Wamena, nirmeke.com – Kehadiran Wakil Menteri Dalam Negeri RI Wempi Wetipo di lokasi pembangunan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan di wilayah Welesi mendapat pengawalan ketat aparat gabungan TNI, Polri dan Brimob Polda Papua.
Kehadiran Wamendagri tiba-tiba untuk mengecek lokasi penempatan kantor Gubernur di tolak oleh Masyarakat adat lintas aliansi Welesi, Wouma dan Assolokobal.
Benyamin Lagowan, Koordinator Lintas Tiga Aliansi Distrik Wouma, Welesi, dan Assolokobal di Jayapura menegaskan masyarakat adat Wouma tetap menolak, karena secara de facto wilayah dimana akan ditempatkannya kantor Gubernur masih merupakan wilayah pertanian dan perkebunan rakyat.
“Sudah 1 tahun polemik penempatan kantor Gubernur ini ditolak oleh masyarakat setempat sehingga harusnya pemerintah sadar diri untuk pindahkan lokasi pembangunan di tempat lain,” ujar Benyamin.
Apakah tidak ada wilayah lain sehingga Wamendagri bersama Pemprov Papua Pegunungan tetap ngotot untuk bangun di lokasi pertanian dan pemukiman warga masyarakat Wouma, Welesi dan Assolokobal.
“Perlu digarisbawahi bahwa lokasi hari ini yang sedang dijadikan lokasi penempatan kantor Gubernur adalah wilayah kekuasaan aliansi Wouma. Namun ada oknum-oknum pro yang mengaku pemilik hak ulayat diserahkan sepihak dengan kepentingan jabatan politik sama seperti di Welesi,” kata Benyamin.
Benyamin mewakili masyarakat adat Wouma berharap adanya mediasi antara pro dan kontra di Wouma, selama mediasi ini tidak dilakukan maka pihak kontra dari Wouma akan terus melakukan penolakan pencaplokan lokasi pembangunan kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan.
“Kami pikir, semua pihak di Wouma harus duduk sama-sama baru putuskan bersama. Tidak bisa sepihak dan penuh intrik kepentingan, kasihan nasib ribuan masyarakat kecil yang kini masih bergantung pada hasil olahan tanah di Wouma,” ujarnya.
Sementara itu kepala suku Markus Lanni, menegaskan lokasi pembangunan kantor Gubernur merupakan lahan perkebunan dan pertanian masyarakat sehingga tidak diijinkan lahan masyarakat dialihfungsikan menjadi pusat perkantoran.
“Ini tempat kami kerja kebun, karena kita hidup dari hasil kebun sehingga saya larang jangan jual tanah supaya orang harus berkebun tetapi saat ini banyak provokator yang datang menghasut termasuk kepala desa mereka tidak tidak mengajak masyarakat kerja sehingga masyarakat harus kembali kerja kebun,” ajaknya.
Kata Markus, lokasi yang diberikan sepihak untuk bangun kantor Gubernur namanya Iluageyma, dan lokasi tersebut merupakan lahan perkebunan rakyat yang mau diserahkan sepihak ke pemerintah untuk bangun kantor.
“Sekarang banyak masyarakat yang kerja di lahan tersebut baik masyarakat asli setempat dan juga warga pengungsi dari Nduga, Yahukimo, Lanny Jaya dan Tolikara bekerja bersama-sama di lokasi tersebut tetapi saat ini kami mau di usir semua keluar karena pembangunan,” tegasnya.
Selaku kepala suku Markus Lanni meminta bantuan hukum dan advokasi ke semua pihak karena lahan milik masyarakat adat ingin dirampas oleh negara melalui pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan Wakil Menteri Dalam Negeri RI. (*)