Jayapura, nirmeke.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cendrawasih Jayapura mendukung Kejati Papua dan Pengadilan Tipikor Papua dalam penegakan hukum kasus korupsi pengadaan Helikopter dan pesawat terbang Pemda Mimika senilai 69 miliar oleh Plt Bupati Mimika Yohanes Rettop.
Salmon Wantik, Presiden BEM Universitas Cendrawasih Jayapura meminta Kejati Papua dan Pengadilan Tipikor Papua untuk menangkap koruptor Papua Plt Bupati Mimika Yohanes Rettop yang nyata-nyata merugikan negara dan masyarakat Mimika.
“BEM mendesak Kejati Papua dan Pengadilan Tipikor menolak semua permohonan tersangka dan Pengadilan segera mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap terdakwa Plt Bupati Mimika,” tegasnya.
Lanjutnya, bila penegakan hukum tidak dilakukan secara jujur, BEM Uncen melihat hukum di Indonesia terhadap kasus di Papua sangat diskriminatif.
“Bila tuntutan kami diindahkan (tangkap) mahasiswa melihat hukum di Indonesia Rasis dan Diskriminatif terhadap penegakan hukum yang di alami orang asli Papua dan non Papua. Bila orang Papua yang terjerat kasus korupsi, tanpa bukti sudah ditangkap dan dipenjarakan, berbeda dengan non Papua yang terjerat kasus korupsi, sudah terbukti dengan pelimpahan berkas P21 sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor PN Jayapra sudah jalan namun sampai saat ini tersangka Plt Yohanes Rettop belum juga di tahan dan ditangkap,” tegasnya.
Ini membuktikan hukum di Indonesia tebang pilih antara Orang Papua dan non Papua sehingga BEM Uncen minta hukum yang adil itu diterapkan ke semua warga negara Indonesia termasuk orang asli Papua.
Yanes Hisage, ketua BEM Fakultas Hukum Uncen juga berharap penegakan hukum terhadap para koruptor di Papua tidak boleh tebang pilih antara Orang Papua dan non Papua.
“Kalau hukum diskriminatif begini masyarakat akan menilai keadilan tidak memihak ke orang Papua,” tegasnya.
Dikatakan, jika Plt Bupati Mimika tidak ditangkap ini bukti bahwa hukum Indonesia jelas-jelas menunjukkan sikap diskriminatif yang lebih bertindak tegas kepada orang Papua tetapi tidak tegas kepada non Papua. (AP)