Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Pers Release: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali Menyikapi Situasi HAM dan Demokrasi di Papua
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Pena Papua > Siaran Pers > Pers Release: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali Menyikapi Situasi HAM dan Demokrasi di Papua
Siaran Pers

Pers Release: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali Menyikapi Situasi HAM dan Demokrasi di Papua

admin
Last updated: April 4, 2023 13:04
By
admin
Byadmin
Follow:
2 years ago
Share
11 Min Read
SHARE

PERS RELEASE

Iklan Nirmeke
Ad image

ALIANSI MAH ASISWA PAPUA KOMITE KOTA BALI

Menyikapi situasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi di Papua dua tahun terakhir ini yang semakin memprihatinkan. Terutama masalah mutilasi oleh TNI di Timika, beberapa kali penembakan oleh TNI di Nabire, penembakan di Wamena, Merauke, dan beberapa wilayah lainnya. Juga, soal masalah Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Otsus dan membuat situasi di Papua justru membuat akses yang semakin menggila bagi kapitalisme untuk eksploitasi Sumber Daya Alam di West Papua.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan penjajah bagi rakyat dan bangsa Papua, hal ini dibuktikan dengan rentetan sejarah perjuangan panjang bangsa Papua melepaskan diri dari negara kolonial Belanda tepatnya pada tanggal 1 Desember 1961. Namun, secara sepihak Indonesia mengklaim dengan dalil Papua merupakan bekas jajahan Hindia Belanda sehingga dengan itulah disahkan Tri Komando Rakyat (Trikora) 19 Desember 1961, New York Agreement 15 Agustus 1962, aneksasi 1 Mei 1963, dan Penentuan Pendapatan Rakyat (Pepera) 1969 bahkan sebelum Pepera, PT. Freeport sudah ditantatangani pada 7 April 1967. Dari rentetan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, tercatat di tahun 1961 sampai dengan tahun 1998 pengiriman militer berirama pembantaian massal yang terjadi di atas tanah West Papua mencapai 16 operasi.

Sejak, kejatuhan Orde Baru kembali menggelorakan perjuangan kemerdekaan rakyat West Papua, Megawati yang pada saat itu sebagai presiden memberikan Undang-Undang Otsus yang menjanjikan kedaulatan bagi rakyat West Papua yang termarjinalisasi, mengobati luka lama akibat penindasan, dan mengakomodasi kehadiran partai politik lokal. Namun nyatanya janji tersebut langsung terbantah dengan adanya pembunuhan Theys Eluay, pemimpin Presidium Dewan Papua (PDP) pada saat itu. Kejadian itu membayangi Otsus dan menjadi peringatan akan berlanjutnya kekuasaan dan impunitas militer Indonesia. Benar saja, selama 20 tahun Otsus diterapkan tanpa memperhatikan mekanisme demokrasi yang sejati. Lembaga-lembaga pemerintahan lokal menjadi sasaran campur tangan dan pengawasan pemerintah pusat untuk menjalankan akses modal kapital di tanah Papua dan implementasinya pun lebih terfokus pada proyek-proyek pemusnahan rakyat Papua.

Oleh sebab itu, pada 2020 organisasi-organisasi masyarakat sipil dan aktivis politik mengorganisasi penolakan atas evaluasi UU Otsus dan perpanjangannya. Pada Juli 2020, terbentuklah Petisi Rakyat Papua (PRP) yang dibentuk oleh 117 kelompok dan organisasi gerakan rakyat. Pada Mei 2021, PRP menyatakan telah menerima lebih dari 700.000 tanda tangan penolakan perpanjangan Otsus. PRP membantah klaim Jakarta yang mengatakan bahwa Otsus berhasil menyejahterakan dan mengikutsertakan orang asli West Papua dalam memerintah wilayah mereka. PRP juga menunjukkan keberatan atas meningkatnya militerisasi di West Papua dan menuntut Pemerintah Indonesia segera berhenti “mereduksi persoalan-persoalan pokok rakyat West Papua ke dalam pembahasan dana Otsus.”

Terhadap proses evaluasi yang dikontrol para politisi Jakarta, rakyat  sipil membuat penolakan dalam bentuk protes dengan aksi-aksi demonstrasi yang sering kali berujung pembubaran paksa dengak kekerasan dan penangkapan Polisi dan TNI. Pada September 2020 misalnya, ribuan rakyat di Yahukimo, Wamena, Dogiyai, Deiyai, Sorong, Merauke, Kaimana, Nabire, Manokwari, dan di seluruh tanah West Papua melakukan aksi serentak dengan tuntutan umum pokok “Tolak Otsus Jilid II, Tolak Pemekaran, dan Segera Berikan Referendum bagi Papua” namun yang terjadi adalah penangkapan, pemukulan, bahkan berujung pada pembunuhan terhadap massa aksi. Keprihatinan atas tindakan keras terhadap penyampaian pendapat di muka umum, yang disuarakan dalam surat bersama Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ditanggapi Pemerintah Indonesia dengan mengatakan bahwa tindakan keras terhadap demonstrasi tolak Otsus dilakukan demi menghindari penyebaran Covid-19. Namun, pemerintah juga mengamini tindakan itu dilakukan karena ada unsur “separatisme”. Karenanya, pihak berwenang menggunakan pandemi sebagai dalih pembubaran aksi protes dan mempercepat pembahasan Undang-Undang Otsus sambil membunuh kubu yang menolak.

Baca Juga:  Sikap Gerakan Pemuda WIO Terkait Pro Kontra Lokasi Pembangunan Kantor Gubernur

Bukan hanya itu, Jokowi bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tito Karnavian serta para antek–anteknya ikut terlibat dalam dalam penangkapan Victor Yeimo serta seluruh tahanan politik lainnya di West Papua, serta ikut terlibat juga dalam pemekaran provinsi yang sebelumnya ada dua Provinsi Papua dan Papua Barat kini bertambah menjadi 6 provinsi yakni Papua Barat Daya, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Selatan, dan Provinsi Papua Pegunungan. Ini sudah tentu merupakan awal kehancuran orang Papua di tanah sendiri. Awal di mana perampasan tanah, air, udara, serta laut yang akan masif serta meloloskan kepentingan negara–negara maju untuk mengambil sumber daya alam serta membunuh rakyat Papua atas nama infrastruktur.

Sejak Jokowi menjadi presiden pada tahun 2014 hingga 2023, kapitalisme global, TNI dan Polri bekerja sama dan membiarkan terus mengakumulasi lebih banyak kekuasaan dan anggaran dengan melanggengkan struktur komando teritorial yang mengizinkannya akses Sumber Daya Alam (SDA) secara legal maupun ilegal. Sejak lama, pemerintah pusat dan pemerintah lokal, militer dan kapital global terlibat dalam kepentingan eksploitasi di West Papua. Kita bisa lihat, data Walhi, Yayasan Pusaka yang menunjukan adanya penebangan kayu dan pengamanan perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan, yang juga disertai penggusuran tanah-tanah adat milik rakyat West Papua dari tanahnya. Militer, Pemerintah Indonesia dan elit lokal juga merupakan penerima alokasi dana Otsus dalam jumlah yang besar, dua per persen dari anggaran nasional Indonesia, serta dana pembangunan, dan dana infrastruktur. Bupati-bupati terpilih memiliki anggaran yang bisa diakses militer untuk melakukan operasi militer melawan dugaan ancaman pemberontak di West Papua.

Kendati UU Otonomi Khusus Jilid I dan II, Omnibus, Law, UU Minerba, UU KUHP, KTT G-20 serta seluruh kebijakan negara hanya untuk kepentingan eksploitasi kapital modal di tanah West Papua. Sehingga, TNI dan Polri menjadi anjing penjaga para pemodal untuk meraup banyak keuntungan dari eksploitasi SDA Papua yang melimpah, bahkan TNI dan dan Polri dengan dalih operasi kontra pemberontakan dan transmigrasi terus memperlancar aktivitasnya di Papua. Hal ini menyebabkan kasus-kasus pembungkaman kebebasan berekspresi secara damai terus berlanjut. Larangan pengibaran bendera Bintang Kejora tetap diberlakukan.

Bahkan, Presiden Jokowi mengizinkan militer memperluas struktur teritorialnya dengan membangun dua Komando Daerah Militer (Kodam) baru, salah satunya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Pihak militer mengklaim bahwa hal ini diperlukan dalam rangka melawan gerakan perlawanan Papua, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). Namun, TPNPB tidak hadir dalam jumlah yang signifikan di tanah West Papua. Militer Indonesia tengah berusaha menjustifikasi penambahan struktur komando teritorial yang bisa membuat mereka terus melanggengkan kepentingan bisnisnya.

Sedangkan, di lain sisi Jokowi dan Ma’ruf Amin serta Mahfud Md tidak mau mendengarkan apa keinginan TNPN-PB dan Rakyat Papua untuk segera melakukan perundingan, melainkan pemerintah Indonesia membantah pernyataan tersebut.

Iklan Nirmeke
Ad image

Serangkaian penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi di West Papua bahwa Indonesia sejak lakukan aneksasi hingga hari ini hanya untuk kepentingan eksploitasi SDA Papua. Kondisi ini kemudian membuahkan praktek militerisasi yang berimbas pada maraknya pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman kebebasan berpendapat), penyingkiran Orang Asli Papua (OAP), dan kerusakan lingkungan. Karenanya diperlukan sebuah mekanisme penyelesaian yang damai dan demokratis, yakni hak menentukan nasib sendiri.

Baca Juga:  Pemda Sorong Terbitkan SK Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat

Maka, dengan ini, kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), menyatakan sikap politik sebagai berikut:

  1. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua.
  2. Cabut Undang-Undang Otonomi Khusus Jilid II dan hentikan rencana dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di West Papua.
  3. Buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya di West Papua.
  4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua.
  5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua yang tersebar di seluruh Indonesia.
  6. Bebaskan Victor Yeimo, Melkias KY, serta seluruh tahanan politik West Papua tanpa syarat.
  7. Tutup PT Freeport, LNG, BP Tangguh serta tolak operasi Blok Wabu di Intan Jaya, dan PT Antam di Pegunungan Bintang.
  8. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM.
  9. Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri terhadap rakyat West Papua.
  10. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan seluruh tanah West Papua.
  11. Cabut Omnibus Law, Undang-Undang Minerba, Undang-Undang KUHP, serta seluruh produk Indonesia yang melanggengkan penindasan, pembunuhan, dan perampasan ruang hidup rakyat Papua.
  12. Indonesia stop etnosida, ekosida dan genosida di West Papua.
  13. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka dijanjikan.
  14. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua.
  15. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung.
  16. Berikan jaminan kebebasan akses informasi, berekspresi, berorganisasi, dan berpendapat di West Papua.
  17. Mendukung pernyataan Egianus Kogoya bahwa “Indonesia segera buka meja perundingan yang difasilitasi Oleh PBB”.

Demikian pers release ini kami buat. Juga penting kami sampaikan pada rakyat Indonesia, West Papua, dan dunia internasional, mari kita bersama-sama bersatu untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di West Papua.

Medan Juang, Denpasar Bali 1 april 2023

Ketua AMP Komite Kota Bali                                             Jubir Aksi

 

Herry Meaga                                                                                      Yuno Tagi

 

 

 Keterangan Gambar:

Nama: Alm Terina Murib

Umur: 35 thn

Status: Ibu rumah tangga.

Alm. Terina murib ditembak mati dan di mutilasi oleh militer Indonesia di rumah nya. anak nya juga di tembak pada bagian lengan kanan. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 3 maret 2023 di sinak kabupaten puncak Papua.

 

Keterangan Gambar:

Nama: Alm. Enius Tabuni

Umur: 12 thn

Status: Pelajar/siswa

Alm. Enius Tabuni di tembak mati oleh militer Indonesia di kampung Gome, kabupaten Puncak Papua pada tanggal 23 maret 2023

 

You Might Also Like

West Papua Darurat HAM dan Demokrasi, Sekjen PBB Kapan Kunjungi Papua?

LBH Papua Merauke Resmi Didirikan untuk Berikan Bantuan Hukum Gratis di Selatan Papua

KemenHAM Didorong Bertindak: Rekomendasi KOMNAS HAM dan Jeritan Masyarakat Adat Papua atas PSN

Sidang Pembuktian Perdana Pimpinan Marga Woro Mengugat Pemerintah Provinsi Papua di PTUN Jayapura

Aliansi BEM se-Papua: Kritik Bukan Kejahatan!

TAGGED:AMP kota BaliMahasiswa Papua di BaliSituasi HAM dan Demokrasi di Papua

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Hantu Kapitalisme Dibalik Stigma Miskin Esktrim di Wamena
Next Article Mahasiswa Kembu Se Indonesia Tolak Usulan Pemekaran Kembu  
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Mahasiswa Lanny Jaya di Makassar Tolak Pembangunan Pos Militer di Distrik Melagineri
Tanah Papua
2 days ago
Bupati Yahukimo Hadiri Pelantikan 35 Anggota DPRK Periode 2025–2030
Tanah Papua
2 days ago
Mahasiswa Papua di Sumatera Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Wamena
Tanah Papua
2 days ago
Kekurangan Guru dan Dampak Banjir Hambat Pendidikan di Jayawijaya
Pendidikan
4 days ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
Ekonomi & BisnisSiaran PersTanah Papua

Setahun Tanpa Kepastian, Mama-Mama Papua Desak Gubernur Papua Selatan Segera Bangun Pasar

1 month ago
LingkunganSiaran PersTanah Papua

Solidaritas Merauke Desak Komnas HAM Rekomendasikan Penghentian PSN Merauke ke Presiden

1 month ago
LingkunganSiaran Pers

Gereja Katolik Perlu Selidiki Ancaman Ekologis di Keuskupan Agung Merauke

6 months ago
Siaran PersTanah Papua

Di Perbatasan RI-PNG Vanimo, Akses Orang Papua Ingin Bertemu Paus Dibatasi 

8 months ago
Siaran Pers

Ini Tujuan dan Visi, Misi Papua Journalists Association

2 years ago
Siaran PersTanah Papua

Ini Hasil Rapim KNPB VI di Port Numbay Tahun 2024

1 year ago
Siaran PersTanah Papua

Pemda Sorong Terbitkan SK Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat

12 months ago
LingkunganSiaran Pers

Masyarakat Adat Suku Awyu Ajukan Permohonan Intervensi ke PTUN Jakarta

2 years ago
Siaran PersTanah Papua

Ini Sikap KNPB Terkait Sabotase Kepemimpinan Baru ULMWP Manase Tabuni

1 year ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?