Oleh; Ambrosius Mulait
Puncak Penentang orang Papua terhadap ucapan rasisme pada Agustus 2019 di Surabaya bagian dari pada awal rentetan peristiwa yang terendam sejak 56 tahun, Rakyat Papua mengalami stereotipe atau Papua fobia, dimana harkat dan martabatnya tidak pernah dihargai oleh elit-elit intelektual di Indonesia.
Penentang yang dilakukan oleh rakyat Papua Barat menjamurnya rasialisme dan Papua fobia terhadap orang Papua dan kulit hitam sesungguhnya bukan hal baru di Indonesia. Tindakan itu sudah dilakukan sejak pascaintegrasi politik Indonesia 1960-an kemudian 1980-an sampai hari ini dan terus berlangsung.
Sedangkan rasisme terhadap orang West Papua diperaktekan oleh Sukarno melalui Pidato Tirikora 1961 di Jogya mengsabotase kemerdekaan Papua, bahwa sukarna yang dulu anti klonialisme, Imprialisme menunjukan wataknya menjadi imperialisme baru di west Papua, menujukan sikap superior bahwa orang Papua belum berbuat sesuatu.
Sikap superior Sukarno telah di transfer pada anaknya yang mana ibu megawati maka wajar saja dalam pidatonya menujukan sikap rasisalisme Papua fobia. Warna kulit orang papua disamakan dengan kopi susu, dan state memang trada korelasi karena ibu mega tidak paham apa negara, ras, rasisme, sehingga setiap orang papua yang minioritas agar lebih nasionalis demi NKRI harus dipadukan seperti kopi susu karena selama ini bu mega sadar bahwa kulit hitam menjadi masalah di NKRI.
Rasisme terhadap Orang Papua itu lebih dominan dilakukan oleh Intulektual Indonesia dan kader Partai PDIP, ujaran kebencian orang Papua semua tercatat dibenaknya sejak 1961-2022.
Apa saja kebijakan Rasis jaman PDIP berkuasa. Pertama. Operasi Militer pasca aneksasi 1961-1977 jamanya presiden Sukarno orang Papua banyak yang dibunuh, sekitar 20.000 lebih.
Kedua Jamanya ibu Mega Wati jadi Presiden Nasionalisme orang Papua di kebiri dengan Kebijakan otsus isinya rasis, secara politik gagal karena MRP dibentuk 3 tahun setelah otsus disahkan & Pemekaran Papua barat di paksakan tanpa melalui aspirasi rakyat Papua melalui MRP/DPR papua.
Ketiga Presiden Jokowi yang diusung oleh Partai PDIP, periode pertama janji selesaikan HAM, tapi hanya tinggal kosong tipu orang Papua,justru pendekatan milisteristik di Papua.
Keempat Jaman Jokowi & PDIP Rasialisme Papua Fobia terjadi 17 Agustus 2019 dengan Ungkapan Monyet terhadap Mahasiswa papua di surabaya, protes besar terjadi di west Papua, maupun di Indonesia, walupun orang Papua yang korban rasis ditangkap dan dipenjarahkan.
Kelima Tahanan Politik Papua dominan, mereka ditahan dalam Perlawanan memperjuangkan Harkat & Martabat orang Papua ditahan, dipenjarakan dengan dituduhan Pasal Makar ( 106) dan semua menjalani proses,hukum dan dibebaskan, kecuali Victor Yeimo dan 7 orang Lainnya, masih diadili oleh polda Papua melalui pengcaranya jaksa di Jayapura Papua.
Keenam Jamanya Jokowi PDIP merevisi isi uu Otsus isinya rasis, tanpa melibatkan rakyat Papua, yang mana isi otsus yg dihasilkan penuh rasis karena tidak ada subtansi yang membahas tentang perlindungi hak-hak rakyat Papua, tetapi otsus dijadikan sentralistik demi kepentinga SDA Orang Papua. setelah kebiri isi uu otsus demi kepentingan pemekaran DOB kini anaknya ibu mega, Puan Sebagai ketua DPRI ketuk Palu Soal pemekaran di Papua yang mana ribuan rakyat Papua menentang kebijakan pendudukan indonesia melalui otsus & DOB, Tapi jokowi dan DPRI trus paksakan Pemekaran di Papua.
Ketujuh Politis PDIP Ruhut Sitompul rasis terhadap budaya Papua melalui foto editan dengan Muka Gubernur DKI anis baswedan, sudah dilaporkan tapi trada perkembangan Kasusnya, tenggelam.
Kedelapan Menko Polhukam) Mahfud MD Menyebut Data Tapol Papua Sampah. Dokumen Tersebut Berisi 57 tahanan politik dan 243 warga Papua yang tewas diduga akibat operasi militer sejak 2018. Sebanyak 57 orang Tahanan Politik Papua dalam hubungan dengan perlawanan rasisme sepanjang Agustus-October 2019 tersebar dibeberapa daerah sebagai berikut: 6 orang di Jakarta, 4 orang di Manokwari, 1 orang di Jayapura, 7 orang di Balikpapan, 1 orang di Timika, 23 orang di Fakfak dan 15 orang di Sorong. Ungkapan Mahfud MD tersebut menyakita hati Orang Papua dengan ungkapan data sampah. mahfud adalah mentri aktiv saat ini jaman kekuasaan partai PDIP.
Rasisme terhadap orang Papua terus dilakukan oleh petinggi intektual Indonesia.
Rasialisme tidak terjadi begitu saja. Ia lahir dari sejarah buruk yang harus diselesaikan bersama. Sejarah buruk itu terwujud dalam gagasan dan presepsi negatif terhadap sebuah golongan yang sampai sekarang masih dipelihara dan sengaja disuburkan untuk kepentingan politik yang menjijikkan.
Secara peraktek dalam era modern rakyat Papua yang minoritas mengalami genoside, dan rasis secara sistematis dengan pola yang berbeda, hal tersebut menggambarkan dimana ada Kolonialisme disitulah muncul ungkapan kata-kata rasis, terus muncul terhadap rakyat Papua barat.
Ibu mengawati sukarno Putri sebagai Manta Presiden dan ketua umum partai PDIP segera Minta Maaf Kepada Rakyat Papua karena ungkapan dan kebijakan partainya PDIP yang Rasis membuat orang Papua korban, menuju Genoside.
*Sekjen Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se Indonesia (AMPTPI) dan juga Mantan Tapol Papua