Jayapura, nirmeke.com – Mahasiswa Jayawijaya yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Jayawijaya (HMPJ) kota studi Jayapura menanyakan ke pihak Pemda Jayawiajaya terkait pemilihan 40 kepala distrik dan 328 kepala kampung secara demokrasi, kapan akan di lakukan sebab batas waktu yang di tentukan sudah molor (mundur).
Albert Kalolik, ketua HMPJ kota studi Jayapura, menegaskan rencana Pemda Jayawijaya (bupati) untuk melakukan pergantian dan pemilihan 328 kepala kampung yang di janjikan tersebut kapan akan di laksanakan?
“Masalah pergantian kepala kampung ini belum di respon baik oleh bupati, ini dampaknya akan terus meluas yang terjadi di tengah masyarakat karena tidak ada pembangunan yang di lakukan oleh pihak kepala kampung, yang ada tidak ada pembangunan yang berpihak kepada masyarakat dan pengunaan anggaran tidak jelas selama ini,” tuturnya.
Albert menjelaskan, permasalahan ini sama halnya di alami di kampung Yoki distrik Asologaima dimana masyarakat mengeluh karena penyalagunaan dana desa oleh kepala kampung Yoki.
“Kami harap Pemda (bupati) segera atasi masalah ini cepat dengan melakukan pergantian kepala kampung. Kami harap kepala kampung yang di lantik yang memiliki ijazah dan mengerti tentang pemerintahan bukan melantik kepala kampung karena kepala suku atau karena punya jasa karena jabatan balas budi politik,” tegas Albert.
Kata Albert, hampir sebagian besar kepala kampung di Jayawijaya yang di lantik suka-suka oleh pemerintah justru mereka tidak tahu mengunakan dana desa sesuai program kerja dan kebutuhan masyarakat.
“Hampir sebagian besar para kepala kampung di Jayawijaya bermasalah dan ini yang terus di keluhkan oleh masyarakat tapi Pemda (bupati) selama ini tutup mata saja sehingga mahasiswa dan masyarakat Jayawijaya desak segera lantik 328 kepala kampung secara demokrasi sesuai pilihan masyarakat bukan kepentingan politik,” tegasnya.
Mewakili Mahasiswa juga, Albert menegaskan agar Pemda (bupati) segera melakukan pemilihan dan pelantikan para kepala kampung di tiap distrik dalam bulan ini dengan syarat mereka (kepala kampung) yang di lantik punya ijazah SMP, SMA dan sarjana (gelar) agar ada pemahaman untuk memajukan kampung. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Pasal 58, Pegawai negeri sipil yang diangkat sebagai penjabat kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 ayat (3) paling sedikit harus memahami bidang kepemimpinan dan teknis pemerintahan.
“Kepala suku tidak punya hak untuk mencalonkan diri sebagai kepala suku, ini tugas pemerintahan sehingga cukup kepala suku jaga masyarakat dan wilayahnya. Selama proses pemilihan dan pelantikan salah, maka proses pembangunan dan kemajuan di setiap kampung tidak berjalan sesuai harapan masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya, Agus Siep, Intelektual Jayawijaya meminta Pemerintah Jayawijaya, Jhon Ricard Banua dan Jhon Jogobi selaku Bupati dan wakil bupati, segera mendengar aspirasi masyarakat kampung Loki guna untuk ada pergantian kepala kampung yang baru secepatnya.
“Apa bila belum ada pergantian kepala kampung maka, sangat dikuatirkan akan menimbulkan permasalahan baru lagi,” katanya.
Lanjut Siep, penyalahgunaan dana desa ini bukan di kampung Loki saja tetapi diduga hampir semua kampung yang terjadi di penyelewengan dana desa dampaknya pembangunan infrasktruktur kampung tidak nampak selama ini.
“Tidak ada istilah PLT atau kepala kampung sementara, istillah PLT cukup di lingkup pemerintahan saja, jangan ada istilah PLT lagi di pemerintahan kampung,” tegasnya.
Siep menambahkan, di setiap desa, tidak perlu lagi ada penunjukan karena kepentingan politik tetapi, setiap desa tentukan kepala kampungnya harus melalu pemilihan (demokrasi) supaya kami bangun Wamena ini sama-sama. (*)
Editor: Aguz Pabika