Adil Untuk PerubahanAdil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Reading: Fenomena Jual-Beli Marga Papua: Telanjangi Diri Sebelum Punah
Share
Sign In
Notification
Font ResizerAa
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Font ResizerAa
  • Headline
  • Tanah Papua
  • Kesehatan
  • Ekonomi & Bisnis
  • Pendidikan
  • Artikel
  • Cerpen Papua
  • Pariwisata
  • Editorial
  • Tanah Papua
  • Berita Papua
    • Polhukam
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Perempuan & Anak
    • Ekonomi & Bisnis
    • Infrastruktur
    • Lingkungan
    • Olaraga
  • Jendela Papua
    • Kuliner
    • Lensa
    • Pariwisata
    • Travel
    • Seni & Budaya
  • Pena Papua
    • Catatan Aktivis Papua
    • Sastra
    • Cerpen Papua
    • Artikel
    • Siaran Pers
    • Berita Foto
  • Editorial
  • Advertorial
Have an existing account? Sign In
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
Adil Untuk Perubahan > Editorial > Fenomena Jual-Beli Marga Papua: Telanjangi Diri Sebelum Punah
Editorial

Fenomena Jual-Beli Marga Papua: Telanjangi Diri Sebelum Punah

admin
Last updated: March 25, 2023 00:53
By
admin
Byadmin
Follow:
2 years ago
Share
6 Min Read
SHARE

Oleh: Benyamin Lagowan

Iklan Nirmeke
Ad image
  1. Pengantar

Di Papua akhir-akhir ini lagi marak pemberian gelar anak adat dan nama marga kepada orang luar. Seolah roh Otsus yang hadir menyebabkan OAP disuguhi banyak uang, buat kita makin terlena dan mengidap penyakit mental instan.

Saya ikuti selama 10 tahun terakhir telah terjadi beberapa pemberian gelar anak adat dan marga. Meski tidak secara kasat mata terjadi jual beli gelar anak adat dan marga.

Tetapi bila melihat motif dibalik pemberian itu yang berkorelasi dengan motif politik dan pemilu maka, dapat diduga memiliki unsur tukar tambah rupiah di belakangnya. Praktek ini telah menjadi semacam fenomena yang makin sering terjadi akhir-akhir ini di Papua. Umumnya menjelang Pemilu Kepala Daerah.

  1. Beberapa Kasus

Sejak 2010 hingga 2020 lalu setidaknya ada beberapa kasus pemberian gelar anak adat dari suku-suku asli Papua kepada pihak luar. Yang mana para penerimanya kebanyakan 100% berlatar belakang politisi.

Pertama, ada pemberian gelar anak adat kepada Komarudin Watubun saat akan berpasangan politik dengan Aleks Hesegem oleh suku-suku di Port Numbay jelang pemilukada Gubernur 2006/2012.

Kedua, pemberian marga “Wally” kepada Dokter John Manangsang saat jelang Pemilukada Kabupaten Jayapura 2014/2018 oleh suku Wally di Sentani.

Ketiga, pemberian marga Asso-Lokobal di Wamena kepada John R. Banua sebelum/menjelang Pemilukada Jayawijaya 2014/2018 oleh oknum marga klan Asso Lokobal.

Keempat, pemberian gelar anak adat kepada Menhan Ryamisard Ryacudu oleh Ramses Ohee/Wally pada tahun 2019 di Sentani.

Kelima, Penyataan dukungan kepada Johny Banua Rouw sebagai anak adat Yapen ketika terpilih menjadi ketua DPRP 2019.

Keenam, pemberian gelar marga Numberi oleh oknum klen Numberi kepada Menteri Risma tahun 2023.

  1. Mitologis dan Filosofis “Marga”

Marga, keret atau fam merupakan identitas sosial budaya tiap entitas orang asli Papua. Marga menjadi simbol harga diri, simbol sakralitas dan harkat martabat OAP sejak leluhur.

Iklan Nirmeke
Ad image

Dalam marga dan keret terdapat nilai, fungsi dan tujuan filosofis hidup OAP sejak zaman leluhur marga itu muncul/terbentuk pertama kali. Usianya sudah puluhan ribu Tahun.

Baca Juga:  Sulitnya Membasmi TPNPB - OPM

Dalam tatanama nama keret terdapat makna filosofis, mitologis asali yang pure, nature dari perjalanan nenek moyang suatu marga.

Artinya terdapat ratusan generasi yang pernah hidup dengan jaga nama baik marga itu. Hidup dengan keaslian marga itu. Hidup dan mati mempertahankan eksistensi marga itu.

Buah daripada perjuangan mereka itu, hari ini generasi kita-yang baru sekitar 70 an tahun bersama Indonesia-masih mewarisi marga itu.

Lantas pertanyaan: apakah pantas kita menjual, memberi, menyerahkan, atau menggadaikan marga itu demi secuil hadiah, jabatan, rupiah dll. kepada orang asing?

Pantaskah OAP menyerahkan marga mereka kepada suku bangsa di luar dirinya dan komunitas sosial budaya tempatannya? Bahkan mereka yang secara struktur kelas sosial ekonomi orang berada, kaum elit, politisi dan pejabat negara?

Dulu, para leluhur selalu menjaga dengan bangga tiap keretnya. Selalu merasa terhormat dengan famnya. Tidak pernah merebut, menjual atau menolak dan melepaskan marga mereka.

Mereka menghidupi dan menjalani penamaan marganya dengan bangga. Karena ada nilai filosofis dan sosiologis dalam mitologis famnya.

  1. Mitologi Marga “Lagowan”

Sekedar contoh: marga saya “Lagowan” memiliki mitologinya sendiri. Dikisahkan menurut orang tua, marga ini terjadi, berawal dari perjalanan seekor babi yang tiba-tiba muncul di salah satu kampung, di sekitaran kota Wamena yang kemudian babi itu menjelma menjadi seorang manusia.

Manusia itu disebut sebagai manusia bermarga lagowan yang pertamakali muncul. Sejak saat itu marga lagowan dipakai secara langsung untuk kami. Anak keturunan manusia itu diberi marga lagowan dan terus dipakai turun temurun hingga saat ini.

Baca Juga:  Otsus Dalam Genggaman Elite Papua

Marga Lagowan dalam bahasa dan sastra orang Wamena, berarti karakter orang yang sukar menerima sesuatu begitu saja. Orang yang suka bertanya berulang-ulang; orang yang kritis; orang yang tidak bisa begitu saja mau menerima argumen/padangan orang lain secara gamblang. Tidak mudah terpengaruh. Tidak suka ikut-ikutan.

Itulah mengapa dalam kehidupan saya sejak kecil, ketika ada orang tua yang berdiskusi dengan saya sering katakan: “anak ini dikasih tahu tidak bisa dengar, harus tanya/bicara ulang-ulang baru dengar/ mengerti”. Ada juga sering katakan ” kamu ini keras kepala sekali, “Lao’wan”, jadi tanya terus kah?”.

Ini arti mitologis dan filosofis marga saya. Belum puluhan-ratusan bahkan ribuan marga lainnya di Wamena dan Papua yang memiliki historinya masing-masing.

  1. Kesimpulan

Dengan arti seperti itu, bila ada praktek jual beli marga saat ini maka secara langsung kita telah menyerahkan, membunuh dan mematikan roh, spirit dan nilai luhur yang berada dibalik makna marga masing-masing.

Kita telah kehilangan jati diri, tidak mempunyai roh dan roh itu berpindah. Kita menjadi manusia tanpa roh, menjadi manusia asing dan tercerabut dari akar historis peradaban leluhur.

Apa jadinya jika leluhur moyang murka atas perilaku kita? Kutuk, musibah dan derita tentu akan terus menerus datang silih berganti. Besar kemungkinan kita akan punah satu persatu hingga punahnya marga secara kokektif yang artinya punahnya oap yang makin menyata akhir-akhir ini.

Cukup sudah jangan kita jual semua, mau jadi apa bangsa ini dan masih percayakah kita nubuatan IS Kijne?*
——-
Penulis adalah anak adat klan Lagowan-Matuan dari sub suku Hubula, Wamena, Lapago.

Jayapura, 25 Maret 2023

You Might Also Like

Sejarah Misi Katolik di Kampung Yogonima

Memikirkan Jalan “Lepas” dari Cengkeraman Oligarki

Pater Neles Tebay: Paus Belum Sebut Papua

Mendalami Strategi Perang Gerilya ala Che Guevara

Sepuluh Strategi RI Taklukan Bangsa Papua Barat

TAGGED:Adat PapuaMarga PapuaPemberian Marga Papua

Gabung Channel Whatsapp

Dapatkan berita terbaru dari Nirmeke.com di Whatsapp kamu
Klik disini untuk bergabung
Dengan anda klik untuk gabung ke channel kami , Anda menyetujui Persyaratan Penggunaan kami dan mengakui praktik data dalam Kebijakan Privasi kami. Anda dapat berhenti mengikuti kapan saja.
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link
Previous Article Agar Harga Bapok Murah, Pembangunan Jalan Trans Jayapura-Wamena Harus Dipercepat
Next Article JALAN TUA DEMOKRASI
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Hangat

Mahasiswa Lanny Jaya di Makassar Tolak Pembangunan Pos Militer di Distrik Melagineri
Tanah Papua
2 days ago
Bupati Yahukimo Hadiri Pelantikan 35 Anggota DPRK Periode 2025–2030
Tanah Papua
2 days ago
Mahasiswa Papua di Sumatera Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Wamena
Tanah Papua
2 days ago
Kekurangan Guru dan Dampak Banjir Hambat Pendidikan di Jayawijaya
Pendidikan
4 days ago
Iklan
Ad image

Lihat Topik Berita Lain Dari Nirmeke

Baca juga
EditorialSeni & Budaya

Mengapa Begitu Banyak Musisi Besar Adalah Orang Kulit Hitam?

11 months ago
Editorial

Gereja Bukan tempat Fashion Show

7 years ago
EditorialSiaran Pers

Kunjungan Paus Fransiskus Sangat Bersejarah Bagi Orang Papua

9 months ago
Editorial

Pasifik Selatan: Kelemahan, Peluang dan Tantangan ke Depan

1 year ago
EditorialTanah Papua

LEBIH BAIK MRP DI BUBARKAN

2 years ago
Editorial

Prinsip Dasar Utama Tanah Bagi Orang Hubula

2 years ago
Editorial

Menantikan Uskup Agung Merauke Yang Baru

12 months ago
EditorialTanah Papua

Tujuan Pemekaran Provinsi di Tanah Papua

2 years ago
EditorialHeadline

Rasisme di Indonesia Masih Dominan Terhadap Bangsa West Papua

3 years ago
Previous Next
Adil Untuk PerubahanAdil Untuk Perubahan
Follow US
© 2025 Nirmeke. Design by Team IT Nirmeke. All Rights Reserved.
  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Cyber
  • Iklan
  • Jasa Buat Website
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?