Oleh; Ali Mirin
Ukmog salah satu kampung terkecil dan terisolasi yang dinginnya tak kalah dengan kota Wamena atau kota Batu di Malang. Kampung ini terletak diantara kabupaten Pegunungan Bintang dibagian timur dan kabupaten Jayawijayah dan Nduga di bagian barat, kalau jalan kaki biasanya menghabiskan satu minggu lebih dalam perjalanan dari dan ke Wamena, satu minggu lebih itu untuk mereka yang kuat. Dikampung inilah Segomne berasal, ayahnya seorang guru Sekolah Dasar (SD) dan satu-satunya anak asli dari kampung Ukmog yang selesai D3 keguruan dan mengabdi disana dengan segala keterbatasan. Selain mengajar dia juga hamba Tuhan dikampungnya, dia termasuk orang sibuk karena hari senin-hari sabtu mengajar di sekolah sedangkan hari minggu melayani di gereja.
Sejak ia mengabdi disana anak didiknya yang angkatan pertama sampai sekiannya sudah mulai menekuni berbagai disiplin ilmu di Jayapura ibu kota provinsi Papua dan selain itu ada juga yang belajar diluar Papua. Sedangkan yang lain menduduki bangku SMP dan SMA, bahkan ada yang sudah jadi PNS. Setiap bulan desember itu bulan yang tersibuk dan ramai dikampungnya Segomne terutama dirumahnya, karena pada saat mahasiswa dan pelajar dari kota ikut mudik natalan bersama orang tua, jadi biasanya di Youe (rumah khusus laki-lakinya) Bapak guru pasti ramai, anggap saja Youenya Pak guru itu rumah mereka.
Ibu dan ayahnya Segomne sangat bangga atas keberhasilan anak didiknya jadi setiap bulan desember itu pasti potong hewan piaraannya seperti babi, ayam dan lainnya, bahkan pak guru yang biasa bantu uang sekolah, bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu. Dan kadang bersaksi di gereja bahwa bapak ini hanya tamatan D3, tapi anak -anak sudah berhasil sampai sudah jadi seorang dokter, pilot dan lain sebagainya jadi bapak senang.
Sedangkan ketika ada pemekaran kabupaten baru di daerah mereka dan yang jadi pejabat di kabupaten barunya adalah anak didik ayahnya Segomne maka mereka kasih penghargaan sebagai kepala distrik atas pengabdiaannya dan dedikasinya sebagai pahlawan tanpa jasa. Sejak ia jabat kepala distrik itu orang -orang sangat senang atas kejujuran dan keterbukaan informasi tentang bantuan seperti dana pembangunan desa begitu. Karena itu, dirumahnya pak guru setiap hari pasti ada tamu baru dan makanan termasuk daging ada terus.
Kalau ibunya Segomne lewat pasti orang kasih suara bahkan kasih tebu dan hasil bumi lainnya rupanya mereka sangat menghargai dia sebagai isteri dari kepala distrik. Sayangnya, suatu waktu ayahnya Segomne di undang untuk menerima dana desa di kabupaten, jadi turun ke kota Dekai ibu kota Kabupaten Yahukimo, tapi karena disana banyak orang yang antri sehingga dia juga ikut antri sejak pagi sampai siang.
Pada saat itu, dia terlambat makan tambah dengan dada panasnya terik mata hari jadi kena sakit komplikasi malaria tropika dan tersiana plus, tapi setelah terima uang hari esoknya langsung balik ke kampung tanpa kontrol gejala malaria itu dirumah sakit karena dia tahu bahwa kalau lama dikota uang masyarakat bisa habis.
Sayangnya taktir cerita lain, dia meninggal karena minimnya alat kesehatan serta tenaga kesehatan disana. Tapi dibalik itu, ada yang isukan kalau papanya Segomne itu meninggal karena kena penyakit aneh yang bisa menular, karena itu setelah makamkan bapak kepala distrik itu ada kelompok yang cerita kalau satu kampung ini mau hidup berarti kita cari solusi, kalau mau mati semua ikut kam pu kepala distrik berarti silahkan tinggal disini. Mungkin ada yang tidak senang dengan ayahnya Segomne selama dia masih hidup, jadi semua orang memilih pindah ke lokasi yang baru, sedangkan disitu hanya tinggal kakek dari Segomne, ibunya serta Segomne sendiri waktu itu hanya tiga tahun usianya.
Segomne sering main sendirian di bekas -bekas bangunan yang sudah bongkar itu dan sering juga tanya kakek ini bekas rumahnya siapa dan kenapa kita tidak tinggal dengan banyak orang di atas? Tapi kakeknya selalu ahlikan pembicaraan, dia tidak mau ceritakan apa yang pernah terjadi dimasa lalu terhadap ayah dari cucunya.
Seiring berjalannya waktu Segomne sudah kelas lima SD, dikelas guru-gurunya sangat menghargai semua murid termasuk Segomne. Hanya saja kalau saat dalam perjalanan kerumah itu yang orang-orang tidak suka Segomne termasuk ibunya, jadi kalau mereka lewat orang-orang buang muka ke tempat lain tanda tak terimanya mereka.
Sedangkan tradisi dikampungnya Segomne itu nanti satu kampung itu masak babi piaraannya satu kali setelah piara beberapa tahun, tapi karena tetenya sering mengalami perlakuan seperti yang dialami cucunya sehingga pada saat orang-orang di kampung mau potong daging babi begitu kakek ajak cucunya ke hutan disana Segomne belajar letak hutan mereka, batas-batas hutan mereka cara bertahan hidup di hutan serta bikin jerat untuk kus pohon, jadi kakeknya sengaja ajak cucu tinggal lama” dihutan sampai orang-orang dikampung sudah makan habis mereka punya daging babi baru kembali.
Seiring berjalannya waktu Segomne sudah selesai SD dan mau lanjut secondary School atau SMP di Wamena karena itu kakeknya menjual babi yang satu-satunya tete punya itu. Babi itu diambil oleh salah satu anak didik dari ayahnya Segomne yang juga biasa tidur bangun, makan bersama dirumah pada saat ayahnya segomne masih hidup.
Sialnya, dia janji akan kasih uang setelah Segomne di Wamena baru, dia hanya kasih dua ratus ribu rupiah saja untuk beli makan dan minum dalam perjalanan ke Wamena. Sore itu, kakeknya ke kampung besar dan minta supaya kalau ada yang jalan kaki ke Wamena cucunya mohon diikutkan, awalnya mereka bilang iyah siap-siap saja nanti kami panggil, tapi mereka sembunyi-sembunyi keluar ke Wamena.
Sedangkan sore itu kakek buka dia punya dompet asli yang bungkus rapi dengan noken itu ternyata tete dia simpan uang sepuluh ribu lama yang pernah anaknya kasih pada saat dia jadi kepala distrik. Kakek berdoa dan kasih ke cucunya ini uang dari ayahmu, orang-orang yang sekarang sombong dan setiap hari naik pesawat ini papamu yang didik mereka, dulu kampung dan rumah ini tempat yang enak untuk mereka duduk bercerita dan tidur, kini rumput mulai masuk. Jika suatu waktu tete pergi ke hutan yang selama ini kita berburu untuk selamanya, maka anak jangan pernah tidur ataupun singgah dikampung mereka, tanah dan kampung inilah nenek moyang kita tinggal dan cucu juga akan hidup disini.
Sebelum cucunya berjalan kaki selama satu minggu lebih ke Wamena, sore itu kakeknya mulai siapkan ubi dan keladi yang bisa bertahan lama dalam perjalanan serta siapkan bambu hutan yang disiapkan khusus untuk bikin api karena mereka tidak punya korek api, sepertinya ancient method yang masih eksis. Kakeknya sama sekali tidak ragu kalau cucunya akan melewati jurang-jurang terjal serta gunung -gunung tertinggi karena selama ini dia dengar bahwa ke Wamena hanya melawati banyak gunung dan sungai, tapi dia merasa cucunya sudah diajarkan cara bertahan hidup di gunung.
Ternyata, tidak hanya Segomne sendiri yang ketinggalan ada kawan -kawannya Lungguru dan Inamna juga ikut ketinggalan, jadi mereka sepakat untuk hari esoknya jalan kaki ke Wamena. Sebelum mereka tidur di kampung di kali sebelah, sore itu Segomne saling berpelukan dengan kakeknya sebagai tanda perpisahan. Rupanya, sekalian tanda perpisahaan terakhir untuk selamanya mengingat usia tete yang tidak lagi muda.
Sore itu Segomne, Inamna dan Lungguru tidur di kampung tetangga sebelum mendaki salah satu gunung tertinggi disebalah barat dari kampungnya. Hari esoknya mereka bangun subuh sekitar jam 3:30 kemudian mulai mendaki gunung sampai jam 6 pagi sudah tiba di puncak karena digunung jadi mata hari sudah mulai terbit, sedangkan kampung Ukmog sudah tutup dengan awan putih jadi tidak bisa lihat, hanya kampung kecilnya Lungguru saja yang kelihatan sedikit, Lungkuru dia duduk menangis disitu setelah melihat asap kecil yang mengepul rumah dimana sang ibu tinggal.
Ternyata, mereka tiga ini nasibnya sama, tapi mereka tidak terlalu singgung di bagian itu, hanya fokus dan menakluki gunung -gunung tertinggi mulai dari gunung Debo, Derenga, Konomo hingga Sogosa serta menyulusuri hutan-hutan tropis satu bersatu sambil menyeberangi sungai-sungai deras seperti Brasa, Solo, Seng dan Baliem sambil mengikuti jejak teman-temannya yang hari sebelumnya mendahuli mereka, selama delapan hari.
Akhirnya hari ke delapan, sore sekitar jam tujuh sudah tiba di terminal Sogokmo sekitar satu jam dari terminal sogokmo ke Wamena ibu kota kabupaten Jayawijayah. Kaki tanpa alas hanya celana pendek yang masih robek-robek menutupi badan mereka serta kaki masih pingsan-pingsan karena pasir putih dari Yogosem sampai Seima yang bikin mereka tidak kuat jalan, tapi terus berjalan mendekati dimana ada taksi angkutan umum.
Mereka tiga paksa jalan terus mendekati mobil star wagon yang sedang menunggu mereka, rupanya sopir dia hafal betul kalau jam-jam itu masyarakat dari belakang sana sering tiba, setelah tiba mereka naik taksi angkuatn umum tujuan kota Wamena. Inamna memilih didepan dengan sopir kalau Lungguru dan Segomne mereka dibelakang, sungguh hari itu hari bersejarah dalam hidup mereka, dimana mereka pertama kalinya naik mobil.
Setelah start mobil dan jalan tapi, karena jalan tidak rata dan biasanya di tanah longsor itu mobil loncat-loncat begitu jadi Inamna dia berteriak minta sopir tolong rem… rem mungkin kata itu yang dia hafal sedangkan dia pu kawan dua dibekalang duduk pegang mati dengan kursi. Sopir lihat dari spion kalau mereka panik, jadi dia sengaja injak-injak gas mobil membuat mereka tambah takut lagi, tapi akhirnya mereka tiba di salah satu gubuk kecil di belakang pasar Potikelek. Gubuk kecil yang ditutup dengan alang-alang dan taruh beberapa elai seng diatas lalu tindis dengan batu dari kali ue itu menjadi istana baru mereka bertiga.
Disana mereka tiga membicarakan strategi dan satu orang masuk sekolah pagi sedangkan dua orang daftar di sekolah sore dengan alasan mereka bisa narik becak gantian, sedangkan orang yang pernah ambil babi dan janji kalau nanti kasih uang itu sempat ketemu tapi tanpa kasih suara dia balik ke kampung dan kasih tahu ke kakeknya Segomne bahwa dia sudah kasih uang dan akan membiayai uang sekolah sampai selesai.
Tetenya sangat percaya dengan orang ini apalagi ayahnya Segomne itu bagian penting dari kesuksesannya, tapi karena kakeknya Segomne tidak punya apa -apa jadi sebagai ucapan terima kasihnya dia kasih lokasi hutan dan kebun dengan catatan kalau cucunya kembali akan lepas tangan ke dia. Di sekolah segomne biasa duduk dibelakang dan kadang-kadang mengantuk, jadi teman-teman kelasnya cerita Segomne bodoh jadi dia datang untuk tidur dikelas bukan untuk belajar mereka cerita, tapi ada salah satu teman dari mereka dengar dan merasa tidak bagus kalau cerita teman kelasnya.
Hari berikutnya, dia duduk bersama Segomne dibelakang dan ajak dia beli gorengan dan hari -hari berikutnya mereka dua saling membantu. Satu kali temannya tanya kawan Segomne kemarin saya ada lihat ko ada tarik becak! Segomne jawab iyah saya biasa narik becak setelah pulang sekolah, oh kawan bisa bantu saya kah minggu depan.
Minggu depan pas hari libur itu Segomne jemput Mince kawan kelas yang sudah janjian itu, Mince bilang kawan hari ini ko antar saya nanti saya bayar! Sip, dia antar di pasar Jibama disana Mince ambil kiriman dari orang tuanya berupa buah-buahan dan sayur ada buah merah juga.
Dia antar langsung ke pasar Sinakma dan jual disana, tapi orang kasih tawar” sampai dapat uang sedikit saja sedangkan lain bawa pulang kerumah nanti besok baru jual lagi, maklum Mince belum pernah jualan sebelumnya jadi sial, uang yang ada kasih Segomne, tapi dia bilang kawan simpan untuk bayar uang becak kalau saya tidak datang, dia merasa kasihan Mince sudah jual setengah mati baru dapat uang tidak sesuai target.
Semua itu Mince ceritakan ke ayahnya saat dia datang ke Wamena, ternyata papanya Mince juga pernah mengalami cara hidup seperti Segomne yang sedang alami jadi dia suruh Mince undang Segomne ke tempatnya. Disana dia sharing pengalaman dia di masa lalu dan kasih motivasikan.
Seiring berjalannya waktu mereka dua semakin akrab dan Mince yang selalu bantu Segomne, suatu waktu Segomne tanya kalau di kampung Mince bisa kirim jualan begitu kah nanti kam pu papa yang jualan kita kirim-kirim barang berupa supermi, garam dan yang dibutuhkan dikampung! Ah itu ide yang bagus Mince biasa telp orang tua dengan hp pamannya jadi sore itu dia isi pulsa dan telepon orang tuanya dan sampaikan ide yang tadi mereka bicara, ayahnya respond dengan baik.
Sejak itu mereka belanja barang berupa supermi, garam dan beras di Wamena dan kirim ke Tolikara disana ayahnya Mince yang jualan dan uang yang dapat sebagian menabung dan sebagian kirim untuk belanja sekaligus uang makan buat dong dua. Setelah selesai Sekolah Menengah atas SMA mereka siap-siap untuk ke Jayapura, Mince sudah telepon orang tuanya dan mereka suruh tunggu.
Sedangkan Lungguru dan Inamna awalnya semangat ke sekolah, tapi ketika mereka duduk di gubuk pada saat tidak ada makanan itu mereka dua rebus hipere eka (daun ubi) dan kol eka (sayur kol) saja baru cerita-cerita kampung bagaimana orang tua mereka siapkan gwaneng (ubi) mereka meneteskan air mata sambil cerita, ternyata diam” mereka sepakat untuk pulang kampung dari pada menderita kelaparan lebih baik kita dua pulang kampung apa lagi biaya sekolah yang semakin mahal dan tidak ada orang yang bantu kita.
Sorenya pas Segomne beli ubi di pasar baru bawa untuk mereka rebus, tapi sambil masak Segomne lihat begini mereka dua sudah menyimpan jadi dia bilang dong dua kalau tete saya biasa cerita bahwa kalau berburu tapi belum dapat hasil itu jangan pulang kampung karena anak-istri tahu dan menaruh harapan bahwa ayah akan bawa hasil, demikian juga kita pasti orang tua berharap dan berdoa supaya kita sekolah baik-baik sampai selesai.
Begitu mendengar apa yang baru saja dibicarakan, mereka dua langsung merespon dengan petani makan satu piring pegawai juga makan satu piring nasi kecuali pegawai makan lima piring baru kita mati-matian tahan lapar disini, lebih baik kita pulang kampung dari pada siksa disini. Hari esoknya segomne bangun dan lihat begini mereka dua sudah tidak ada dirumah, mereka sudah pulang kampung.
Segomne merasa kehilangan kawan sebayanya tapi biar sudah nanti suatu waktu akan saya ketemu mereka. Sedangkan ayahnya Mince datang dari daerah Tolikara dan dia belikan tiket pesawat untuk dong dua dari Wamena ke Jayapura dan kasih sepuluh juta rupiah untuk mereka dua bagi tengah, sungguh uang yang tidak pernah Segomne pegang. Dengan uang itu mereka dua tambah semangat akan lanjut kuliah di sana, setelah tiba di Jayapura Mince masuk jurusan keperawatan sedangkan Segomne masuk keguruan, ayahnya Mince menjadi orang yang penting dalam process perkuliahan mereka.
Mince biasa kasih nasihat kalau ada kebutuhan itu bilang saja, papa sudah bicarakan semua untuk masa depan kita dua jadi jangan diam, Mince juga sangat tahu dan suka dengan keindahan alam dikampungnya Segomne serta kisah hidupnya Segomne dan tetenya yang pernah diceritakan Segomne menginspirasikan dirinya berjanji akan melayani dikampungnya bersama Segomne.
Sedangkan kakeknya Segomne tinggal soerang diri tanpa diperhatikan orang di rumah yang dulu, dan karena usianya sudah semakin tua dan mata mulai tidak bisa melihat jadi suatu waktu dia pasang api dilantai yang dibuat dengan papan dia kira pasang api ditungku api ternyata dilantai dan api menyalar ke papan dan terbakar. Seluruh tubuhnya terbakar si jago merah hanya dibagian yang dia memeluk itu masih utuh, ternyata didalam noken yang dia memeluk itu berisi uang lima puluh ribu dan foto cucunya yang pernah teman-temannya bawa dari kota.
Apa yang dialami kakeknya diceritakan salah satu teman yang baru datang dari kampung, setelah mendengar berita duka dia sangat menyesal. Tapi karena uang yudisium dan wisuda yang dibebankan diluar kemampuannya dan merasa malu kalau selalu bebankan ke keluarga Mince sehingga dia tidak ceritakan semua itu ke Mince, Segomne hanya kasih tahu bahwa beberapa minggu kedepan no handphone saya akan tidak aktif.
Setelah itu dia pergi cari kerja di daerah Yuk di distrik Lereh salah satu distrik yang paling jauh dari kabupaten Jayapura, jauh tapi demi biaya kuliah dia pergi kerja di perusahaan kelapa sawit. Disana pembayarannya dalam satu bulan dua kali bayar istilah mereka gaji kecil dan gaji besar tapi karena angkat buah kelapa sawit yang beratnya 10 sampai 25 kilo gram dan kasih naik diatas truck yang tingginya membutuhkan tenaga.
Tapi Segomne kerja tanpa istrahat yang cukup serta terlambat makan membuat dirinya dan beberapa temannya jatuh sakit. Awalnya segomne merasa ah tidak papa ini demam biasa, tapi mulai muntah darah jadi rujukan kerumah sakit Abe disana diinfus dan pasang oksigen, ternyata dia kena malaria tersiana plus empat komplikasi dengan tropika.
Segomne mulai sesak nafas tidak bisa bicara tapi terpaksa telpon Mince yang waktu itu sedang duduk cerita asik dengan teman”nya di asrama putri, begitu angkat telepon Mince dengar suara Segomne macam trek besar yang tindis dia kah suara tidak jelas tapi ada kata rumah sakit Abe membuat Mince tidak percaya campur bingung Tuhan ee tolong pasti semuanya baik-baik, dalam hatinya rasa lain jadi pinjam motornya teman lalu cepat-cepat ke rumah sakit. Disana mereka pasang oksigen, sialnya lagi jalan macet baru bensin habis lagi jadi Mince harus isi ulang bensin eceran dijalanan baru tiba dirumah sakit.
Mince telepon tapi suster yang jaga Segomne angkat baru kasih arahkan ke ruangan yang segomne berada. Begitu Mince tiba Segomne senyum baru kasih jabat tangan seperti biasanya, mince langsung dalam hatinya Tuhan ee Segomne ko bikin saya jantung putus saja, begitu mince mendekat dia suruh duduk didekatnya baru kasih tangan kanannya minta urut.
Mince duduk disamping dan didalam ruangan itu hanya ada dokter dan beberapa suster saja mereka sudah tahu bahwa Segomne sudah meninggal pada saat mince dalam perjalanan tapi karena orang yang dia cintai itu mendekat jadi buka matanya, mungkin dia harus sampaikan permohonan maaf terakhirnya atas pengorbanan si Mince.
Segomne bisik ke telinga Mince sayang sa minta maaf atas semua janjinya sambil berlinang air mata, itulah kata terakhir.Sungguh sang penakluk gunung -gunung tertinggi itu pergi, pergi untuk selamanya tanpa ditemani sang arsitek hati. Salah satu suster yang mengawasi Segomne selama beberapa hari itu lap-lap air mata dengan tissue. Tuhan ee Mince menangis histeris minta dokter pokoknya kasih bangunkan sekarang juga. Perjalanan sulit yang telah dilewati langkah-demi langkah teriring kata-kata eloknya si Segomne yang menyirami batinya si Mince, kini menusuk bagaikan jarum sampai relung batinnya yang mendalam mengingat dirinya pergi, pergi meninggalkan si Mince untuk selamanya.
Bersambung…
)* Mohon maaf Jika ada kesamaan nama, saran dan kritik akan bermakna bagi penulis