Oleh; Soleman Itlay
Satu istilah yang terkenal di “Wamena” adalah “Lembah Baliem”. Dua kata ini salah diartikulasikan dan tidak cocok kalau itu sebut untuk wilayah ini, dari Heraewa-Waticqcham.
Secara pistemologis terdiri dari dua suku kata, yaitu: “Lembah dan Baliem”. “Lembah merujuk pada hamparan lembah yang berbentuk wayang/kuali.
Wayang ini disematkan pada pegunungan. Pengunungan yang memberikan makna ganda, antara lain; Irimuli/irimuliak, huriakup, watlaku, hezatalek, apisampalek, dan lainnya.
Sedangkan “Baliem” tidak terlepas dari sungai “Palim”. Sungai Palim hanya berlaku dari wilayah Heraewa-Waticqcham.
Tapi bagian hilir sungai disebut lain. Begitu pun di bagian hulu sungai. Setelah gabung dengan beberapa sungai di wilayah Yalimo, dan Yahukimo di sebut lain lagi.
Bahkan hilang ketika dia gabung dengan sungai Mamberamo sampai di lautan Pasifik dan lainnya.
Nasibnya sama dengan Ali Uwe atau lainnya, yang berlaku dari Walesi hingga muara, Yaloapol ketika gabung dengan sungai Palim hingga lautan.
Banyak orang menyebut sungai ini dengan huruf “B” di depan. Padahal yang benar, harus menggunakan huruf “P” di depan. Sehingga dapat disebut “Palim/Paliem”.
Jadi istilah “Lembah Baliem” ini diambil dari dua suku kata dengan latar belakang yang berbeda. Tapi dia tidak tepat apabila masih menggunakan “Lembah Baliem”.
Istilah yang tepat adalah “Lembah Palim/Paliem”. Karena dari pantoisnya tidak lari jauh dari konteks mitos, sejarah, dan geografisnya.