Oleh; Soleman Itlay
Tingkat literasi provinsi Papua dan Papua Barat merupakan yang terburuk di seluruh Indonesia. Tidak ada perubahan selama hampir 5 dekade terakhir, termasuk 20 tahun sejak Otsus Papua dan beberapa pemekaran DOB diberlakukan di tanah Papua.
Perkembangan Literasi di Dunia
Pada 2019 lalu, Organization for Economic Cooperation and Development (OWCD) merilis hasil riset dari Program for Internasional Student Assessment (PISA) tentang peringkat literasi di dunia.
PISA dikenal sebagai sebuah lembaga profesional dan independen yang lebih cenderung melakukan riset dan melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan di dunia. PISA dalam sepak terjangnya cukup dipengaruhi oleh OWCD.
Indonesia menjadi salah satu negara dari 77 negara yang masuk dalam riset tersebut. Dari hasil riset menunjukkan Indonesia berada peringkat terbawah.
Indonesia mendapat peringkat ke 71 dengan tingkat presentasi 382,0 dan masuk dalam kategori 10 negara terakhir dengan tingkat literasi terendah di dunia.
Dari 10 besar itu menduduki urutan ketiga sebagai negara dengan tingkat literasi yang cukup memperhatikan, di belakang Argentina (395,0), Georgia (387,0) dan Arab Saudi (386,0).
Kemudian disusul lagi oleh Lebanon (376,7), Maroco (378,0), Panama (365,0), Kosovo )361,3), Philippina (350,0), dan Republik Dominakan (334,3).
Peringkat 10 besar dipimpin oleh China (578,7). Kemudian dibawah itu muncul Singapura (556,3), Makao (542,3), Hongkong(530,7), Estonia (525,3), Jepang (520,0), Korea Selatan (519,7), Canada (516,7), Taiwan (516,7), dan Finlandia (516,3).
Indonesia cukup menerapkan sistem pendidikan dengan wajib membaca, matematika dan sains selama 3 tahun sejak berada di jenjang pendidikan paling dasar, seperti TK dan SD, tetapi PISA menilai belum cukup merangsang siswa/orang untuk menjadi bangsa yang gemar membaca.
Perkembangan Literasi di Indonesia
Hingga saat ini masih menduduki urutan paling terbawah dan yang terburuk. Dengan kata lain, masih berada di peringkat satu dan dua dari 34 provinsi yang ada di Indonesia.
Indeks Alibaca melalui riset di Puslitbang 2021 mengemukakan bahwa dari 34 provinsi, provinsi Papua dan Papua Barat berada urutan paling terbawah.
Provinsi Papua berada paling terakhir dengan indeks presentasi 19,90%. Sedangkan Papua Barat berada di urutan kedua dengan tingkat literasi paling buruk juga karena dalam indeks Alibaca tercatat 28,26 persen.
Enam besar ada di luar tanah Papua, yaitu; D.K.I Jakarta 58,16%, DJ. Yogyakarta 56,20%, Kepulauan Riau 54,7%, Kalimantan Timur 40,1%, Bali 43,58%, Kalimantan Utara 40,20%.
Dalam riset tersebut menunjukkan bahwa Papua dan Papua Barat berada di urutan pertama sebagai provinsi paling terburuk dalam konteks perkembangan literasi nasional.
Posisi ini persis sama dengan tingkat kemiskinan di Indonesia, dimana dua provinsi paling timur Indonesia itu menduduki urutan pertama dan kedua sebagai provinsi termiskin diatas tanah luas dan kaya raya.
Pada Maret 2022 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Papua dan Papua Barat berada dalam klasifikasi 10 provinsi termiskin di Indonesia dengan presentasi demikian: tingkat kemiskinan Papua 27,38 dan Papua Barat 21,82%.
Dua provinsi ini masih kokoh diatas Nusa Tenggara Timur (20,44%), Maluku (16,3%), Aceh (15,53%), Gorontalo (15,41), Bengkulu (14,43) dan Nusa Tenggara Barat (13,83).
Situasi diatas juga masih berlaku dimasa Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan setelah dimekarkan Papua Barat serta sejumlah kabupaten/kota di tanah Papua.
Pertanyaannya: bagaimana nanti perkembangan tingkat literasi pasca pengesahan perubahan UU Otsus Papua Nomor 21 Tahun 2022?
Apakah pemerintah pusat dan daerah akan mampu menjawab tingkat kompleksitas pendidikan di Papua, termasuk literasinya melalui Otsus Papua jilid dua dan pemekaran provinsi baru yang disahkan pada Juni lalu?
Kita akan lihat 10 tahun pertama sejak Otsus Papua dan pemekaran provinsi dan kabupaten/kota di Papua muncul. Ikuti juga hasil riset terbaru dari PISA dan Kemendikbud RI nanti.