Jayapura, nirmeke.com – Menyikapi situasi dan dampak buruk yang terus terjadi, juga memperingati 54 tahun PT. Freeport melakukan eksploitasinya di tanah Papua, dan menolak Otonomi Khsuus (Otsus) Papua Jilid 2, maka pelajar dan mahasiswa Papua di kota Bandung yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua melakukan unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kantor Gubernur Jawa Barat.
Melalui tanda tangan Kontrak Karya I tahun 1967, 54 tahun sudah PT. Freeport mengeksploitasi kekayaan tambang di Tanah Papua. PT. Freeport Indonesia merupakan sumber pendapatan terbesar bagi Indonesia, tetapi dibalik keuntungan besar yang diperoleh Indonesia dari PT. Freeport, ada begitu banyak dampak buruk yang merusak dan membunuh alam dan rakyat Papua.
Hal tersebut dikatakan Papuano Aimando, mahasiswa Papua di Bandung melalui pers release yang di terima suarapapua.com. Kamis, (8/4/2021).
Dia mengatakan, sejak kehadiran PT. Freeport masyarakat menjadi terpuruk, dimarjinalkan, terutama rakyat Papua yang berdiam di sekitar sana. Rakyat Papua terus memperjuangkan hak demokratis untuk penentuan nasib sendiri dan menuntut agar PT. Freeport ditutup.
“Masyarakat adat, lebih khususnya masyarakat Amungme terus dibantai dengan moncong senjata. Pengungsian terjadi dalam beberapa tahun ini, terutama masyarakat yang berdiam di sekitar area PT. Freeport atau di Nemangkawi Amungsa, dan wilayah Papua pada umumnya,” tegasnya,
Lanjutnya, hasil dampak buruk terhadap dua suku terbesar di Mimika merupakan kekerasan yang sampai saat ini masih belum diselesaikan secara bermartabat; Freeport Mcmoran sendiri pernah menyumbangkan militer untuk melakukan kekerasan-kekerasan terhadap masyarakat setempat dan menghadirkan perang suku atas hak ulayat wilayah adat.
Selain itu, kata mahasiswa asal Biak ini bahwa pencemaran yang dihasilkan PT. Freeport dengan membuang limbah Tailing di lingkungan, mengakibatkan ekosistem biota di air maupun darat mengalami pencemaran yang buruk dan juga menyebabkan berbagai penyakit yang diderita masyarakat, Freeport juga melakukan illegal logging yang berlebihan dan hampir sebagian urusan tidak pernah melibatkan masyarakat untuk melakukan perjanjian-perjanjian tetapi dengan seenaknya Freeport Mcmoran melakukan secara sepihak.
Pakos Kossay dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menambakan massa aksi yang berjumlah sekitar 30an orang dalam unjuk rasanya memberikan beberapa seruan dan sikap pernyataan, diantaranya sebagai pelajar dan mahasiswa Papua representasi suara rakyat, mereka menyerukan agar pemerintah RI dan PBB memberikan hak menentukan nasib sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua, menolak Otonomi Khusus Jilid 2, menuntaskan dan mengadili pelaku pelanggaran ham di Papua, menghentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan di seluruh Tanah Papua dan juga mentup PT. Freeport Indonesia sebagai dalang dan akar masalah politik Papua hingga kini.
“Aksi berlangsung sekitar 2 jam lebih, setelah membaca pernyataan sikap, maka aksi mengakhiri unjuk rasa dan melakukan long march kembali ke Asrama Kamasan,” katanya. (*)
Editor : Aguz Pabika