Oleh Soleman Itlay
Kita baru saja merayakan Hari Misi Pekabaran Injil di Lembah Hugulama pada akhir April 2023 ini. Sebuah hari yang sesungguhnya masih kontroversial, dan belum final.
Pada hakekatnya [dalam konteks sejarah], suatu daerah menentukan hari besar apabila memenuhi kriteria dan dapat dipertimbangkan secara bijak, baik secara de joure dan de facto.
Dua hal ini menjadi catatan penting untuk diperhatikan agar tidak salah berpikir dan menentukan hari besar di suatu daerah (Hugulama) nanti.
Dalam hal ini, secara de joure berkaitan dengan dokumen resmi gereja. Misalnya, seorang pendeta atau pastor diberikan tugas dan kewenangan tertulis oleh atasan atau kongregasi tertentu untuk melayani orang di suatu daerah.
Dokumen gereja itu semisal berkaitan dengan :
1. Surat tugas dari pimpinan gereja,
2. Surat keterangan,
3. Surat kewenangan,
4. Berita tertulis di media massa,
5. Bukti surat kesedihan bertugas,
6. Bukti pembelanjaan tiket pesawat, kapal dan lainnya
Sedangkan secara de facto berhubungan dengan kontak awal para utusan dengan alam sekitar dan terutama masyarakat lokal setempat.
Secara de facto, suatu hari diangkat menjadi Hari Injil Masuk apabila ada tanda-tanda atau memenuhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kontak langsung ini, antara lain :
1. Saling bertemu,
2. Saling menyapa atau bercakap,
3. Saling jabat tangan,
4. Saling berkenalan satu sama lain,
5. Cerita bersama,
6. Makan minum bersama,
7. Tidur bangun sama-sama,
8. Membangun pos darurat (pastoran, sekolah, dan pos pelayanan kesehatan),
9. Merayakan ibadah,
10. Membaptis orang,
11. Membuat sumur dll.
Secara de facto, pada Yubelium 50 Tahun Injil Masuk di Lembah Hugulama yang diselenggarakan di Hitigima (2005), sejumlah tokoh dari beberapa denominasi gereja sepakat agar menetapkan 20 April 1954 sebagai Hari Misi Pekabaran Injil di Lembah Hugulama.
Penetapan tanggal 20 April 1954 tidak kuat dan perlu ditinjau kembali, karena beberapa alasan, antara lain :
Pertama, para tokoh ini berpatokan pada peristiwa orientasi parstoral atau dengan kata lain survei awal setelah membaca laporan tim ekspedisi Richard Archbold (1938-1939).
Keyakinan mereka ditandai dengan peristiwa pendeta Einar Mickelson dkk mendarat di Minimo pada 20 April 1954. Disini secara de facto masih berada pada tahap survei awal.
Dikatakan demikian, karena pada saat itu, pendeta Einar Mickelson dkk hanya bersentuhan dengan alam semesta (sungai Palim, kali Minimo dan alam sekitar).
Artinya, belum bersentuhan ataupun membangun kontak awal dengan [manusia] masyarakat setempat. Inilah boleh dikatakan telah mendarat di Lembah Hugulama apabila sudah bersentuhan dengan manusia.
Tetapi pada 20 April 1954 ini, tidak ada aktivitas macam itu. Masyarakat sudah melihat pesawat mendarat disitu dan mencium aroma akan adanya keberadaan orang asing.
Tetapi mereka belum berani untuk membuka diri. Mereka sangat hati-hati dan menunggu momen yang tepat agar mengetahui siapa yang masuk dari dekat.
Begitupun para misionaris Eropa bersama Elisa Gobay. Mereka tidak berani jalan sembarangan karena takut diculik, dipanah dan dibunuh. Selama satu hari mereka mengisolasi diri di pinggiran sungai Palim.
Kedua, kalau berpatokan pada relasi misionaris [Eropa] dengan alam sekitar, pendeta Troutman dan Jerry Rose dkk lebih dulu membangun kontak awal dengan alam sekitar.
Pada 1951, bersama Franz Titaheluw, Robert Mayer-Ranneft (pejabat pemerintah Belanda), dan Van der Pant (inspektur Polisi pemerintah Belanda) masuk di kampung Ibele, distrik Pelewaga.
Mereka masuk disitu dengan tujuan yang sama dengan pendeta Einar Mickelson dkk, yaitu; bawa masuk Injil, tetapi belum membangun kontak dengan masyarakat setempat.
Mereka kembali ke Enarotali setelah mempertimbangkan soal keamanan dan keselamatan hidup mereka atas konflik dan peperangan di Lembah Hugulama.
Usaha mereka ini boleh dikatakan survei awal atau masih berada pada orientasi parstoral. Oleh karena itu, belum bisa dianggap sebagai Hari Misi Pekabaran Injil di Lembah Hugulama.
Sama seperti masa orientasi parstoral dari pendeta Einar Mickelson dkk pada 20 April 1954, yang dikatakan demikian karena belum membangun kontak awal dengan orang.
Secara de facto, saya berpendapat bahwa Hari Misi Pekabaran Injil di Lembah Hugulama yang benar dan tepat adalah 21 April 1954. Berikut alasannya.
Pertama, pada tanggal inilah (21 April 1954), secara resmi orang Hugula di Hugulama melalui Lopipi Hisage membangun kontak awal dengan orang luar.
Orang luar yang dimaksud adalah dua orang misionaris dengan tiga orang lokal asal Mee. Dua orang Eropa itu adalah pendeta Einar Mickelson dan Lloyd van Stones.
Sedangkan tiga orang masyarakat lokal adalah Elisa Gobay, bersama istri dan anaknya, yaitu; Ruth Yogi dan Dorkas Gobay.
Dimana-mana ada yang bawa masuk Injil dan ada yang menerima. Relasi ini tidak akan dibangun baik kalau tidak ada yang dapat menjembatani hal tersebut.
Dalam hal ini, Elisa Gobay, Ruth Yogi dan Dorkas Gobay menjembatani relasi antara dunia komunal orang Hugula dan dunia modern orang Eropa.
Lopipi Hisage menjadi tokoh paling sentral yang menerima Injil, orang Eropa, misionaris dan dunia modern. Sedangkan pendeta Einar Mickelson dan Lloyd van Stones menjadi tokoh sentral yang membawa masuk Injil dan kepentingan ‘antropologis’ di samping menerima orang Hugula dalam “lompatan waktu.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kalau mempertimbangkan pendasaran dari aspek de joure dan de facto, maka tanggal yang paling tepat untuk dijadikan Hari Misi Pekabaran Injil di Lembah Hugulama adalah 21 April 1954. Noth!
PN | Rabu, 26 April 2023