Oleh Ambrosius Mulait
Hakim tetap berwatak rasis dan mejanlankan Pengadilan sesat Terhadap Victor Yeimo, Hakim Memutuskan Terdawa Victor Yeimo Putus Bebas.
Rasialisme Indonesia tersistemik memenjarahkan, orang Papua hanya bersuara, selain mencari kesalahan dengan pasal-pasal yang relevan untuk menghentikan suara-suara warga Papua.
Kecerobohan kapolda Papua telah ditunjukan Melalui penyidik polda Papua yang menbuat pasal ugal-ugalan dalam BAP Victor Yeimo, dimana Jaksa yang perlu memilah pasal Justrus ikut arus tanpa melakukan verifikasi lebih awal sebelum penerimaan berkas dari polisi.
Upaya pembukti dari Pengacara Terdakwa Victor Yeimo mampu mematakan tuduhan makar yang selama ini indonesia tudukan kepada orang Papua yang membela harga diri mereka dilecekan dengan ungkapan ” monkey” dalam konteks ini orang Papua korban rasisme yang menentang hal tersebut.
Kok bisa ya..? Hukum indonesia bisa mengadili orang Papua yang korban rasis dengan berbagai pasal selain pasal makar, walupun mereka membela harkat dan martabatnya.
Dinamika aksi protes rasisme mapun Dakwaan Polisi/jaksa ketika pembuktian dari terdakwa majelis Hakim Pengadilan Negeri Abepura tidak mampu menelaah isi pasal 155 secara ugal-ugalan menyatakan, Victor melanggar Pasal 155 KUHP, dengan dakwaan menyiarkan atau menunjukkan surat atau gambar yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau merendahkan Pemerintah Indonesia. Berdasar pasal ini, majelis hakim menjatuhkan vonis delapan bulan penjara.
Padahal pasal 155 pernah dicabut oleh MK; https://t.co/k69IXpEzNU
Selain beberapa pasal yang tidak terbukti Hakim sepatutnya mendakwa Victor Yeimo putus bebas namun hakim juga memiliki watak rasis dengan mendakwa victor dengan pasal yang sudah dicabut MK, semakin jelas penerapan hukum yang rasis tidak berkeadilan bagi orang papua.
Pengekan hukum harusnya berpihak pada kebenaran bukan pada kekuasaan kalo model begini orang tidak salahpun dipenjarakan semaunya oleh oligarki.
Jokowi harus evaluasi kinerja penegak Hukum, aparat kepolisi , Jaksa dan Hakim dalam Penerapan pasal secara ugal-ugalan terhadap orang Papua. Padahal aparat penegak hukum untuk tidak menyalahgunakan pasal makar, karena akan berdampak pada pelanggaran kebebasan berekspresi, yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945
Namun penegak hukum di Papua tidak habis akal memenjarahkan suarah orang Papua dengan pasal unggal-unggalan, Turut berduka cita matinya keadilan, penegalan hukum bagi orang west Papua. (*)
)* Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI) periode 2020-2023