Jayapura, nirmeke.com – Merasa lahan perkebunan warga di rampas oleh pemerintah, perwakilan masyarakat adat tiga Aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal adukan ke Komnas HAM RI, pada Jumat, (9/6/2023) kemarin.
Laporan pengaduan tersebut di terima langsung oleh Komisioner Pengaduan Komnas HAM RI Hari Wibowo di kantor Komnas HAM RI di Jakarta.
Bonny Lanni warga Welesi usai mendatangi Kantor Komnas HAM RI di Jakarta guna mengadukan perampasan tanah adat masyarakat milik masyarakat Welesi, Wouma dan Assolokobal di Wamena, Provinsi Papua Pegunungan.
“Saya dari Wamena datang ke Jakarta untuk mencari keadilan karena lahan atau kebun kami di rampas habis oleh Jhon Wempi Wetipo selaku Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri),” ujarnya.
Menurut Bonny, ada 4 masalah penting yang saat ini sedang terjadi di lapangan lokasi penempatan pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan.
Pertama, kata Bonny, ada Tanah sengketa antar suku Mukoko dengan Welesi yang menjadi tempat perang suku diduga mau di ambil alih oleh Wamendagri untuk bangun kantor Gubernur.
“Dalam proses penempatan, Pak Wamen sendiri tidak pernah komunikasi baik dengan masyarakat asli di sekitar lokasi tersebut bahkan ke pemerintah daerah setempat sebagai pemerintah yang mengatur wilayah administratif di Jayawijaya namun dia serobot masuk,”
Bonny juga menegaskan pemerintah sampai saat ini belum punya master plan pembangunan kantor Provinsi Papua Pegunungan karena tidak ada anggaran dari Pusat namun di Wamena sepertinya di paksakan seperti mau di bangun rumah sendiri.
“Akibat banyaknya protes dari masyarakat di lapangan termasuk pencabutan patok di lokasi sehingga Wempi Wetipo selaku Wamendagri menurunkan aparat TNI dengan peralatan senjata lengkap untuk mengawasi pekerjaan pembongkaran lokasi tersebut,” kata Bonny.
Bonny juga menegaskan dari proses awal yang tidak berjalan demokratis oleh oknum-oknum kepala suku dan Pemerintah dalam pengalihfungsian lahan perkebunan warga ini berpotensi terciptanya konflik horizontal.
Masyarakat adat yang Kontra melithat pemerintah seakan sengaja ingin bangun konflik di tengah masyarakat, kita tahu sendiri lokasi lahan perkebunan selama ini dikelola baik oleh orang Welesi, Mukoko dan beberapa kabupaten lainnya termasuk warga pengungsi dari kabupaten tetangga seperti Nduga dan lainnya,” kata Bonny.
“Sehingga kami laporkan ke Komnas HAM untuk lakukan investigasi dan menyurati, memanggil Wamendagri agar hentikan perampasan tanah adat masyarakat dengan kekuatan militer di Wamena,” ujar Bonny usai bertemu Komnas HAM RI.
Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Indonesia (AMPTPI) Ambrosius Mulait juga menambahkan pelepasan tanah adat di Welesi harusnya pemerintah melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
“Pemerintah tidak boleh main seperti pencuri datang bawah alat berat bongkar lahan kebun suku Mukoko dan Welesi,” ujar Mulait.
AMPTPI juga menyayangkan adanya keterlibatan militer TNI apalagi Dandim 1702 Jayawijaya yang sangat aktif di lapangan untuk mengambil hak-hak masyarakat adat.
“Dandim itu tugasnya jaga kemanan negara bukan ambil ahli tanah masyarakat adat. Selain itu Dandim tidak boleh berpolitik dengan pemerintah untuk memuluskan niat buruk pemerintah,” tegas Mulait. (*)