Jayapura, nirmeke.com – Himpunan Mahasiswa Papua ( HIMAPA ) Kalimantan Barat mengelar aksi demo damai mendesak Polda Papua segera bebaskan tuan Victor Yeimo dari rutan Mako Brimob Polda Papua.
Benus Murib ketua HIMAPA kota studi Kalimantan Barat menjelaskan Viktor Yeimo, di masukan dalam daftar Pencarian Orang (DPO) dengan daftar pencarian orang Nomor: DPO/22/IX/RES.1.24/2019/Ditreskrimum bertanggal 9 September 2019, dengan dalil Victor Yeimo adalah salah satu dalang atas kerusuhan yang terjadi di Seluruh tanah Papua setelah terjadinya Rasisme yang menimpa Mahasiswa Papua di Surabaya pada saat itu.
“Walaupun secara kronologinya dan faktanya, Victor Yeimo pada saat itu statusnya hanyalah masa aksi dan orator demi mengusut dan tuntaskan rasisme yang dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya. Sehingga pada tanggal 9 Mei 2021 pukul 19.15 WIT Victor Yeimo ditangkap di Tanah Hitam, Distrik Abepura, Kota Jayapura oleh pihak Satgas Nemangkawi,” ujarnya.
Ia menjelaskan unjuk rasa bebas-besaran di Papua timbul akibat ujaran rasisme yang di lontarkan oleh pihak Ormas dan aparat gabungan negara berseragam terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada tanggal 16 Agustus tahun 2019.
“Imbas dari ujaran Rasisme tersebut seluruh tanah Papua terjadi aksi besar-besaran sebagai unjuk Rasa atas ujaran Rasisme di Surabaya tersebut, seperti Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Jayapura, Biak, dan beberapa tempat lainnya. Aksi yang terjadi di Jayapura digerakkan oleh Mahasiswa dan seluruh elemen Masyarakat Papua,” ujarnya.
Sehingga mahasiswa Papua menganggap penangkapan dan pemidanaan, lewat pasal-pasal makar yang represif (seperti Pasal 106 dan 110 dari KUHP), terhadap aktivis KNPB (Komite Nasional Papua Barat) merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi yang dilindungi dalam konstitusi nasional, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM serta Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia.
Sementara itu Pesmin Yikwa, mengatakan pemerintah Indonesia memiliki kewajiban Hak Asasi Manusia (HAM) untuk bisa membedakan ancaman kekerasan dari kelompok pro-kemerdekaan bersenjata, yang bisa direspon dengan pemidanaan, dengan ekspresi politik damai yang dilindungi oleh norma dan standar hukum HAM internasional yang telah diakui oleh Indonesia sendiri.
“Kami menganggap pemidanaan terhadap Victor Yeimo dilandaskan pada motivasi politik pemerintah yang terus gagal menyelesaikan akar masalah konflik di Papua, seperti salah satunya menuntaskan praktik rasisme terhadap rakyat Papua baik yang dilakukan oleh aparat negara maupun warga lain yang intoleran. Menyalahkan Victor Yeimo dan kawan- kawan aktivis politik Papua lainnya atas beberapa aksi kerusuhan dan kekerasan di kota-kota Papua pasca insiden-insiden rasisme Agustus 2019 di Jawa tidak hanya keliru, tetapi juga kontra produktif untuk meredam ketegangan politik di Tanah Papua,” tegasnya.
Mahasiswa dan Rakyat Papua menyerukan pembebasan Victor Yeimo segera dan tanpa syarat. Sambil menunggu pembebasan tanpa syarat tersebut, mahasiswa mendesak Kepolisian Daerah Papua untuk memberikan hak pelayanan kesehatan yang dilindungi oleh hak-hak narapidana Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1995 hak-hak narapidana; mendapatkan pengobatan, hak atas pelayanan kesehatan dan pangan yang layak.
“Kami menganggap perlakuan aparat Polda Papua terhadap Victor Yeimo tidak dengan perlindungan HAM, hak mendapatkan pelayanan kesehatan dan lain sebagainya seperti yang terjadi pada 27 Agustus 2021. (Supplied for Suara Papua) bahwa aparat dan jaksa menginginkan agar Victor F Yeimo harus pulang dan tidak dirawat di Rumah Sakit, yang merupakan pelanggaran HAM hak-hak narapidana,” ujarnya.
Mahasiswa dan rakyat Papua juga mendesak Polda Papua supaya segera klarifikasi dan berikan pertanggung jawaban terhadap pihak yang melakukan penyalagunaan kewenangan, kemudian menimbulkan terjadinya kesewenang-wenangan dalam hal ini, Satgas Nemangkawi pada saat melaksanakan penangkapan dan penyidikan terhadap terdakwa Tuan Victor F. Yeimo. Karena Satgas Nemangkawi bukanlah pihak berwenang yang bisa melaksanakan penangkapan dan penyelidikan terhadap aktivis atau pelaku sebagaimana yang dimaksud dengan UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana.(*)
Admin