesti membangkitkan kesadaran akan identitas budaya kita sendiri, menolak pandangan merendahkan yang diimpor oleh penjajah, dan memperjuangkan pembebasan dari hegemoni budaya dan politik kolonial. Kita mesti membangun kesadaran kolektif, menguatkan solidaritas antar sesama bangsa terjajah, dan melawan penindasan serta eksploitasi yang dilakukan oleh bangsa penjajah. (*)

You Might Also Like

Masyarakat Adat Agimuga Tolak Rencana Eksploitasi Migas

EMPOWERMENT SOSIALISME

Kedunguan Ismail Asso Dkk Dalam Penempatan Sepihak Kantor Pusat Pemerintahan PPP Di Wamena

Fajar Dari Timur (Aurora ab Oriente) Benar-Benar Bersinar

Kepahlawanan dan Patriotisme

TAGGED:Bobon Santoso ke PapuaEksploitasi Komodifikasi Atas Identitas Dan Penderitaan Bangsa Terjajah di Papua

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Enam Pimpinan MRP se-Tanah Papua Ingin Semua Kepala Daerah Diduduki Orang Asli Papua
Next Article Jadi Penulis Harus “Tahan Banting”
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Mahasiswa Lanny Jaya di Makassar Tolak Pembangunan Pos Militer di Distrik Melagineri
Tanah Papua
2 days ago
Bupati Yahukimo Hadiri Pelantikan 35 Anggota DPRK Periode 2025–2030
Tanah Papua
2 days ago
Mahasiswa Papua di Sumatera Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Wamena
Tanah Papua
2 days ago
Kekurangan Guru dan Dampak Banjir Hambat Pendidikan di Jayawijaya
Pendidikan
4 days ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
Catatan Aktivis Papua

Mengupas Pro-Kontra Penempatan Lokasi Kantor Gubernur Papua Pegunungan

2 years ago
Catatan Aktivis PapuaHeadline

Alasan Pelajar di Papua Pegunungan Tolak Makan Bergizi Gratis

3 months ago
Catatan Aktivis Papua

Yesus Itu Sosialis, Sang Pemberontak!

2 years ago
Catatan Aktivis PapuaPendidikan

Butuh Kepedulian Bersama Untuk Berantas Buta Aksara Di Kampung Kumuluk, Lanny Jaya

1 year ago
Catatan Aktivis Papua

Pesan Perpisahan Untuk Pilot Philip Mark Merthens

8 months ago
Catatan Aktivis PapuaKesehatan

Pentingnya Proteksi Dan Konservasi Kali Baliem Dari Pendangkalan Sampah

1 year ago
Catatan Aktivis PapuaEditorial

Transmigrasi Sebagai Alat Kolonisasi di Melanesia Barat (Papua Barat)

7 months ago
Catatan Aktivis Papua

ULMWP Milik Rakyat Papua Bukan Milik Kelompok

2 years ago
Catatan Aktivis Papua

Saat Jalan Damai Dipasung Senjata (Sabda Minggu)

2 years ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?