Jayapura, nirmeke.com – Wacana penempatan Markas Komando Besar (Makorem) di distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya di tolak oleh seluruh elemen masyarakat yang ada di Kurulu melalui hasil kesepakatan bersama pada pertemuan bersama yang di gelar pada Minggu (19/9/2021), di Wamena.
Simion Boy Dabi, ketua Tim penolakan Makorem, melalui sambungan telepon selulernya, Selasa, (21/9/2021), mengatakan permintaan penempatan Makorem di lakukan sepihak tanpa melibatkan pemilik hak wilayat maupun hak kuasa atas lokasi tersebut.
“Penempatan ini direncanakan sepihak oleh oknum kepala distrik Kurulu, mendatangi Dandim bersama beberapa orang tua, dia tangkap dan bawah turun ke Wamena dan bertemu Dandim dan minta pembangunan Korem di distrik Kurulu pada tanggal 23 Agustus 2021,” katanya.
Dengan adanya wacana pembangunan Makorem, keluarga dan pemilik hak wilayat melakukan pertemuan besar lalu membentuk tim untuk lakukan penolakan terhadap rencana pembangunan ini.
“Hari ini kami sudah bertemu kepala distrik untuk lakukan pertemuan terbuka pada hari Sabtu 24 September 2021 mendatang, untuk hadirkan semua pihak komponen masyarakat agar bisa sama-sama mendengarkan dan memutuskan apa penting perlu adanya pembangunan Makorem di Kurulu atau tidak,” tuturnya.
Ketua Tim juga meminta kepada pihak pro dan kontra untuk membuat kajian (pandangan) masing-masing terkait dampak positif dan negatif atas kehadiran Makorem ini agar semua masyarakat dapat mengetahui hal tersebut dan bisa putuskan terima Makorem atau tidak.
“Alasan penolakan kami pertama, di distrik Kurulu sudah memiliki pos keamanan TNI dan Polri diantaranya Pos Koramil, Pos TNI dan Juga Polsek Kurulu sehingga tidak perlu lagi Makorem. Kedua, Kurulu bukan wilayah zona merah (bukan wilayah konflik), “tegasnya.
Alasan ketiga, Lanjutnya, lokasi pembangunan merupakan tanah adat dan tanah sakral (usama/magama), bukan lagi keramat tapi tanah sakral yang tidak bisa di alifungsikan oleh siapapun.
“Semua suku punya hak atas tanah adat ini, tidak hanya suku Logo-Mabel, Dabi-Mabel tapi semua suku yang ada di Lapago punya hak yang sama atas tempat ini sehingga kita tidak bisa asal mendukung atas pembangunan Makorem ini,” tegasnya.
Dirinya juga menegaskan, seketika penempatan Makorem ini tidak ada keuntungan bagi masyarakat setempat, yang ada pasti ketakutan masyarakat (trauma) atas tindakan aparat keamanan yang kemungkinan dampaknya masyarakat takut, penyisiran, pembantaian, penangkapan sewenang-wenang dan perampasan barang milik masyarakat.
Sementara itu Levi Logo, sekretaris tim menambahkan, penolakan Makorem di Kurulu didukung dan dilakukan oleh semua pihak dan sikap yang di ambil tim tidak melatarbelakangi atau diboncengi oleh siapapun, murni persoalan Kurulu dan alam Kurulu.
“Penolakan Makorem ini juga di dukung oleh dua pihak, orang-orang tua yang pendukung Okikha dan mereka yang menolak Okikha. Tujuannya sama yaitu tolak Makorem sesuai kesepakatan bersama,” tambahnya.
Dirinya juga menjelaskan, jangan sampai persoalan Makorem ini dapat membenturkan masyarakat yang pro dan kontra atas Okikha, kesepakan ini murni dari kedua bela pihak demi tempat sakral mereka dan masih trauma dengan kehadiran aparat di wilayah tersebut. (*)