Oleh: Paskalis Kossay
Pelecehan Budaya Masyarakat Adat Laapago dan Meepago di Depan Presiden Joko Widodo
Pada 7 Juli 2023 Badan Inteljen Negara (BIN) bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ( Kemenpakraf ) menyelenggarakan event promosi karya kreatifitas anak muda Papua yang dikemas dengan topik ” Street Carnaval dilaksanakan dipelataran bibir pantai Dok II Kantor Gubernur Papua.
Event ini ditampilkan karya-karya kreasi baru anak muda Papua dalam berbagai bentuk dan kemasan. Antara lain, desain pakaian masyarakat adat dari 7 wilayah adat ditanah Papua, busana kolaboratif kemasan hasil produk lokal kopi Wamena, ikan species khusus danau Sentani, daun pembungkus papeda, kreasi tifa ukuran besar, dan lain-lain.
Semua materi promosi berjalan baik, disambut hangat oleh Presiden dan para Menteri serta penonton lainnya. Namun giliran promosi busana adat masyarakat adat Laapago dan Meepago, suasana berubah menjadi bahan tertawaan. Hal ini terlihat dari mimik wajah Presiden Jokowi berubah melepaskan senyum khasnya termasuk para Menteri.
Mengapa suasana berubah menjadi bahan tertawaan? Disinilah titik poin krusialnya perdebatan yang perlu diklarifikasi oleh Penyelenggara tentunya. Oleh karena penampilan busana koteka yang dipakai oleh peragawan tidak sesuai dengan tradisi masyarakat adat Laapago dan Meepago. Mereka ini seluruh tubuhnya dipoles dengan arang hitam pekat, kemudian memakai koteka ditancapkan dalam celana, dan berjalan lenggang lenggok didepan Presiden Jokowi sambil memegang kedua tangannya sebuah batang koteka yang dipakainya.
Peristiwa ini tentu saja membuat bahan tertawaan bagi semua yang menghadiri dalam event ini termasuk Presiden Jokowi. Kejadian itu merupakan suatu pelecehan terhadap nilai budaya yang dimiliki masyarakat adat Laapago dan Meepago. Sebab dari jaman moyang sampai dengan hari ini masyarakat adat Laapago dan Meepago tidak pernah memakai busana adat (koteka) seperti yang diperagakan para peragawan itu.
Orang Laapago dan Meepago cukup kecewa berat dengan promosi cara pemakaian koteka yang diluar konteks nilai budaya yang dipahami masyarakat adat Laapago dan Meepago. Cara pemakaian busana adat secara tidak tepat begitu sama dengan sengaja menghianati nilai budaya masyarakat adat Laapago dan Meepago.
Oleh karena itu diminta harus ada yang bertanggung jawab mengklarifikasi perbuatan pelecahan ini. Sebab perbuatan ini tidak memberikan nilai edukasi yang tepat kepada publik. Sebaliknya sengaja merusak nilai-nilai kesakralan tradisi dan adat istiadat suatu suku dan bangsa.
Akhirnya kita semua pertanyakan, apa tujuan sebenarnya promosi busana adat atau koteka tersebut dalam even ini. Tujuan ekonomi ka, atau politik. Tidak jelas. Sebab kalau tujuannya mempromosikan nilai ekonomi dari busana adat ini, tentunya para peragawan memakainya dengan tepat sesuai kebiasaan yang dipakai masyarakat adat kedua wilayah adat tersebut.
Namun demikian, event ini bukan mendatangkan minat pariwisata bisnis ekonomi , makanya dikemas secara asal-asalan dengan menabrak etika dan tata krama pemakaian koteka itu sendiri. Hal ini sangat memprihatikan bagi kita khususnya bagi pemilik busana adat koteka. Harga diri dan martabat kita diinjak -injak oleh sekelompok orang yang merancang event kontroversial ini.
Karena itu kita tidak mau tinggal diam, sementara harga diri kita dihina didepan publik apalagi didepan Presiden. Maka kita menuntut agar ada harga yang harus dibayar. Kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreaktif maupun Kepala BIN untuk bertanggung jawab memulihkan nama baik martabat serta harga diri masyarakat adat koteka Laapago dan Meepago dalam bentuk klarifikasi resmi dan permintaan maaf.
Demikian Press Release ini disampaikan keruang publik ini supaya dapat dibaca oleh setiap orang dan juga supaya bisa dikutip oleh berbagai media sosial maupun media lainnya.
)* Tokoh masyarakat wilayah adat Laapago
Bisa dipastikan bahwa yang menggunakan busana sembarangan semacam ini mereka yang suka menjual harga diri..