Jayapura, nirmeke.com – Aliansi pemuda dan mahasiswa (APM) asal Distrik Welesi, Walaik, Napua dan Pelebaga, Kabupaten Jayawijaya menyerukan penolakannya atas rencana pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan di Welesi.
“Daerah pembangunan kantor Gubernur Papua Pegunungan hingga saat ini masih ada masalah. Ada pihak yang terima dan ada yang tidak menerima jadi pro dan kontra. Untuk itu pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus mempertemukan kedua pihak ini untuk duduk mencari solusi,” kata senior APM Wawenap, Bonny Lani kepada media ini pada Kamis, (13/4/2023).
Pihaknya telah masukan surat audiensi guna mendengar pendapat kedua bela pihak namun belum ada respon dari Pj Gubernur Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo.
“Kami sudah masukan surat audiensi ke pemerintah Provinsi Papua Pengunungan untuk kami harus bertemu dengan gubernur bahas persoalan pro dan kontra ini,” ucapnya.
Keinginan audiens tersebut kata Bonni, untuk sampaikan ke Pj Gubernur bahwa polemik antara tim yang telah di bentuk untuk penyerahan tanah di wilayah Welesi ini tidak sejalan dengan beberapa pemuda dan masyarakat yang ada di Welesi.
Pihaknya juga meminta agar pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus menjadi orang tengah dan hargai keputusan masyarakat.
“Pemerintah provinsi Papua Pengunungan harus jadi orang tengah untuk dengarkan pihak yang terima dan pihak yang menolak agar selesaikan masalah ini,” ujarnya.
Jika masalah ini tidak diselesaikan, lanjutnya, maka pembangunan kantor gubernur Papua Pegunungan tidak akan terjadi.
“Gubernur segera buka ruang dialog untuk kita bertemu empat mata dan selesaikan masalah ini antara pro dan kontra,” katanya.
Sementara itu, Erwin Kuban, salah satu mahasiswa Jayawijaya asal Welesi berharap persoalan pro kontra lokasi pembangunan kantor gubernur masih bermasalah hingga saat ini.
“Ini tanah adat bukan milik siapa-siapa jadi pemerintah jangan memberikan janji-janji politik kepada tim dan masyarakat untuk melepaskan tanah untuk bangun kantor. Kami aliansi pemuda dan mahasiswa mendesak pemerintah untuk buka dialog di lapangan terbuka bahas persoalan ini supaya masalah ini bisa selesai,” ujarnya.
Erwin juga minta pemerintah jangan hanya fasilitasi satu pihak saja, karena hanya satu pihak masalah ini tidak pernah selesai malah menimbulkan masalah besar lagi.
Pihaknya juga meminta pemerintah untuk terbuka sampaikan dena lokasi secara jelas beserta ukurannya ke publik terutama orang Welesi agar diketahui bersama bukan main sembunyi-sembunyi sehingga menimbulkan pertanyaan di kalangan mahasiswa, pemuda dan masyarakat.
“Kepala suku siapa-siapa saja yang bertanda tangan juga harus diumumkan, dan untuk masyarakat yang punya kebun di sana akan di kemanakan? apakah pemerintah sudah siapkan tempat. Kalau tidak pemerintah harus buka diri untuk dialog di lapangan terbuka dihadapan semua pihak,” tegasnya. (*)