Oleh: Socrates Sofyan Yoman
Kekerasan di Papua sampai detik ini terus terjadi Aparat keamanan, menjadi salah satu bagian dari rantai kekerasan itu. Hingga muncul dugaan bahwa kekerasan ini dibiarkan karena ada kepentingan bisnis keamanan.
Hal ini tak berlebihan karena sejarah konflik di Timor Leste dan Aceh mengungkapkan hal itu. Proyek keamanan di dalam daerah konflik itu pernah terjadi. Setelah Timor Leste sudah merdeka dan Aceh sudah didamaikan dengan perjanjian Helsinki, proyek keamanan’ itu bergeser ke Papua.
Beberapa contoh konflik yang terjadi di daerah Papua, seperti yang terjadi di daerah Nduga, juga aksi-aksi aparat keamanan telah menunjukkan tindakan kekerasan yang memakan korban di kalangan masyarakat sipil. Kekerasan demi kekerasan dalam konflik di Nduga tidak bisa dipantau karena aparat keamanan mengisolasi daerah itu dan menutup akses para pekerja kemanusiaan dan hak asasi manusia. Korban masyarakat semakin banyak dan tak bisa tertolong. Hal ini menimbulkan persoalan kemanusiaan yang terjadi.
Desakan penghentian aksi militer dan kepolisian dalam operasi keamanan di Nduga tak pernah dilakukan. Padahal Presiden RI Joko Widodo pernah memerintahkan untuk menarik pasukan dari Nduga pada awal tahun 2019. Kemudian, Bupati dan Wakil Bupati Nduga, Tokoh masyarakat Nduga dan
pemimpin Gereja dan semua orang yang peduli kemanusiaan dan kedamaian pun meminta agar pasukan TNI-Polri ditarik dari Nduga. Namun, hal ini tak didengar juga
Pertanyaannya, mengapa TNI dan Polri tidak mau keluar dari daerah Nduga? Mengapa TNI-Polri menjadi manusia yang mengabaikan hati nurani dan menjadi orang-orang bermoral rendah serta berwatak kriminal? Apakah ada kaitan dengan kepentingan ekonomi dan bisnis di Papua?
Berulang kali pimpinan TNI dan Polri selalu mengatakan menjaga NKRI sebagai alasan dalam mempertahankan operasi militer dan keamanan di Papua. Padahal, di balik alasan itu sebenarnya TNI-Polri juga menjaga bisnis dan ekonomi dari para pebisnis dan konglomerat di Papua.
Para elit di aparat keamanan dan para pengusaha melancarkan dan mengembangkan usaha mereka dan berlindung dengan jargon NKRI harga mati. TNI-Polri juga menciptakan stigma OPM, separatis, makar dan sebutan terbaru KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata).
Ita Wakhu Purom, Minggu, 1 Maret 2020
Negara memanfaatkan sumber daya alam masyarakat lokal dengan mengintimidasi mereka menggunalan moncong senjata dan di berlindung di dalam naungan TNI & Polri