Oleh A. Mirin
Di dalam foto ini terlihat jelas kalau seorang lelaki tua bersama keluarganya berdiri dibawah tangga Burung Besi, mereka berdiri dari depan kebelakang. Kemudian lelaki tua itu berdiri dibawah tangga pesawat dan berdoa sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan ke pesawat, dimana anaknya berada.
Sedangkan tanta dan Ibunya tak menahan air mata kesedihan. Anak itu bernama Junior sedangkan ayahnya bernama Sebbilon. Berikut kisah cerita mereka.
Anakku yang kusayangi, ayah tidak relah melepaskan dirimu berangkat bersama Burung Besi ke tempat dimana tidak ada makan dan minum gratis seperti disini. Tetapi ayah dan ibumu akan berdoa siang dan malam. Anak jangan pernah lupa nasihat dari kami semua tadi malam, kami semua yakin bahwa Tuhan akan bersama anak sampai Kembali kesini dengan keadaan yang aman setelah sukses di Pendidikan.
Begitulah doa seorang ayah sambil mengangkat kedua tangannya dan mengarahkan kearah Junior anaknya yang sedang dalam pesawat yang sibuk memakai sabuk pengaman (seat Belt). Air matapun tak terbendung, jatuh tanpa henti membasahi wajah sang ayah. Begitupun ibunya yang dibelakang dan tanta yang tua, mereka semua menangis melihat Junior yang masih belum umur tapi pergi ke kota demi melanjutkan sekolahnya.
Junior adalah anak lelaki kesayangan ayah, yang satu -satunya, semuanya perempuan dan sudah berkeluarga. Junior yang didalam pesawat menahan kesedihan juga, terlihat jelas teman bermainnya selama dikampung dan anak-anak dari tanta menangis dipinggir lapangan terbang. Sungguh hari yang tak akan pernah melupakan dari ingatan.
Pagi itu Burung Besi yang membawa Junior sudah mulai take off dan meninggalkan kampungnya berlahan hingga akhirnya tiba dikota. Disana ada kakak laki-laki dari bapa tua yang sedang kerja sebagai tenaga pembantu di salah satu kantor pemerintah, menjemput Junior. Setelah ketemu mereka saling menyapa dalam bahasa ibu mereka.
Selanjutnya ke rumah kakak dari bapa tua yang menjemput tadi, kemudian kasih satu kamar untuk Junior tinggal. Setelah itu mereka masak dan makan siang bersama lalu kasih arahkan terutama menceritakan situasi kota, sekalian kasih nasihat.
Hari berikutnya Junior didaftarkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan ambil jurusan Teknik Mesin. Setelah selesai SMK tahun 2014, Junior memilih lanjut sekolah pilot di Jawa Tengah. Disana sering kirim foto-foto dan video clipt saat latihan menerbangkan pesawat untuk kakak dari bapa tua yang membiayai selama ini dan untuk orang tua yang selalu mendoakan selama ini dikampung.
Sejak 2014 Junior ke Pulau Jawa dan foto-fotonya sudah tersebar dan terinspirasi banyak anak-anak mudah dikampung. Sayangnya Junior tidak bisa menyelesaikan sekolah pilotnya tepat waktu karena kendala dengan biaya.
Kakak yang selama ini membantu tidak bisa bantu lagi karena selain biaya penerbangan yang terlalu mahal dan tidak cukup dengan gaji honorer yang hanya dapat tiga juta berbulan. Selain itu kakaknya juga mulai sibuk dengan urus keluarga barunya sejak menikah beberapa waktu lalu. Junior yang selalu fokus belajar dan tidak pernah terpengaruh dengan hal-hal negative mulai terpengaruh.
Junior sering ikut merokok dan minum minuman beralcohol bersama teman-teman yang terbiasa dengan kehidupan kota. Junior stress dan kehilangan harapan untuk mencapai mimpinya menjadi seorang pilot. Mau Kembali juga tidak bisa karena tidak ada uang tiket untuk pulang ke Papua, kampung halamannya.
Teman-teman yang masuk sekolah pilot sama-sama waktu itu sudah mau selesai dan kasih undangan untuk hadir pada saat mereka wisuda, tetapi Junior tidak ikut jadi mereka kirim foto-foto wisuda membuat Junior tambah stress dan sejak itu mulai mabuk, merokok dan sering isap ganja.
Sedangkan ayah dan ibunya jual Sagu, ikan dan hasil buruannya untuk bantu anak mereka tapi apalah dayanya jika tangan tak mencapai. Semua itu tidak cukup, sehingga jalan ketemu pemerintah daerah dan kasih tunjuk foto-fotonya pada saat anak mereka praktek latihan menerbangkan burung besi.
Sayangnya pemerintah janji-janji saja sampai pemerintah ganti lagi setelah pemilihan. Mereka tidak pernah mebantu Junior untuk lanjut sekolah pilot lagi. Seiring berjalannya waktu Ayah Junior tidak lagi kuat seperti beberapa tahun yang lalu bisa jalan kaki sampai ibu kota di kabupaten mereka dan ketemu Bupati atau ketua DPR dan memintah bantuan.
Ayah dan ibunya mulai sakit-sakit karena factor usia dan karena mereka jalan kaki ke kota jadi kena malaria tapi bertahan demi melihat anak mereka. Junior sendiri tidak pernah datang taruh muka untuk kedua orang tuanya. Akhirnya Ayah yang selama ini mendoakan Junior untuk menjadi seorang pilot meninggal dunia dan pergi menghadap sang pencipta.
Ayahnya pergi meninggalkan Junior untuk selamanya. Tetapi doa dari ayah terjawab Ketika kakak dari bapa tuanya menjadi kepala dinas Pendidikan di kota mereka. Kakaknya telepon dan suruh naik pesawat ke Papua, setelah itu Junior balik dan tandatangan kontrak beasiswa dari pemerintah daerah. Kemudian balik ke Jawa lagi untuk selesaikan beberapa tahapan yang belum selesai dan balik ke Papua untuk melayani masyarakat didaerahnya.
Begitulah kisah Junior dan doa dari ayahnya. Kedua orang tuanya tidak melihat anak mereka terbangkan pesawat dikampung mereka tetapi Tuhan dengar doa dan kerinduan mereka. Sehingga Junior bisa selesai sekolah penerbangan dan sekarang mulai membantu disana.
Doa seorang ayah didengar Tuhan tetapi jawabnya pelan sesuai waktunya, selamat buat Junior yang down karena situasi tetapi tidak pernah lupa harapannya. Akhir mencapai impian menjadi seorang pilot. Biaya boleh menjadi kendala tetapi jangan pernah putus harapanakan cita-citanya karena semuanya ada dalam rencanagan sang waktu.
Kisah Junior dan doa dari ayahnya adalah salah satu dari sekian banyak kisah hidup anak-anak Papua. Pesan moril dari cerita fiktif ini adalah bahwa mayoritas anak -anak Papua pada umumnya berasal dari daerah terpencil dan terisolasi. Sehingga banyak yang mengalami kendala, terutama biaya kulaih.
Walaupun anak-anak Papua didaerah Pesisir punya akses yang lebih tersedia untuk dari dan ke kota tetapi bukan berarti tidak mengalami kesusahan. Suka dan duka bersama orang tua dan terlebih lagi meninggalkan orang tua demi menggapai cita-cita adalah keputusan yang tidak mudah.
Sebagai anak Papua yang berasal dari balik gunung, dilembah sunyi dan dipesisir Papua yang selalu menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman sebayanya dikampung. Serta dilautan yang tersimpan sejuta kenangan yang tak akan pernah menceritakan karena semua pengalaman pahit dan manis dimasa mudahnya tak pernah ceritakan melalui tulisan dengan pena di kertas putih tetapi tersimpan rapi dalan ingatan mereka.
Mohon Maaf jika cerita ini ada kesamaan nama, dan menyinggung perasaan seseorang. Masukan dan kritik dari Pembaca akan membantu Penulis dikemudian hari.
(fiksi)