Jayapura, nirmeke.com – Ribuan Rakyat Papua sudah memdesak Pemerintahan Jokowi untuk menghentikan program penjajahan melalui kebijakan DOB dan Otsus di seluruh tanah Papua, namun nyatanya Pemerintah Jokowi, Puan Maharani, Tito Karnavian alergi dengan aspirasi rakyat Papua tetapi terus paksakan Pemekaran demi kepentingan ekonomi di Papua bukan kesejateraan rakyat Papua.
Hal tersebut di sampaikan Ambrosius Mulait, Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pengunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), Kamis, (30/6/2022), tadi.
Mulait menjelaskan, pengesahan Otonomi Khusus (Otsus) jilid 2 dan Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di tanah Papua sebagai bentuk nyata sistem penjajahan di Papua.
“Penjajahan ini dapat dibuktikan dengan 3 hal, pertama Eksploitasi: Eksploitasi sumber daya alam dan manusia terus terjadi, yang mana perusahaan-perusahaan di Papua, berupa perusahaan pertambangan, perkebunan kelapa sawit, perairan dsb. Manusia Papua dijadikan sebagai tenaga kerja dengan upah yang murah meskipun sebelum ada perusahaan tanah atau air adalah sasaran produksi yang menghidupi masyarakat Papua sekian lama,” katanya.
Kedua Ekspansi, ekspansi modal terus terjadi yang mana lahan-lahan yang kosong dijadikan lahan-lahan eksploitasi sumber daya alam dan manusia. Hal ini menyebabkan perluasan kemiskinan, perluasan perampasan tanah, memperbanyak kematian OAP.
“Ketiga Kependudukan; kependudukan dimaknai dengan pendudukan militer dan sipil. Proyek daerah operasi militer menyebabkan genosida, dan proyek transmigrasi menyebabkan persaingan tenaga kerja sehingga menyebabkan terpinggirnya masyarakat Papua, dan konflik horizontal. Kependudukan Indonesia disertai dengan perdagangan miras, togel (sio), yang memperparah kemiskinan masyarakat di tanah Papua,” ujar Mulait.
Mulait menjelaskan, upaya memuluskan kebijakan Konggres Tingkat Tinggi (KTT) Global -20 yang akan dilakukan di Indonesia memiliki hubungan dekat dengan pemekaran. Karena investasi akan semakin deras menuju wilayah-wilayah baru kemudian mehadirkan lebih banyak militer di Papua.
“Selain itu revisi Otsus tidak membahas hal-hal subtansial untuk melindungi hak-hak orang Papua tetapi lebih memberikan leluasa kepada kapitalisme yang dibekingi oligarki untuk mengeruk kekayaan orang Papua, selain memberikan peluang bagi transmigrasi kepada orang luar Papua,” ujarnya.
Karena jumlah penduduk orang Asli Papua hanya 2, 1 juta orang, kenapa Jokowi tidak memekarkan Jawa Barat yang jumlah penduduknya padat, atau wilayah lain yang inginkan pemekaran, kenapa harus Papua ada apa?
“Dibalik kebijakan Otsus yang rasis sedang gentor-gentornya untuk pemekaran di Papua. Jika pemekara dipaksakan di Papua maka Jokowi mewarisi orde lama untuk pendudukan Papua, melalui kebijakan Otsus dan DOB sebab orang Papua sudah menuju genosida karena dibunuh oleh pemerintah Indonesia melalui operasi militer sejak 1961-1969. 50. Ribu orang Papua mati.
“Kami juga mengutuk keras Yan Mandenas dan Komarudin Wautubun yang hendak memaksakan pemekaran di Papua dimana mereka yang harus berpihak pada rakyat Papua justru menentang aspirasi rakyat Papua untuk kepentingan kekuasaannya mereka, padahal mereka ini dipilih oeh rakyat Papua tetapi telah dihinati melalui revisi Otsus,” beber Mulait.
Mulait menegaskna satu kebijakan yang tidak dilegitimasi oleh rakyat Papua, secara politik akan lemah karena 21 impelementasi Otsus gagal sehingga Jokowi revisi secara buru-buru demi mengamankan investasi melalui DOB di Papua. (*)