Hugulama, nirmeke.com — Umat katolik di kapela santo Yohanes Yogonima, paroki Pugima kembali melakukan aksi lukatok pada Sabtu, 29 September 2023. Umat masih berkomitmen untuk membangun gereja manusia ketimbang gedung gereja dalam gereja katolik di Tanah Papua, khususnya Keuskupan Jayapura.
Sebanyak 200-an orang membanjiri di halaman gereja untuk menggelar aksi lukatok. Frengki Hisage, salah satu penggerak di gereja ini melaporkan bahwa dana yang dikumpulkan dalam aksi ini berjumlah Rp 1.280 ribu (satu juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah).
“Uang yang masuk sebanyak satu juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah,” ujar Frengki Hisage kepada media ini.
Kata Frengki, uang tersebut didapatkan dari hasil olah kebun, seperti sayur kol, buncis, wortel, kentang, bawang, rica, labu siang, liwoka, kayu bakar, kayu buah, gelang, madu, dan masih banyak lagi.
Umat manfaatkan potensi tanah adat dan hutan adat. Mereka mencari makan sekaligus mengelola dari kekayaan alam sekitar.
“Uang ini umat kumpul dari hasil keringat sendiri. Kami kerja kebun, dan jual di pasar. Baru hasil jualannya kami sisihkan untuk anak-anak kami yang sekolah di Wamena, Jayapura, Jakarta dan lainnya,” lanjut Hisage kepada jurnalis Nirmeke pada Senin, (2/10/23).
Aksi ini dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan bersama pengurus gereja dan umat setempat. Mereka sepakat bahwa setiap hari Sabtu pada akhir bulan akan melakukan aksi lukatok.
Akhir bulan Oktober ini ataupun bulan-bulan yang akan datang pun akan melakukan yang sama. Desember sekalipun, tetap akan lanjutkan, karena ink merupakan kesepakatan bersama.
“Ini program wajib dan rutin untuk menjawab masalah anak-anak yang sekolah. Kami tidak bisa harap sama siapapun. Keselamatan ada di tangan kami, jadi kami harus harus selamatkan anak-anak kami. Cukup kami yang korban, tidak tahu baca tulis. Adik-adik dan anak-anak kami tidak boleh putus sekolah dan ikut jejak kami,” ujar Pakiat Itlait’c, ucap ketua kring di kapela ini.
Weakalok Itlait’c, seorang pendiri gereja ini menyatakan bahwa dirinya bersama orang-orang tua yang lain cukup bangun gedung gereja dengan latar belakang pendidikan yang terbatas. Ia berpesan agar anak-anak harus bangun gereja manusia dulu baru memikirkan untuk buat pagar gereja dan lainnya.
“Dulu kami pikir gedung gereja yang penting. Tapi sekarang kami paham, bawah gereja manusia utama. Jadi anak-anak harus sekolah dulu. Sekolah baik baru bisa lihat pagar yang rusak. Tugas kami sudah bangun gedung gereja. Anak-anak sekarang bangun manusia dulu baru pikir yang lain,” demikian kata pria yang berusia 70 tahun itu.

Seorang mama, yang bernama Mega Hisage menceritakan pengalaman dia sebelum melakukan aksi. Kata dia, sudah tahu informasi untuk melakukan aksi ini.
“Kami tahu. Karena bapa pewarta, ketua kering, ketua OMK dan lain selalu kasih ingat di gereja. Kalau ketemu di jalan juga kasih tahu. Jadi saya kerja kebun, baru bawa jual jalan kaki ke pasar. Baru kalau laku, lain saya beli garam, sabun dan lainnya. Tapi lainnya saya sisipkan untuk aksi,” katanya dengan semangat yang tinggi.
Dia pernah sekolah hingga di tingkat SMP. Tetapi tidak lanjut karena keterbatasan biaya. Karena itu, terpaksa dia kawin dan menikah. Sekarang dia mempunyai tiga anak.
“Dulu saya sekolah. Tapi putus di tengah jalan karena uang tidak ada. Saya pernah menangis karena itu. Pengalaman itu cukup kami yang alami. Anak-anak kami tidak perlu merasakan hal yang sama,” katanya lagi sambil memikul noken dan anak yang berusia dua tahun.
Mama ini tahu bahwa tidak ada anak-anaknya yang sekolah di SMP, SMA/SMA atau kuliah. Tetapi dia lakukan dengan pengalamannya dan dengan keprihatinan kepada anak-anak yang sedang sekolah.
Aksi lukatok yang diadakan dari pagu hingga sore ini merupakan yang keempat kali. Untuk tetap mendukung sumber daya manusia dalam gereja ini, umat akan kembali melakukan aksi yang sama pada 28 Oktober mendatang.(*)
Pewarta: Soleman Itlay