Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Wamena Berdarah Sulit Dilupakan
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Pena Papua > Catatan Aktivis Papua > Wamena Berdarah Sulit Dilupakan
Catatan Aktivis Papua

Wamena Berdarah Sulit Dilupakan

Redaksi
Last updated: April 24, 2023 00:40
By
Redaksi
ByRedaksi
Follow:
2 years ago
Share
5 Min Read
SHARE

Oleh Soleman Itlay

Iklan Nirmeke
Ad image

Hingga 6 Oktober 2018, Wamena Berdarah (Kabupaten Jayawijaya), sudah mencapai usia 18 tahun.  Peristiwa ini sudah cukup lama. Namun sulit sekali untuk dilupakan. Karena kesedihan, amarah, emosi, trauma dan lain sebagainya yang pernah terbangun belum terobati baik.

Selama luka belum sembuh dan derita belum hilang, selama itu pula orang akan ingat. Bayi sekalipun akan bercerita. Lihat saja kisah Bertha berikut:

Bertha lahir di sebuah kampung di pinggiran kota. Dia lahir pada 31 Agustus 1998. Saat itu Bertha berusia 1,5 tahun. Waktu itu Bertha masih kecil. Bahkan belum sekolah.

Sekarang Bertha berada di bangku kuliah. Kini ia sudah semester IV di salah satu perguruan tinggi di Jayapura.

Pada tahun ini wanita cantik itu beranjak 20 tahun. Usia Bertha dengan peristiwa berdarah itu hanya selisih dua tahun.

Dia tinggal dengan orang tua di kampung halaman. Kampungnya dalam bahasa Wamena disebut O Alepma. Dari Polres Jayawijaya berjarak 2 kilometer. Sementara itu, untuk jarak tempuh menggunakan kendaraan ± 15 menit.

Kampung Bertha terletak di kota. Secara administrasi pemerintahan, O Alepma masuk di distrik Wamena Kota.

Bertha memiliki kisah tersendiri dari Wamena Berdarah. Ia mengalami peristiwa itu waktu kecil. Meski tidak bisa mengandalkan mata pada waktu itu, ingatannya terhadap peristiwa tragis itu tidak dapat lagi diremehkan. Ingatanya patut diakui dan apresiasi.

Mengapa? Karena ia mewakili teman-teman yang seumuran dengan dia bisa mengingatnya sampai sekarang. Bukan untuk sekarang saja.

“Memang sering kali sa dikenal anak yang suka lupa sesuatu. Apalagi kejadian lama itu sangat sulit bagi sa untuk ingat selalu. Namun untuk Wamena Berdarah tidak. Peristiwa ini tidak akan pernah membuat sa lupa. Kamu bisa lihat sa hari ini. Sampai sa usia 20 tahun ini masih ingat baik. Sampai kapan pun tra akan lupa. Kecuali sa meninggal dunia,” ujarnya pada suatu kesempatan di sebuah rumah kos di Kota Jayapura.

Baca Juga:  Sulitnya Membasmi TPNPB - OPM

Ketika peristiwa itu pecah di pagi hari, mamanya membawa dia lari ke hutan. Tapi bukan Bertha dengan mamanya saja. Tetangga sekitarnya pun ikut lari.

Iklan Nirmeke
Ad image

Mereka mengikuti jalan setapak. Jarak dari rumah ke Hulikma sekitar 5 kilometer. Selama tiga hari mereka sembunyi di Huliakma. Tinggal tanpa bekal makanan dan minuman. Pakaian dan alat tidur pun terbatas. Tidur bangun dengan angin Kurima, hujan dan panas.

Tidak hanya itu, tidur dan bangun dengan kondisi yang amat kritis. Sampai tiga hari itu benar-benar membuat masyarakat setempat kelaparan.

Anak-anak pada waktu itu mengalami kesakitan. Untuk situasi di pusat kota kembali kondusif. Kalau tidak masyarakat di wilayah itu bisa bernasib buruk. Bertha pun hampir diserang oleh penyakit. Namun kondisinya tak separah peristiwa naas itu.

Wanita yang suka senyum ini meneritakan semuanya. Ingatannya dapat diasah oleh sang ibunda. Ibunya sudah menceriterakan kembali padanya.

Bahwa saat itu Bertha merasakan peristiwa itu sewaktu bayi. Bahkan dia sendiri melihat dan merasakan. Bertha pernah melihat ada orang yang sampai nekat bersembunyi di lumpur-lumpur. Hal itu mereka lakukan supaya tidak ketahuan.

Baca Juga:  “Kita Cinta Papua”: Slogan Memusnahkan Orang Asli Papua

“Sa pu mama pernah cerita. Kita masih bayi baru mama dong gendong kita baru bawa lari. Saat itu sa umur 1,5 tahun. Mama bawah kita ke hutan-hutan. Sembunyi dalam hutan lebat. Sebagian sembunyi di lumpur-lumpur di hutan Huliakma. Mama bilang sembunyi seperti itu supaya tidak ketahuan,” ungkapnya di sebuah kos di Kota Jayapura, Senin (24/9/2018).

Mereka lari ke hutan karena ketakutan. Sampai aman baru pulang ke rumah. Tinggal di rumah juga tidak bebas. Tinggal dalam rasa takut yang tinggi.

Tapi juga tinggal dalam kesedihan. Karena ada keluarga yang mengalami tembakan dan kerugian besar.

Kenyataan itu membawa Bertha pada perasaan yang tinggi. Ia mengaku tidak menerima peristiwa Wamena Berdarah itu. Akhirnya, wanita bungsu dari tiga bersaudara itu berterima kasih kepada sang ibunda dan ayahanda.

Hal itu ia sampaikan dengan penuh senyuman. Tapi juga dengan perasaan sedih yang mendalam. Syukur saja lantai di kos itu tidak dibanjiri dengan air mata Bertha yang manis.

“Mendengar dan mengingat cerita itu banyak hal yang sa rasakan. Ada rasa sedih dan terharu. Ada emosi atau ganas kepada aparat dan militer yang melahirkan tekanan saat itu. Namun sa harus ucapkan terima kasih kepada Mama dan Bapa. Karena mereka dapat  selamatkan saya dari bahaya saat itu. Namun sampai kapan pun tra akan lupa. Karena Wamena Berdarah itu menelawan banyak orang pribumi”, demikian tuturnya. (*)

You Might Also Like

Yesus Itu Sosialis, Sang Pemberontak!

Kenapa Keanggotaan ULMWP di MSG Ditolak?

Bangsa Papua Dibawah Bayang-Bayang Pemilu Kolonial

Mewaspadai Sindrom Politik ” Tiba-Tiba Baik” Jelang Pemilu 2024 di Wamena

Agama Katolik dan Adat di Huwulrama-Jayawijaya

TAGGED:Kasus Pelanggaran HAM di WamenaWamena Berdarah

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Noken Simbol dan Identitas Orang Papua
Next Article Wisata Sejarah Mumi di Aikima
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Mahasiswa Lanny Jaya di Makassar Tolak Pembangunan Pos Militer di Distrik Melagineri
Tanah Papua
18 hours ago
Bupati Yahukimo Hadiri Pelantikan 35 Anggota DPRK Periode 2025–2030
Tanah Papua
18 hours ago
Mahasiswa Papua di Sumatera Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Wamena
Tanah Papua
18 hours ago
Kekurangan Guru dan Dampak Banjir Hambat Pendidikan di Jayawijaya
Pendidikan
3 days ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
Catatan Aktivis PapuaPendidikanSastra

Sastra Sebagai Gerakan Politik di Papua

10 months ago
Catatan Aktivis Papua

Nota Pembelaan (Pleidoi) Victor Yeimo

2 years ago
Catatan Aktivis Papua

Yanuarius Lagowan: Untuk Papua Sampai Mati

2 years ago
Catatan Aktivis PapuaKesehatan

Kematian Dokter Muda Clemens Wopari Hingga Paul Fonataba: Ironi Anak Negeri Cendrawasih di Atas Tanah Airnya

3 years ago
Raga Kogeya Koordinator Pengungsi Nduga di Wamena - Yefta/nirmeke
Catatan Aktivis PapuaTanah Papua

Raga Kogeya: Pengungsi Nduga Masih Diabaikan Oleh Pemerintah Indonesia

1 year ago
Catatan Aktivis PapuaTanah Papua

Gereja Main Tambang?

11 months ago
Catatan Aktivis Papua

Pantaskah OAP Berkontestasi Dalam Pilkada 2024?

12 months ago
Catatan Aktivis PapuaTanah Papua

PMKRI, Uskup Mandagi, dan PSN

4 months ago
Catatan Aktivis PapuaEditorial

Transmigrasi Sebagai Alat Kolonisasi di Melanesia Barat (Papua Barat)

7 months ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?