Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Kapan Orang Hugula Menetap Dan Menganut Agama Lokal di Wilayah Hugulama?
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Pena Papua > Artikel > Kapan Orang Hugula Menetap Dan Menganut Agama Lokal di Wilayah Hugulama?
Artikel

Kapan Orang Hugula Menetap Dan Menganut Agama Lokal di Wilayah Hugulama?

admin
Last updated: May 1, 2023 15:58
By
admin
Byadmin
Follow:
2 years ago
Share
11 Min Read
SHARE

Oleh Soleman Itlay

Iklan Nirmeke
Ad image

Kemarin dalam diskusi santai di Kos Biru, Camp Wolker, Waena, Kota Jayapura, Papua pada Sabtu, 29 April 2023 dari pukul 09.00-18.30 WIT, dalam memperingati Injil Masuk di Lembah Hugulama yang ke-69 tahun, saya mengajukan pertanyaan: kapan orang Hugula menetap di Hugulama?

Ini pertanyaan awal dan dasar yang sangat penting untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan berikut ini, yaitu: kapan agama lokal (komunal) di Hugulama itu mulai tumbuh dan berkembang, sebelum orang Hugulama menerima Injil dan menganut agama baru?

Tulisan ini hanya sebatas bahan pertimbangan sementera! Bukan kebenaran tunggal, apalagi kebenaran absolut, nageyaklak-neruak—homilak neruagiak-waligi ap hinyalawok! Untuk memastikan keberanan yang tak teragukan, kita mesti melakukan riset lebih lanjut untuk menunjukkan bukti-bukti yang orisinal.

Sekali lagi perlu saya ingatkan, bahwasannya catatan ini lumayan panjang, akan tetapi kalau kasih habis semua dan baca secara jeli, pasti akan mendapatkan gambaran tentang kapan kepercayaan agama komunal muncul—sebelum Lopipi Hisage atau orang Hugula meninggalkan agama lamanya pada 21 April 1954—69 tahun yang lalu di Minimo, Hugulama.

Hasil Riset Harry Didianto

Dalam berbagai penelitian dapat menyimpulkan bahwa leluhur orang Papua, Australo Melanosoid berasal dari benua Afrika (Mesir/Mesapotamia). Keluar dari sana dan menyebar ke seluruh belahan dunia pada 100.000-300.000 tahun yang lalu.

Leluhur yang dimaksud bukan satu orang. Mereka berjalan dalam rombongan besar. Tidak seperti saat ini yang akses transportasinya sangat mudah—semisal kalau dari Mesir hendak ke Papua hanya pakai pesawat udara. Dulu mereka berjalan tanpa kompas, dan hanya mengikuti arus air laut. Bahkan berjalan kaki selama bertahun-tahun lamanya.

Harry Didianto, Kepala Riset Balai Arkeologi Yogyakarta ketika melakukan studi tentang migrasi Homo Saphiens di Lida Ajer, Sumatera Barat menemukan jejak leluhur orang Papua disini. Menurut dia, leluhur orang Papua pernah tinggal di sini bersama dengan leluhur bangsa Melayu, yaitu; Monggoloid.

Kontak di dalam gua ini terjadi ± 73.000-63.000 tahun yang lalu. Hal ini terbukti melalui studi paleoantropologis, yang berhubungan dengan usia gigi manusia modern. Sedangkan usia batu di kawasan Indonesia timur, termasuk Papua mencapai 45.000-20.000 tahun lalu.

Baca lebih lanjut disini, nageyakla—nerugiak: https://historia.id/sains/articles/leluhur-orang-papua-DEn0j/page/2 diakses pada Minggu, 30 April 2023 oleh SI PUKUL 7:49 WIT.

Hasil Riset David Lambert

Iklan Nirmeke
Ad image

Leluhur orang Melanesia dan orang Aborigin sebelum menetap di Australia dan Papua pernah melewati Asia Tenggara. Profesor David Lambert dari Australia Research for Human Evolution Griffith University, Queensland, Australia menyebut bahwa orang Papua dan Aborigin berpisah pada 58.000 tahun lalu.

Penelitian tentang orang Aborigin dan kaitannya dengan Papua itu disampaikan Prof David Lambert,8 ahli evolusi dan genetika dari Australian Research Centre for Human Evolution Griffith University, Queensland, Australia, dalam seminar di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, Rabu (8/3).

“Nenek moyang Aborigin dan Papua terpisah dengan populasi di Eropa dan Asia sekitar 58.000 tahun lalu,” ujarnya.

Catatan Dari Peter Bellwood

Pada 30.000 tahun yang lalu pernah masuk dan bertahan di wilayah Kepulauan Bismarck, di pantai timur pulau Nugini hingga Australia Tenggara. Kemudian bermigrasi di hampir seluruh wilayah Nusantara, seperti Nusa Tenggara, Jawa dan Kalimantan.

Rombongan ras Australo Melanosoid ini pernah menduduki di gua-gua yang ada di pulau Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan Timur pada 5.000 tahun yang lalu. Hal ini bisa ditemukan dalam kuburan dalam gua yang berlapis-lapis—dari bawa ke atas.

Baca Juga:  Taman wisata owasi-owasika di dalam kota Wamena

Dalam karya intelektual “Prasejarah Kepualauan Indo-Malayasia”, yang ditulis oleh Peter Bellwood, seorang dosen arkeologi di School of Archaelogy and Antropology Australian National University (ANU) di Camberra, Australia juga pernah menegaskan bahwa pada 5.000 tahun yang lalu, wilayah Nusantara dirintis dan dihuni oleh orang Australia (Aborigin) dan Melanesia modern.

Studi Arkeologi di Gua Harimau

Jejak leluhur manusia modern Papua ini semakin meyakinkan dengan riset yang dilakukan Pusat Arkeologi Nasional meneliti jejak langkah Homo Sapiens, manusia modern di gua Harimau, Desa Padang Bindu, Sumatera Selatan pada 2014 lalu.

Riset yang dipimpin oleh Adhi Agus Oktaviana itu berpendapat bahwa leluhur orang Papua lebih dulu memasuki Nusantara dari Afrika. Dalam riset ini telah menemukan jejak leluhur orang Melayu, Manggoloid dan leluhurnya orang Papua, Australo Melanosoid.

Para peneliti telah mencatat bahwa Homo Sapiens ini sudah melewati, menyeberangi dan menetap di beberapa wilayah di kawasan Asia dan Pasifik pada 4.500 tahun yang lalu.

Kemudian 170-an suku bangsa Papua, ras Melanesia yang ada di Tanah Papua—(dari Merauke-Sorong), mulai tersebar pada 15.000-5.000 tahun lalu. Hal ini terjadi setelah leluhur orang Papua menetap di pulau Hitam yang cukup besar ini.

Tadi kita bicara tentang Papua yang umum ini, sekarang kita masuk di sejarah perkembangan interaksi leluhur orang Papua, orang Hugula, jejak tim ekspedisi, kepercayaan agama komunal dan pengakuan serta tanda heran dari para peneliti asing yang berkaitan dengan wilayah kekuasaan dan kedaulatan suku Hugula.

Tanda Heran dan Kekaguman Richard Archold

Pada 1938-1939, Richard Archold melakukan ekspedisi di wilayah Hugulama. Dari atas pesawat, dia melihat Lembah Besar yang dibawahnya ada beden-beden kebun, penataan pemukiman warga yang sangat rapi dengan pagar rumah dan kebun dari kayu dan batu serta irigasi kebun dan pemukimannya.

Dia sangat heran dan terkagum-kagum melihat Lembah Besar ini—Hugulama. Disini dia meyakini bahwa wilayah ini sangat lama didiami oleh masyarakat setempat. Jika demikian, maka tentu saja masyarakat sudah memiliki sistem kehidupan tertua di dunia, berupa sistem ekonomi, politik, peperangan, dan pranata sosial lainnya.

Suatu gambaran yang berkaitan dengan usia peradaban manusia yang nantinya akan menentukan baru atau lama suku berkuasa dan berdaulat di Lembah Hugulama.

Ekspedisi Australia-Indonesia dan Pengakuan Znoj

Dalam ekspedisi Australia–Indonesia pada 1971-1973 yang dipimpin oleh Hope pernah menemukan tulang, batu, abu dan cakang moluska di sekitar pegunungan Irimuliak dan sekitar dibawah kaki pegunungan Hiriakup (kolonial menyebut pegunungan Cartenz, Trikora, Jayawijaya dan lain sebagainya).

Pada 10 September 2018, Heinzpeter Znoj memperesentasikan tulisan berjudul Understanding the bakar batu boom in the West-Papuan highlands – an economic anthropology.

Materi ini dia bawakan saat kuliah umum Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih dengan tema Socio-Economic and Sustainable Development of Papua.

“Saya bukan ahli kebudayaan Baliem. Saya tidak punya banyak waktu penelitian sendiri. Saya hanya melihat ada yang berbeda dari perkembangan bakar batu itu,” katanya saat diwawancarai Mongabay, di Jayapura.

Hal ini semakin diperkuat oleh Marlin Tolla, seorang arkeolog dari Balai Arkeologi Jayapura dalam jurnal ilmiah yang bertajuk “Alat Bantu di Pegunungan Tengah Papua”. Tola melakukan studi secara spesifik soal kampak batu (ewe posie).

Baca Juga:  Benyamin Lagowan Dari Aktor Film, Aktivis, Dokter Muda Hingga Caleg Partai Buruh

Selain itu, berdasarkan analisa planologi menggambarkan bahwa di daerah Ijomba Bog, bersebelahan dengan kawan pegunungan ini ditemukan adanya pembakaran hutan untuk melakukan kerja kebun pada pada 10.500 tahun lalu.

Sedangkan usia kampak batu yang biasanya digunakan oleh orang Hugula, Lanny, Nduga, Ngalum, Yali dan lainnya dipastikan mencapai 32.000 tahun yang lalu.

Kesimpulan Sementara

Dengan demikian dapat dikatakan dan harus diyakini, bahwa orang Hugula di Lembah Hugulama bukan baru ada. Para ahli, peneliti dan lainnya memberikan gambaran bahwa leluhur orang Papua, Australo Melanosoid menetap di Tanah Papua pada 70.000-60.000 tahun lalu.

Sedangkan penyebaran 270-an suku bangsa di Tanah Papua—dari Samarai-Sorong (Merauke-Sorong) terjadi sekitar 30.000-5.000 tahun yang lalu. Orang Hugula adalah salah suku yang ikut tersebar dan menetap di Lembah Hugulama pada 30.000-5.000 tahun yang lalu.

Segala bentuk sistem kehidupan, seperti sistem ekonomi (pertanian dan peternakan), peperangan, pendidikan adat, kesehatan komunal; penciptaan teknologi tradisional, seperti kampak batu, membuat api dari tali rotan, merajut noken, sikan, yokel, dan lainnya mulai dikembangkan sejak menetap di Lebah Hugulama.

Kepercayaan agama lokal, yang berkaitan dengan prinsip hidup: manusia berakar pada manusia, manusia berakar pada hewan dan binatang serta manusia berakar pada tumbuh-tumbuhan; juga filosofi empat (4) w (wen, wam, wene, dan weinj) juga mulai berkembang pada 30.000-5.000 tahun yang lalu.

Kepercayaan orang Hugula dalam honai kanekela, weinj aila, dan lainnya puna mulai tumbuh sejak 30.000-5.000 tahun yang lalu. Pada 30.000-5.000 tahun yang lalu menjadi titik awal dari mana segala bentuk kepercayaan, ilmu pengetahuan dan lainnya mulai dibangun atas kehendak Allah melalui perantaraan para leluhur, nenek moyang dan orang tua kita.

Pada hakekat historisnya, orang Hugula menganut agama samawi semenjak Lopipi Hisage menerima Injil—membangun kontak pertama dengan Bapak Elisa Gobay, Ibu Ruth Yogi dan anak perempuan mereka bersama pendeta Einar Mickelson di Minimo pada 21 April 1954.

Tetapi satu hal yang tidak boleh lupa adalah kepercayaan orang Hugula pada masa lalu. Dimana selama 70.000-60.000 tahun, orang Papua, termasuk orang Hugula hidup dalam kepercayaan agama lokal, yang berkaitan dengan Animisme, Animatisme, Dinamisme dan Totemisme.

Agama secara resmi berdiri pada 312 M dibawa kekuasaan Constantinopel dalam imperium Romawi. Meskipun demikian, agama samawi tersebut belum tersentuh di Tanah Papua. Artinya, selama 1543 tahun (seribu lima ratus empat puluh tiga tahun), orang Papua, ras Melanesia, termasuk orang Hugula masih hidup dalam kepercayaan agama lokal.

Dari 270-an suku bangsa di Tanah Papua, suku Hugula adalah salah satu suku yang mulai mengembangkan kepercayaan agama lokal pada 30.000-5.000 tahun yang lalu. Orang Papua, khusunya Hugula bisa bersentuhan dengan agama baru ketika Ottow dan Geissler masuk di Mansinam pada 5 Februari 1855. Itu agama dan Injil belum masuk di Hugulama.

Ottow dan Geissler masuk di Mansinam pada 167 tahun lalu. Sekiranya, 99 tahun berjalan pun orang Hugula masih menganut kepercayaan agama lokal. Artinya, selama 1642 tahun, orang Hugula masih membangun relasi dengan Allah melalui leluhur dan nenek moyang.

Sebuah kepercayaan agama lokal, yang sekarang dianggap sebagai penyembahan berhala dlsb. Karena itu segala pernak pernik keagamaan komunal dibakar atas nama agama modern, dan kepercayaan agama baru.

Noth!
PN—Minggu, 29 April 2023.

You Might Also Like

Taman wisata owasi-owasika di dalam kota Wamena

Lembah Balim Selayang Pandang

Norfince Boma, Mutiara Dari Papua

5 Jenis Mata Pencaharian Hidup Suku Hugula di Papua (Bagian 2)

Wamena: Saat Rakyat Dipaksa Membeli BBM Mahal Tanpa Solusi

TAGGED:Gereja Katolik di HugulamaKepercayaan Orang HugulaMisi Katolik Fransiskan

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Kesetiaan cinta seorang Pria
Next Article Nota Pembelaan (Pleidoi) Victor Yeimo
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Mahasiswa Lanny Jaya di Makassar Tolak Pembangunan Pos Militer di Distrik Melagineri
Tanah Papua
2 days ago
Bupati Yahukimo Hadiri Pelantikan 35 Anggota DPRK Periode 2025–2030
Tanah Papua
2 days ago
Mahasiswa Papua di Sumatera Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Wamena
Tanah Papua
2 days ago
Kekurangan Guru dan Dampak Banjir Hambat Pendidikan di Jayawijaya
Pendidikan
4 days ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
ArtikelPariwisata

Politik Owasi-owasika

1 year ago
Artikel

Pecandu Kesunyian

2 years ago
ArtikelCatatan Aktivis Papua

Dana 15 Miliar Untuk Gereja Ditengah Ribuan Umat Gereja Terendam Musibah Banjir Sungai Balim

3 weeks ago
ArtikelTanah Papua

Sistem Noken dan Konflik Pemilu di Papua: Antara Kearifan Lokal dan Ancaman Demokrasi

1 month ago
ArtikelLensa

Allpino Tabuni: Dari Lanny Jaya Mengelilingi Dunia, Membuktikan Fotografi Bukan Sekadar Hobi

2 months ago
ArtikelPendidikan

Pulang Kampung Menjalankan Kelas Literasi Demi SDM Lanny Jaya

3 months ago
ArtikelSeni & Budaya

Menguak Simbolisme Kuno Noken dalam Tradisi Pernikahan Adat Lembah Baliem

4 months ago
Artikel

Peran Gereja Katolik Menuju Papua Mandiri dan Sejahtera

1 year ago
Artikel

Melihat 7 Buku Karya Markus Haluk Tentang Perjuangan dan Masa Depan Papua

2 years ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?