Jayapura, nirmeke.com – Pemerintah pusat jangan paksakan rakyat di tanah Papua untuk melanjutkan undang – undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus ( Otsus ) jilid II tetapi berpikir cerdas, jernih dan bijaksana untuk penyelesaian persoalan masalah di tanah Papua.
Hal tersebut ditegaskan Sepi Wanimbo, ketua Pemuda Baptis Papua melalui pernyataan pers yang dikirim kepada suarapapua.com pada Rabu, (8/7/2020), Jayapura, Papua.’
Kata Sepi, karena hadirnya Otsus di tanah orang Papua sudah jelas dengan tujuan memperbaiki pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat Papua namun yang ada hanya penderitaan bagi rakyat.
“Kita lihat dalam UU Otsus nomor 21 tahun 2001 memuat pasal – pasal yang menjadi jaminan dan harapan bagi rakyat Papua. Janji dan kesepakatan yang tertuang dalam amanah undang – undang Negara Republik Indonesia tentang perlindungan, pengakuan hak – hak dasar orang asli Papua, pemberdayaan dan keberpihakan telah gagal total dan itu sungguh – sungguh melahirkan kekecewaan dan kegelisahan yang mendalam bagi penduduk Orang Asli Papua (OAP),” ungkapnya.
Ia menegaskan, dalam era Otsus banyak OAP yang terbunuh di tangan aparat keamanan negara TNI-Polri dan pelakunya belum pernah di proses hukum untuk mendapat keadilan bagi keluarga korban. Padahal Negara Republik Indonesia menganut nilai – nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, tetapi nilai – nilai keadilan, kejujuran, kebenaran yang ada dalam itu tidak pernah ungkapkan dan tidak pernah tegakan secara jujur.
“Sehingga rakyat di tanah Papua, sudah tidak percaya kepada Pemerintah Indonesia dalam kebijakannya, sebab orang Papua selama ini salah di mata hukum meski benar. Kita liat realita hari ini Rasisme dan Ketidakadilan bertumbuh dan berurat akar dalam era Otonomi Khusus terbukti peristiwa Rasisme yang terjadi pada tanggal, 15 – 17 Agustus 2019 di Semarang, Malang dan Yogyakarta yang dilakukan oleh organisasi massa radikal seperti; Pront Pembela Islam ( FPI ), Pemuda Pancasila (PP), anggota TNI dan Forum KomunikasihPutra – Putri Purnawirawan TNI (FKPP),” tuturnya.
Sepi Wanimbo menambahkan, akar persoalan masalah di tanah Papua sudah sangat jelas bukan dari sekarang ini saja tetapi sejak tahun 1965, kekerasan Negara dan pelanggaran HAM berat sampai hari ini belum ada penyelesaian, Sejarah dan status politik, Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat Papua, Diskriminalisasi dan marjinalisasi orang penduduk asli Papua.
“Saya pikir Pemerintah Republik Indonesia luar biasa karena sudah punya pengalaman yang baik penyelesaian konflik di Aceh melalui dialog duduk satu meja berundingan dengan GAM di Aceh dan Indonesia pada akhirnya konflik berakhir. Dengan pengalaman tersebut kami minta Dialog sebagai jalan satu – satunya yang terbaik atau solusi yang tepat untuk menghadirkan perdamaian di tanah Papua sesuai harapan dan Doa,” katanya.
Lebih lanjut, Mantan wakil Presiden Yusuf Kalla berperan secara aktif mendukung dialog dengan GAM yang dimediasi Internasional. Oleh karena itu kami menuntut bahwa Pemerintah Republik Indonesia silahkan berdialog dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan ada dua mekanisme perpanjangan dana otonomi khusus Papua yang akan berakhir tahun depan. Namun utamanya, menurut Tito adalah memasukkan dulu aturan tersebut dalam Prolegnas.
“Kami sudah mengajukan ke komisi II untuk dimasukkan ke prolegnas 2020. Jadi Seperti apa (dana Otsus di 2021) nanti kita pakai mekanisme bottom up dan top down,” kata Mendagri Tito saat ditemui di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (5/2).
Menurut Tito, mekanisme bottom up adalah dengan mendengar aspirasi warga Papua seperti apa usulan untuk mempercepat pembangunan wilayahnya. Kemudian untuk top down, adalah dengan pemerintah mengutamakan aspirasi yang ditampung selama dalam kerangka NKRI.
“Apapun idenya untuk pembangunan Papua kita pasti tampung,” yakin Tito.
Sumber: Suara Papua