Oleh: Mr.Nomen
Nona Kampung Dari Biak Timur Yang Sukses Karena Hati Yang Berloyalitas Tinggi. Olipa, Perahi Gelar Dokter Terbaik Di Uncen Papua.
(2005)
Olipa, nona kerdil yatim piatu telah hidup lama di kampung kecilnya sejak dilahirkan oleh mamanya yang berasal dari kampung kecil yang menempel di pantai wilayah Biak Timur. Olipa dengan mamanya hidup di kampung itu sejak bapanya bertemu dengan mamanya. Olipa sudah berumur dua belas tahun dan bapaknya meninggal ketika Olipa dalam kandungan mamanya. Saat ini nona kecil itu tinggal dengan adik laki-laki dari mamanya (om) di kampung Opiaref yang berdekatan dengan Sekolah. Olipa sudah duduk di kelas tiga SMP Negeri 2 Biak Timur. Kehidupan Olipa sangat bertradisional, hidup ditengah-tengah masyarakat yang berbudaya. Lahir dan besar dalam keluarga yang sederhana namun keluarga Olipa selalu bahagia ketika bertemu pantai yang indah dan alam yang hijau. Olipa bahagia bersama dunianya.
Pantai yang indah sudah menjadi halaman rumah, hari-hari bersama angin pantai dan dengan bunyi ombak yang berdatangan memukul bibir pantai. Olipa berasal dari keluarga pantai yang ramah lingkungan dan akrap dengan lautan yang selalu memberi kehidupan yang bermakna bagi keluarganya. Olipa anak yang rajin bekerja di rumah dan dengar-dengar gurunya di sekolah. Selama di bangku SMP, Olipa sering membantu guru walinya, dan tidak terhindari dari kegiatan gereja yang ditekuni sesuai agama yang diajarkan oleh mamanya sejak kecil.
(2006)
Olipa semakin bertambah usia, semakin meranjak usia remaja, di masa pubertas. Tepat di tahun 2006 Olipa dan teman-teman lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP N2 ). Olipa dengan teman-temannya akan mendaftar rame-rame di SMA Negeri 1 di Kota Biak. Setelah di terima di SMA Negeri 1, Olipa ikut Lince teman kelasnya untuk tinggal bersama keluarganya di kota. Sekitar satu tahun tinggal bersama keluarga Lince di kota, Olipa tidak kesulitan makan dan uang SPP karena Olipa rajin bekerja dirumahnya Lince. Orang tua dari Lince senang atas kehadiran Olipa hanya karena Olipa rajin kerja dan suka dengar-dengar.
Olipa dibiayai keluarga dari Lince yang sudah lama bekerja sebagai kontraktor di salah satu PT swasta di kota Biak. Olipa anak yang telah lama sepanjang hidupnya dari kecil telah diasuh dengan baik oleh mamanya hingga karakter Olipa sudah terbentuk. Olipa berbedah dengan anak-anak lain diluar sana. Olipa suka kerja keras dan tidak suka jalan ikut-ikutan temanya kemanapun. Dua tahun berlalu Olipa semakin dewasa, namun persoalan cinta belum menjadi bagian dari Olipa.
(2009)
Dengan roda waktu yang tidak terasa, Olipa telah menyelesaikan jejang pendidikan di bangku SMA. Karena sudah lama bersama, keluarga dari Lince telah benar-benar menjadi keluarga Olipa. Banyak hal yang Olipa belajar dari keluarga yang Ia tumpangi selama duduk di SMA tiga tahun lamanya. Olipa dan Lince sudah selesai di sekolah bersama kisah-kisahnya. Ketika makan bersama di ruang makan orang tua Lince berkata; ”Lince dan Olipa, bapa akan biaya kalian berdua tapi kuliahnya harus di Jayapura. kamu dua sama-sama ambil kedokteran di Uncen, biar kelak kalian dua jadi dokter hebat bisa mencegah kematian orang Papua di Biak sini, ”kata bapaknya Lince sambil mencicipi makan. Mendengar ungkapan tersebut, Olipa dengan Lince dengan sedikit senyum sambil bertatap muka. Bahagianya mereka berdua; ”Sip saja bapaku,” dengan bahagia kata Lince pada bapaknya.
Di minggu pertama di bulan Mei,Olipa dan Lince mendaftar di Uncen(Universitas Cendrawasi).setelah ikut seleksi,ternyata mereka berdua lolos dan akan menjadi mahasiswa kedokteran di kampus.Olipa dan Lince tinggal bersama di kos.makan minum dan keluar masuk entah kemanapun selalu bersama.mereka dua sudah menjadi adik dan kaka.apapun kejadian yang mereka dua alami,entah itu baik dan buruk selalu bersama merasakan pahit dan manis.masuk bulan baru,pada bulan Juni di pertenggahan bulan,Olipa dan Lince aktif kuliah di kampus setelah semua syarat komplit.
Seakan langkah Olipa dan Lince sudah disetting.sebab di kampus dalam pembagian ruangan kuliah,mereka dua satu ruagan.dari SMP hingga Kuliah Olipa dan Lince tidak perna pisah,selalu bersama belajar dalam satu ruangan yang sama.waktu perkuliahan telah membawah mereka dua pada bulan November.mereka akan ujian ganjil dan setelanya akan libur Natal.hari libur Natal telah datang,Olipa dan Lince bergegas untuk pulang karena seusai hari terakhir ujian,besoknya kapal Ngapulu masuk dan akan membawah Olipa Lince ke tanah kelahiran,Biak.setelah sampai di rumah,mereka dua disambut ceriah oleh kedua orang tua dari Lince.mereka sangat bahagia bertemu kembali setelah berpisah beberapa bulan lamanya.liburan natal di Biak menjadi liburan kebahagian mereka berdua,bertemu teman-teman kecil cerita kisah piluh dan resah yang telah berlalu.
(2010)
Inilah tahun yang baru di kota Jayapura dalam menempuh ilmu kedokteran. Olipa dan Lince sudah semester dua. Mereka berdua sudah menjadi adik kaka kandung. Selama masa kuliahnya tidak pernah alpa sehari pun masuk kampus, mereka berdua ingin impian bapaknya harus dinyatakan di kemudian waktu sana. Disamping itu juga aktif di gereja dalam kegiatan-kegiatan sebagai iman dari keluarga yang dibenihkan oleh orang tua. Olipa dan Lince adalah anak yang terdidik dalam keluarga yang positif. Bulan April di bulan paskah, ada konser reggae di lapangan Trikora Abepura. Olipa dan Lince diajak teman kuliah untuk nonton, mereka berdua sepakat untuk nonton. Tiba di tempat konser, mereka bertemu teman kampusnya yang sudah berjanji, namanya Nina, Leo, setelah saling sapah mereka langsung bergegas antri masuk. tiba-tiba teman komplekx Leo baru tiba dengan motor besar CLX sementara mereka menggantri untuk proses karcis masuk, sapah temannya Leo yang namanya Niko yang sedikit agresif;
”Hey….Leo. ko dengan? tanya Niko dengan cepat
”Dengan teman-teman kampus dong ini mau masuk nontong konser,” balas Leo.
“O…. io kalau begitu, sa trada teman jadi kita sama-sama e… (mohon Niko)
“Io, kenalan dulu sama dong,” ajak Leo pada Niko
Sambil Niko ulurkan tangan ke Olipa, Lince dan Nina; ”sa… Niko”. Mereka sudah saling kenal dan sebentar lagi mereka akan masuk nonton konser Renggae sama-sama. Setelah sampai dalam Niko yang seluruh tubuhnya bertato berbisik ke Leo yang lagi serius nonton;
“Hey bro, ko teman yang namanya Lince itu cantik sekali,” bisik Niko di keping kiri Leo.
“ah…. Niko ko stop sudah,ko pacar ada baru,” balas Leo.
“sudah, ko bilang dulu, sa mo kenalan dengan Dia,” ajak Niko pada Leo.
“hhhmmmm… sudah kamu diam dulu,” balas Leo.
Mereka terus menonton artis lokal Paul Oshen dengan ciri khasnya sedang menghibur para pengila reggae yang hadir. Asik menonton sudah pukul 9, bagi Olipa jam 9 adalah berbahaya. Olipa ajak pulang ke rumah, mereka pulang dan sementara pulang, pria bertato, teman dekat Leo tadi, tiba-tiba minta kenalan sama Lince. Lince terima Niko dan mereka saling tukar nomor handphone. Lince kagum sebab Niko punya motor besar yang bagus. Besoknya Lince dan Niko sudah berkominunikasi selakyaknya pacar. Di kampus, Lince bertanya pada Leo tentang Niko tapi Leo tidak jujur sama Lince kalau Niko sudah punya pacar dan punya anak satu dari pacar pertamanya. Lince sudah percaya kalau Niko tidak punya pacar.
Dua minggu kemudian Niko jemput Lince di kampusnya setelah berkali-kali mereka berkomunikasi lewat udara dengan telfon. Siang hari Olipa dan Lince makan siang di kos;
Lince: ”Olipa, bentar saya punya pacar jemput saya, kami dua mau jalan-jalan,” (sambil makan)
Olipa: ”Io ka, hati-hati Lince, kita dari Biak ke Jayapura untuk kuliah,” (tegas Olipa )
Lince: ”Io saya tau, yang penting mengerti saya, jangan bilang bapa dengan mama kalau dong tanya,” (balasnya)
Olipa: ”aduhh… Lince, sungguh, saya tidak bisa tipu,” (balas dengan sedikit kesal)
Lince: ”ah…. sudah Olipa, baku gerti saja, kita kan sudah lama dari kecil,” (jelasnya sedikit tegas)
Olipa: ”Maaf Lince, kalau ortu dong tanya pasti saya bilang karena saya tidak bisa tipu orang tua,” (dengan mohon)
Lince: ”Io, terserah kamu saja,” (balasnya dengan sedikit kesal)
Duduk sekitar dua jam dan waktu telah berlalu hingga jam empat sore. Lince sudah mandi dan berbadan harum dengan penampilanya menuggu pacarnya di depan pintu kos. Setelah beberapa menit berlalu, Niko dengan gaya negronya dengan motor andalannya KLX, tiba dihadapan Lince, saling tatap dengan pandangan yang ceriah dan senyum terbuai diantara mereka berdua, Lince dan Niko. Lince naik dan duduk menempel di punggung dibalik Niko dan pergi jauh kemana mereka tuju. Olipa hanya melihat terakhir Lince memberikan tangan sebagai tanda perpisahan depan kos.
(2011)
Di tahun yang baru, Lince sudah tertarik dengan Niko yang telah lama hidupnya kacau. Lince sudah jatuh cinta pada Niko. Apapun Niko inginkan Lince tetap mengabulkanya karena takut kehilangan Niko semenjak Lince menyerahkan kehormatanya. Lince sudah banyak kali jalan dengan Niko, sering bermalam di rumahnya Niko sementara orang tuanya berlibur ke kampung di Sentani. Lince sudah berubah jauh, berbeda dengan Olipa yang masih seperti dulu, rajin ke kampus dan tetap mengikuti kegiatan di Gereja. Suatu ketika sementara Lince bersama pacarnya diluar kos, tiba-tiba ada telfon dari bapanya dari Biak. ”Olipa, mana Lince, kenapa Lince nomor tidak aktif,” (tanya dengan nada yang keras). Olipa sudah merasa bersalah berkali-kali menipu orang tuanya dan langsung Olipa terus terang sama bapaknya; ”bapa, Olipa jalan dengan Niko,” (dengan nada yang lantang takut). ”Niko itu siapa,” (tanya bapaknya). ”pacarnya Lince bapak,”(balas Olipa). ”jadi begitu ya, bapa telfon-telfon selama ini nomor tidak aktif karena jalan dengan pacarnya,”(jelas bapaknya dengan tegas dan marah). Setelah Lince pulang dari pacarnya, bapaknya telfon Lince, bapanya marah hingga bentak-bentar dan mengancam jika ulang lagi, akan dikeluarkan dari kampus. Lince menangis dan tertunduk. Lince sangat marah dengan Olipa;
Lince: ”Olipa, kamu tidak bisa jaga kita punya rahasia, saya marah sama kamu,” (berkata sambil nagis).
Olipa: ”saya minta maaf, saya tidak bisa tipu saya punya orang tua dengan cara berulang kali, saya merasa berdosa,” (balas dengan memohon dan bersedih).
Lince: ”tidak papa to, bilang saja, itu saya punya orang tua, bukan kau. Pokoknya saya marah sama kamu,” (balas dengan nagis).
Olipa: ”tapi tidak, mereka orang tua saya. Saya sayang sama mereka,” (balas dengan mata sedikit sedih berkaca).
Lince: ”sudah, pokonya kamu saya tidak percaya lagi, saya akan pindah kos,” (balas dalam keadaan marah sambil bergegas untuk pergi).
Olipa: ”jangan, saya minta maaf Lince,” (Olipa nanggis sambil menahan Lince)
Lince: ”sudah cukup, biarkan saya pergi. Saya marah sama kamu,” (sambil dia keluar membawa semua barang yang Ia punya).
Lince pindah kos yang jauh dari Olipa dan tinggal bersama pacarnya Niko seperti sepasang kasih yang telah menikah. Sudah dua bulan lamanya Olipa dan Lince sudah pisah. Hidup diantara Olipa dan Lince telah berubah jauh yang dulu mesra sejak kecil hingga besar, hilang dibawah waktu yang singkat. Lince sudah banyak bicara dengan bapaknya, Dia menipu bapaknya dengan nagis air mata palsunya kalau, Olipa menipu bapa supaya terlihat baik dihadapan bapa dan mama dan saya benci. Karena Lince berbicara sambil nagis berulang kali, bapaknya percaya sama Lince walaupun hanya menipu. Bapaknya marah sama Olipa yang telah menipu dan menjelekkan Lince.
(2012)
Walaupun Lince dan Olipa sudah hidup berpisah, mereka berdua selalu bertemu di ruang yang sama, tapi tidak saling menegur, bertemu pun hanya saling lewat. Olipa sering menegur minta maaf sama Lince namun tidak diterima. Mereka dua sudah semester tiga, selama liburan mereka dua sama-sama tidak pulang ke Biak. Perhatian dari orang tua Lince pada Olipa semakin kelihatan menurun tidak sepenuhnya hanya karena bujukan dari Lince pada bapaknya, beberapa minggu kemudian, uang makan dan uang kos sudah dihentikan oleh kedua orang tuanya untuk Olipa. Dari bulan Februari hingga Mei, Olipa makan hanya menumpang di teman kuliah dan teman Gereja. utang Olipa untuk pembayaran beberapa bulan sudah numpuk. Komunikasi dengan orang tua dari Lince sudah putus, terpaksa Olipa pindah ke Asrama putri Biak agar bisa makan dan tidur. Lince yang tinggal dengan pacarnya Niko, lancar. Setiap bulan ada uang kos dan uang makan, seperti biasa keduanya melihat Lince, walaupun Dia menipu.
Masuk bulan ke sebelas dan mereka akan ujian. Semua mahasiswa ramai-ramai pergi untuk ambil kartu ujian di prodi kemahasiswaan, semua teman-teman telah terima,tinggal Olipa. Kartu ujian Olipa belum di cetak karena masih ada tunggakan satu semester belum dibayar. Setelah melihat itu, Olipa balik kanan dan duduk dibawah pepohonan yang sejuk dan nagis tak menggontrol. Olipa banyak berpikir dalam hatinya ”untuk apa saya datang ke Jayapura kalau pada akhirnya akan seperti ini”. Dalam semangatnya Olipa ingin kuliah dan ingin menjadi dokter yang andal masih berapi. Olipa pulang ke Asrama, sampai di kamar, Olipa tidur dengan penuh kesedihan dan selama satu minggu lamanya sementara teman-temannya ujian, Olipa hanya tidur di kamar hingga usai.
Selesai ujian mereka di liburkan hingga masuk kembali pada tahun yang baru, di bulan februari. Olipa pulang ke Biak dengan kapal Ngapulu dari Jayapura. Sampai di rumahnya teman Lince. Mamanya suruh pulang langsung ke Biak Timur, dimana kampung asalnya. ”Olipa kamu terlalu sekali sama Lince sampai bapaknya marah-marah dia,” (tutur mamanya dengan marah pada Olipa). ”Mama, tunggu saya jelaskan semua,” (sambil nagis Olipa berkata). ”tidak kau terlalu, kamu langsung pulang saja ke kamu punya orang tua di kampung. Bawah barang-barangmu,” (balas mama Lince dengan sangat marah). ”Ia mama saya akan pulang, terima kasih selama ini sudah membantu saya. Tuhan memberkati,” (jelas Olipa dengan bercucur air mata sambil balik badan dan pergi melangkah).
Sampai di kampung Biak Timur di kampung Nuib, bertemu dengan mama kandungnya yang sudah tua. Olipa memeluk mamanya dengan penuh sedih dan air mata. Adik-adiknya sudah besar, ada yang sudah SMP dan SMA. Olipa senang melihat mereka karena ada kebahagiaan alami yang terbenam dalam diri mereka. Sampai di bulan Natal bersama keluarga dan masyarakat kampungnya ramai dalam ceriah sudah menjadi hal yang paling bahagia disana. Olipa benar-benar menikmati kebahagian disana walaupun ada masalah yang Olipa sedang memikul tentang impian yang telah kandas, namun Olipa percaya semuanya ada dalam rancangan dan semua akan pasti baik-baik.
(2013)
01 Februari 2013, tinggal satu minggu lagi masuk kuliah. dari berbagai kota yang berlibur, semua pada siap untuk kembali kuliah lagi. Olipa kandas di kampung dengan satu harapan yang terhindar hanya karena kejujuran hatinya tak bisa menipu. Akhir bulan Februari, mahasiswa semua sudah di Jayapura. banyak teman-teman kampus sudah bertanya Olipa, kalau kapan kembali ke Jayapura. Tinggal dua hari lagi masuk kampus, beberapa minggu berlalu, perkuliahan sudah aktif, teman-temannya sudah pada kuliah, Olipa berlari di pinggiran pantai di kampungnya dengan membawa semangat kuliah yang telah putus ditengah jalan. Sampailah di batang pohon yang melintang ke arah laut, Olipa bersedih dan menagis bercucur pada laut yang luas,kata hati berkata, ”Tuhan aku ingin kuliah, kenapa harus begini, tapi tidak papa, ini mungkin ujian dan besok ada harapan,”.
Tiada jalan dengan harapannya, hari-hari Olipa dengan mamanya membuat sapu dari daun kelapa selama beberapa bulan dan sering Olipa berjualan di pasar kota. Olipa menjadi ibu rumah tangah dengan menghidupi keluarganya di kampung. Olipa mulai berjualan aneka makanan tradisional di pelabuhan Biak selama kapal keluar masuk. Selamah satu tahun Olipa bergelut dengan jualan di pasar dan di beberapa tempat. Hasil dari jualan cukuplah untuk makan agak enak dirumah di kampungnya bersama mama dan ade-adenya. Dalam hati kecil Olipa ingin melanjutkan kuliah kedokterannya, masih terbungkus dengan baik, namun karena biaya jauh lebih mahal, hanyalah mimpi dan mimpi setelah semua yang Olipa harap telah tinggal cerita hitam dibalik waktu yang berlalu disana.
(2014)
Sudah satu tahun lamanya Olipa telah pisah dengan teman-teman kampusnya dan teman kecil Lince. Teman-teman di kampus sudah tahu cerita kalau Olipa tidak lanjut karena masalah biaya. Suatu ketika, pagi-pagi buta bapak Lince datang kerumah Olipa, melihat Olipa lagi sedang menyapu halaman rumah, bapak Lince dari jauh berjalan menuju Olipa dan memeluk Olipa dan nagis bersedih.
Bapak Lince: ”Olipa bapak minta maaf atas tingkah bapa yang seharusnya bapak tidak boleh lakukan dulu,” (sementara memeluk Olipa)
Olipa: ”tidak bapak, saya yang harus minta maaf, “ (balas dalam kesedihan)
Bapak Lince: ”tidak, Olipa kamu anak yang benar-benar jujur sama orang tua. Hari ini bapa menyesal memilih Lince untuk menjadi dokter dan membiayai mati-matian,” (balas bapaknya Lince dengan kesal).
Olipa: ”ada apa Lince bapak,” (tanya Olipa dengan kaget)
Bapak Lince: ”Sodara kamu Lince ada dirumah sakit Dok 2, beberapa minggu lagi dia akan meninggal. Ibu sudah ada disana,” (balas dengan penuh kesedihan)
Olipa: ”Lince sakit apa, bapak,” (tanya dalam nagis dan sedih)
Bapak Lince: ”Dia menderita sakit tiga huruf (HIV)dari pacarnya Niko. Pacarnya sudah lebih dulu meninggal dua minggu lalu,” (balas dengan lantang)
Olipa: ”ya,.. Tuhan Lince,” (berkata sambil menagis menunduk hancur)
Olipa tidak ada kata selain berkata dalam air mata dihadapan bapaknya Lince. Lince adalah anak sulung. Bapaknya Lince menggajak Olipa untuk bersiap melanjutkan kuliah Kedokteran untuk menggantikan Lince di Uncen. Mendengar itu, semagat kuliah kembali hidup, Olipa masuk kamar dan Ia berdoa sungguh-sungguh untuk berkatnya dan untuk sodaranya Lince yang sedang sakit. Dua minggu telah berlalu, datanglah berita duka dari kota Jayapura. Lince sahabat semenjak kecilnya telah pulang ke Surga. Olipa berangkat ke kota, di rumah Lince. sampai disana, Olipa berpelukan dengan mamanya Lince. Benci yang dahulu telah berubah, dalam bahasanya. ”mama minta maaf atas tindakanya dahulu Olipa,” (kata mamanya). ”saya yang minta maaf mama,” (balas dalam kesedihan).
Olipa sangat mencintai Lince, Dia melihat Lince terbaring tanpa nafas, Olipa hancur tak berdaya, kesedihan pun melandah keluarga Lince selama dua minggu lamanya. Setelah empat puluh malam empat puluh hari selesai, Olipa langsung berangkat ke Jayapura untuk kembali sekolah di Uncen. Bapa Lince menggantarnya hingga Olipa kembali kuliah seperti biasa. Sebelum kembali ke Biak, kata bapaknya Lince pada Olipa: ”Olipa, kamu tidak boleh ikut jejak sodarahmu Lince. kamu harus menjadi dokter yang andal. Kamu adalah anak saya,menggantikan Lince,” (pesan bapaknya sambil memegang pundaknya). ”Ia bapak, saya berjanji”(balas janji Olipa dengan lantang). Bapaknya sudah pulang setelah membayar semua tungakan yang dulu. Olipa kembali tinggal di kos dan kembali seperti dahulu, aktif kuliah. Sudah semester empat, namun disetiap kesunyian Olipa igat Lince, setiap jejak dalam kenangan hari dahulu tetap abadi dalam hati kesedihan Olipa. Olipa hanya bisa berdoa untuk Lince yang telah pergi.
(2015)-(2018)
Olipa menempuh jalan menuju kesuksesan dengan banyak cobaan dari pria hidung belang di kota Jayapura, namun karena pengalaman yang Dia saksikan terhadap sodaranya Lince, benar-benar Ia kuat hingga Olipa sukses menjadi Dokter hebat di kota Biak, setelah mendapati lulusan terbaik dari 145 dokter muda yang tamat di tahun 2018. Walaupun dalam pertengahan studinya, Ibu kandung Olipa meninggal di kampung, sementara Olipa sedang menjalani proses magang di rumah sakit Dok dua kota Jayapura. Olipa tidak putus semangat dalam mengejar impianya. Olipa puas telah merai impiannya menjadi Dokter lulusan terbaik dan saat ini sudah bekerja rumah sakit Umum Biak. Orang tua angkat yang telah membantu dalam proses perkuliahan terlihat bahagia melihat Olipa sukses, walaupun kesuksesan Olipa ini mengingatkan Lince yang telah pergi, namun Olipa telah menjadi anaknya, kebahagiaan pun sama. Lanjutnya Ibu Dokter Olipa di kenal banyak orang hanya karena pekerjaannya menyentuh rakyat kecil, banyak menyelamatkan masyarakat Biak disekitar kampungya dan seluruh warga kota Biak yang sakit. Hati yang tulus telah menjadi berkat bagi hidupnya, keluarga dan banyak orang.
”Kisah cerita ini mengajarkan kita untuk bertekun pada apa yang kita kerjakan dan apa yang kita impikan. kejujuran pada orang tua kita sebagai wakil Allah lebih penting daripada kejujuran pada wanita atau pria yang kita membangun komunikasi. Tidak penting apapun yang datang dengan sesuatu dengan kemewahan apapun. Kemewahan itu ada batas waktunya tapi ilmu dalam profesi adalah abadi selagi manusia itu bernafas.”
*Tulisan ini sebelumnya sudah di publis di mrnomen.wordpress.com