Oleh: Maiton Gurik
DALAM kamus KBBI kata ‘bangsat’ diartikan sebagai orang yang bertabiat jahat, gembel miskin, suka mencuri dan orang yang tidak tahu diri. Dari arti kata bangsat diatas, apakah Indonesia bagian dari bangsa yang bangsat? Berikut beberapa bukti kelakuan dan kejahatan bangsa Indonesia yang bertabiat jahat, suka mencuri dan tidak tahu diri.
Kekerasan Indonesia Secara Non-Verbal
Pada 5 November 2003 lalu, Yustinus Murib bersama delapan orang ditembak mati oleh aparat keamanan dikampung Yeleka, Kabupaten Jayawijaya”. (sumber: Tebing Terjal Perdamaian Di Tanah Papua:Yoman.hal.96). Dalam buku yang sama, “Pendeta Elisa Tabuni tewas di bunuh pada 16 Agustus 2004 di Tingginambut, Puncak Jaya.”(hal:97). Kemudian, pada 6 Februari 2008 saya datang ke Puncak Jaya terkait dengan laporan yang saya terima bahwa seorang warga sipil bernama Omanggen Wonda ditembak oleh anggota Batalyon 756 yang bertugas di Tingginambut”.(hal.98).
Tragedi kemanusiaan dan terbunuhnya para pemimpin Papua seakan tidak pernah berhenti. Pada 16 Desember 2009, Jenderal Kelly Kwalik dieksekusi oleh Detasemen Khusus 88, satuan khusus anti teror Kepolisian RI di Timika”.(Yoman:2009:99). Dilanjut dengan; ‘Kematian Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Musa Mako Tabuni adalah peristiwa yang kembali mengkoyak-koyak rasa kemanusiaan orang Papua.
Mako Tabuni tewas ditembak dalam operasi penyerangan pada 14 Juni 2012 di Waena, Jayapura”. (hal.102). Dalam buku, Socrates Yoman; Melawan Rasisme Dan Stigma Di Tanah Papua’, juga menyebutkan; “… penembakan empat siswa di Paniai, 8 Desember 2014..”.(hal:133). Kemudian dalam buku yang sama; “Kejahatan kemanusian baru saja terjadi pada 19 Desember 2018, TNI menembak mati Pendeta Geyimin Nigiri (83) tokoh Gereja dan Perintis Gereja Kemah Injil di Kabupaten Nduga”.(hal:166).
Dalam buku; surat-Surat Gembala, Forum Kerja Oikumenes Gereja – Gereja Papua: Beny Giay (editor):hal:35); dituliskan; “Penyiksaan dan pembunuhan Yawan Wayeni pada 13 Agustus 2009 oleh Kapolres Serui AKBP Imam Setiawan”. Kemudian, Pada 15 Februari 2013, Dago Ronald Gobay (laki-laki/30) ditangkap di Depapre , Kabupaten Jayapura oleh polisi dan dalam proses interogasi disiksa diruangan kerja Intelkam Polres Jayapura”.(hal:34). Dibuku yang sama, “Hari Jumat, 13 Juli 2018, Elibas Karunggu, warga sipil ditangkap jam 14.30 ol h TNI, yang kemudian bawahnya dia Kodim 1702 dan interogasi disertai teror; membacakan nama yang mereka (TNI) curian sebagai OPM dan memaksanya mengaku merasa sebagai OPM, kemudian TNI POLRI berkeliling dari rumah ke rumah untuk tangkap orang-orang tersebut yang disebutkan oleh Elibas”.(hal:127-128). Lalu, “17 Juli 2018, Satulus Nggwijangge, PNS mantan kepala distrik, Mugi, ditangkap TNI dan dibawah ke Kodim untuk diinterogasi, kemudian dibebaskan”.(2018:hal.128).
Dibuku yang dirilis LBH Papua; ‘Pendokumentasian Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Berat Tahun 2020: Emanuel Gobay & Jhonny T. Wakum:hal.52); menyebutkan “dugaan pelanggaran HAM berat terhadap lima orang masyarakat sipil Papua pada masa operasi militer di Nduga, berikut identitas kelima korban masyarakat sipil, 1).Yulince Bugi(25) perempuan, 2).Yuliana Doronggi (35) perempuan, 3). Masem Kusumburue (26) perempuan, 4). Tolop Bugi (13) perencanaan, 5). Hardius Bugi (15) laki-laki”.(hal.57). Didalam buku yang sama; “Dua orang masyarakat sipil korban penembakan oknum anggota TNI di Timika sebagai berikut, 1). Ronny Wandik (21) laki-laki, 2). Eden Armandi Bebari (19) laki-laki (hal.76). Dihalaman lain juga disebutkan, Elias Karunggu (40) dan Seru Karunggu (20), korban pelanggaran HAM berat dan oknum anggota TNI”(hal.98). Dilanjutkan dengan, penembakan terhadap rohaniawan Katolik, Rufinus Tigau (meninggal) (hal.115). Kemudian, penembakan terhadap 5 masyarakat sipil di Kabupaten Puncak, 1). Atanius Murid (17) meninggal, 2). Amanus alias Maluk Murib (17) hidup, 3). Aki Alom (35) meninggal, 4). Wapenus Tabuni (13) meninggal 5). Warius Murid (17) meninggal”.(hal.129).
Lebih lengkap baca dibuku yang sama pada halaman, 8-9. Kasus dugaan pelanggaran HAM tahun 2020; 1. Kabupaten Nduga,– Pengungsi; 37.000 orang– Pelanggaran hak hidup atas nama: 1). Yulince Bugi (2019), 2). Yulianus Doronggi (2019), 3). Masen Kusumburue (2019), 4). Tolop Bugi (2019), 5). Hardius Bugi (2019), 6). Elias Karunggu (2020) dan 7).Seru Karunggu (2020). 2. Kabupaten Intan Jaya– Pengungsi: 1.237 orang– Luka Tembak: 1). Agustinus Duwitau (2020)– Pelanggaran hak hidup atas nama: 1). Pdt.Yeremia Zanambani (2020), dan 2). Rufinus Tigau (2020). 3. Kabupaten Mimika– Pengungsi: 1.582 orang– Pelanggaran hak hidup: 1). Ronny Wandik (2020) dan 2). Eden Armandi Bebari (2020). 4. Kabupaten Puncak Jaya– Luka Tembak: Amanus alias Maluk Murib (2020)– Pelanggaran hak hidup atas nama: 1). Atanius Murid (2020), 2). Aki Alom (2020), 3). Wapenus Tabuni (2020), dan 4). Warius Murid (2020).
Kekerasan Negara Secara Verbal
Mitos-mitos kolonial Indonesia yang paling halus yang dialamatkan kepada orang asli Papua, yaitu: belum bisa, belum mampu, terbelakang, terbodoh, dan tertinggal. Sedangkan, mitos-mitos yang paling kasar, yaitu orang asli Papua sebagai gerakan pengacau keamanan (GPK), gerakan pengacau liar (GPL), anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), Gerakan Separatis, pembuat Makar, dan kelompok pemberontak. Mitos terbaru yang diciptakan TNI-POLRI adalah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)”. (sumber: Jejak Kekerasan Negara Dan Militerisme Di Tanah Papua: Yoman.hal.67). Belum lagi, dengan kekerasan verbal seperti, penguasa Indonesia bilang orang Papua sebagai monyet, tikus dan sampah.
Yang terbaru dan ter-update, “Cemas Ada Konflik Bersenjata di Maybrat, Ratusan Penduduk Bertahan Mengungsi di Hutan”.(sumber:sindonews.com/14 Sep.2021). Papua: Kekerasan bersenjata ‘meluas’ ke Kabupaten Puncak, Polri-TNI dan OPM diminta ‘hentikan baku tembak’.(sumber:bbcnewsindonesia:16 April 2021). Rakyat Papua: Sekolah dan Klinik Diambil Tentara, Kami Mengungsi ke Hutan. (sumber: suara.com; 11 Mei 2021). PAHAM dan KontraS Papua sebut sepanjang 2020 terjadi 63 kasus kekerasan. (sumber: jubi/1 April 2021). Nestapa Nduga Selama 2019: 37.000 Orang Mengungsi, 241 Orang Tewas. (sumber:tirto.id/30/12/2021). Kasus Penembakan terhadap Ferianus Asso, Jokowi Didesak Segera Tarik Pasukan dari Papua. (sumber: suara.com/24/8/2021).
Kekerasan Dibungkus Dengan Kebohongan
Tiga Tipu Daya Atas Perjanjian New York Agreement, 15 Agustus 1962. Pertama; Perjanjian ini untuk menghakiri pertengkaran antara pemerintah Belanda dengan Indonesia tentang status politik dan masa depan rakyat dan bangsa Papua Barat. Tujuan kedua dari New York Agreement untuk kepentingan membendung perkembangan komunisme di kawasan Asia Pasifik. Tujuan ketiga pada perjanjian New York adalah kepentingan Amerika Serikat untuk menguasai Emas di Papua. (sumber bacaan: Jejak Kekerasan Negara Dan Militerisme Di Tanah Papua. Yoman.hal.30-32).
Kekerasan serupa, ‘status politik West Papua dalam wilayah Indonesia melalui proses Pepera 1969 yang tidak jelas. Rakyat dan bangsa West Papua menggugat hasil pepera 1969 yang tidak demokratis dan melawan hukum internasional. Pelanggaran berat HAM yang merupakan kekejaman dan kejahatan negara selama 54 tahun. Kekejaman ini bagian yang tak terpisahkan dari usaha sistematis dan terstruktur pemusnahan etnis bangsa West Papua. Tersingkirnya Penduduk Asli West Papua dari tanah leluhur dan pusaka dalam segala aspek. Rakyat dan bangsa West Papua telah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah Indonesia. (sumber: artikel. Socratez Yoman. Wamena/11/09/2017).
Presiden Joko Widodo; meminta Kepolisian RI agar segera menyelesaikan kasus penembakan di Kabupaten Paniai, pada 8 Desember lalu, hingga tuntas. Lanjut, Jokowi; “Saya ikut berempati terhadap keluarga korban kekerasan. Hal itu disampaikan Presiden di depan masyarakat Papua saat ibadah Natal nasional di Stadion Mandala, Jayapura. “Saya ingin kasus ini diselesaikan secepat-cepatnya, agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang. Kita ingin, sekali lagi, tanah Papua sebagai tanah yang damai. (sumber: bbc.com/28 Desember 2014). Dari janji Presiden Jokowi diatas, faktanya Jokowi mengirim militer dengan jumlah besar untuk operasi dan lakukan kekerasan terhadap rakyat Papua.
Lebih ironis lagi Aparat Intelijen, TNI, dan Polri menjadikan kaum pendatang sebagai mitra, informen bahkan pasukan milisia. Secara sengaja atau tidak aparat menggiring pendatang orang sipil tidak berdosa yang sedang mengadu nasib di tanah Papua sebagai kelompok milisia. (sumber:rmol.id:Natalius Pigai.30 September 2019). Yang terbaru, ‘jika ingin tahu peristiwa di intan Jaya “TNI menyamar sebagai pilot sipil”. Peristiwa Kiwirok “tenaga kesehatan pegang pistol”.(sumber:watshap:Natalius Pigai/18 September 2021).
Indonesia Datang Ke Papua Tanpa Diundang
Dikampung Puay (Jayapura), penulis diskusi dengan salah satu mantan satgas Papua Merdeka (JI), yang juga salah satu anak buahnya tokoh Papua Merdeka, Theys Eluay (alm). Beliau cukup cakap dan vokal bicara tentang Papua Merdeka. Banyak hal yang kami diskusikan termasuk cerita tentang pembunuhan tokoh populer, Theys Eluay (alm). Penulis baru tahu otak pembunuh tokoh Theys Eluay (alm) dan tokoh Musa Mako Tabuni (alm). Sebagai anak Papua, mendengar cerita-cerita begini telinga panas dan otak miring tapi itulah realita bangsa yang bangsat ini memperlakukan orang Papua. Penulis akan ingat dalam hati dan pikiran tentang orang yang membunuh kedua tokoh milik rakyat Papua ini.
Penulis juga tahu nama dan muka pelaku namun penulis tidak bisa sampaikan nama dalam tulisan ini. Semakin lama kami diskusi, otak juga semakin panas. Sudah tahukan, diskusi sesama orang Papua. Emosi dan otakpun panas apalagi diskusi soal Papua Merdeka. Dengan situasi panas itu, ada satu pertanyaan menarik yang datang dari mantan satgas satu ini. Ini pertanyaannya; ‘Yang suruh indonesia datang ke papua siapa?
Mendengar pertanyaan itu, dalam hati penulis ‘ia juga yang suruh Indonesia datang ke Papua siapa? Jawabannya; ‘Tidak ada yang suruh datang dan tidak ada orang papua yang undang tapi indonesia yang datang sendiri’. Sudah sangat jelas kan, Indonesia itu datang sendiri tanpa diundang, sudah begitu memaksakan orang Papua harus menjadi orang Indonesia. Datang juga sebagai tamu lalu bikin diri tuan rumah. Lebih biadab lagi, sudah pendatang lalu mengambil sumber daya alam dan membunuh pemiliknya sesuka hati, sungguh tidak tahu diri dan tidak punya hati kemanusiaan. Karena itu, bangsa Indonesia adalah bangsa yang bangsat, sebab sudah bertabiat jahat, perampok, pembunuh dan tidak tahu diri. Semoga!
Fornumbay,18 September 2021.
Penulis:
– CEO & FOUNDER; Lembaga Riset Ekonomi Politik (LEMPAR) Papua.
– Alumnas: Magister Ilmu Politik Konsentrasi Politik Indonesia Pada Universitas Nasional Jakarta, 2018.
– Peserta, Sosialisasi Hak Konstitusi Warga Negara’, Cisarua 2017.
– Peserta, Pendidikan dan Pelatihan Legislative Drafting Training Basic Level, yang diselenggarakan oleh Jimly School of Law and Government (JSLG) Jakarta 2017.