Jayapura, nirmeke.com – Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Pemberian kewenangan tersebut dilakukan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua dapat memenuhi rasa keadilan, mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Asli Papua.
Iche Morip, Aktivis Perempuan Papua mengatakan Otonomi Khusus adalah adalah Win Win Solution bagi Bangsa West Papua ketika Orang Papua memiliki keinginan yang kuat untuk memisahkan diri dari NKRI. Lahirnya undang-undang Otonomi Khusus tahun 2001 bagi Provinsi Papua memberikan kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus wilayah tersebut.
“Semua kewenangan itu tidak dilaksanakan dengan baik, ada intervensi-intervensi Pemerintah Pusat, jelas dan terang Otsus lahir melalui proses perjuangan yang panjang, ada penderitaan cucuran darah pengorbanan yang tidak dapat dihitung ribuan nyawa telah hilang dibunuh oleh penguasa Indonesia sehingga jika Otsus berakhir maka kembalikan kepada Rakyat Papua, Rakyat Papua mau apa?,” tuturnya.
Indonesia adalah Negara Hukum yang menganut sistem demokrasi maka bentuk dari penghormatan kepada negara mestinya pemerintah memberikan ruang demokrasi seluas-luasnya tanpa tekanan militer Indonesia di tanah Papua.
Bila pemerintah pusat dan para elit politik Papua terus mendorong dan memutuskan melanjutkan Otsus berarti pemerintah Pusat tidak dengan sungguh-sungguh memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi Papua. Faktanya Esensi dari Otonomi Khusus itu tidak dikawal dan dilaksanakan dengan baik dan jujur sehingga ada krisis kepercayaan kepada pemerintah pusat.
“Saya pikir semua orang Papua dan pejabat Papua tahu itu. Pemerintah pusat tahu kesalahannya dimana, karena orang Papua di birokrasi maupun akar rumput telah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah pusat. Pemerintah Pusat sebaiknya dengar apa yang di inginkan keinginan orang Papua saat ini bukan pemerintah pusat paksakan keinginannya untuk melanjutkan Otsus,” kata Iche.
Lanjutnya, kalau mau melanjutkan Otsus apanya yang mau di perbaiki? Otsus itu sudah cacat dan tidak bermanfaat karena buktinya Rakyat Papua masih berjuang untuk Papua Merdeka. Otsus ada tetapi teriakan orang Papua untuk Referendum dimana-mana lalu logikanya bagaimana Otsus mau diperpanjang oleh Jakarta.
“Rakyat Papua sudah menyatakan bahwa Otsus tidak memberikan manfaat untuk orang Papua dan orang Papua minta Otsus di kembalikan lalu Merdeka. Karena, Indonesia dan orang Papua tahu Otonomi Khusus tidak menyelesaikan masalah justru sebaliknya. Maka Berikan ruang seluas-luasnya agar rakyat Papua menentukan Nasibnya sendiri melalui Referendum,” tuturnya.
Bila Pemerintah Pusat dan para elit Papua terus memaksa untuk melanjutkan Otsus plus du Papua tanpa melibatkan orang Papua berarti Pemerintah pusat egois, pemerintah harus dengar apa keinginan orang Papua. Otsus itu ada di tanah Papua, Papua bukan pulau kosong. Ada tuan rumah artinya Tanah Papua ini milik orang Papua, masa tamu menginginkan kehendaknya kepada orang Papua, sudah cukup Indonesia menghancurkan dan menginjak-injak martabat dan harga diri kita orang Papua.
Mewakili Perempuan Papua yang ada di tanah Papua dengan tegas mengatakan Otsus telah cacat dan gagal. Otsus tidak menjamin keselamatan orang Papua. Kita masih berjuang melawan ketidakadilan di Tanah Papua, Perjuangan kita adalah perjuangan damai untuk Menentukan Nasib Sendiri melalui mekanisme Referendum.
“Perjuangan kami bangsa Papua melalui ULMWP yang telah didukung dan di endors oleh Negara Vanuatu juga mendapat dukungan MSG 4 Negara dan 2 Non Pemerintah, PIF 18 Negara dan ACP 79 Negara, sehingga apapun keputusan ULMWP itu adalah keputusan politik Bangsa Papua,” tuturnya.
Ada Proses dalam perjuangan bangsa Papua bagi bagi aktivis perempuan Papua Otsus berakhir, teriakan Papua Merdeka tidak akan berakhir.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya oleh sebab itu Generasi mudah milenial di era milenial ini memanfaatkan kecerdasan yang anda miliki untuk berjuang sekuat tenaga untuk tanah airmu West Papua supaya martabat dan harga dirimu tidak di injak-injak oleh bangsa Indonesia yang berwatak setan ini.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta Komisi II DPR RI mengutamakan pembahasan RUU tentang Otonomi Khusus Papua. Sebab, RUU tersebut hanya berlaku selama 20 tahun, sehingga akan berakhir pada tahun 2021. “Nah ini (RUU tentang Otsus Papua) urgen karena perlu diselesaikan tahun ini, karena tahun depan 2021 UU ini berakhir,” kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Tito mengatakan, ada dua alternatif dalam membahas RUU Otonomi Khusus (Otsus). Pertama, melakukan keberlanjutan dana otonomi khusus dua persen dari dana alokasi umum. Kedua, melanjutkan hasil pembahasan RUU pada 2014 bahwa dana otonomi khusus terus dilanjutkan guna mempercepat pembangunan di Papua.
“Singkatnya, yang dilanjutkan dananya, otsus-nya terus dilakukan. Sedikit dipercantik termasuk aspirasi dari Papua,” ujar Tito Karnavian.
“Prinispnya, kami ingin melakukan percepatan pembangunan di Papua, afirmative action. Sehingga isu dan masalah diskriminasi atau lainnya yang bisa merusak keutuhan NKRI bisa terjaga,” lanjut dia.
Permohonan Tito Karnavian tersebut kemudian dijawab Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa. Politikus Partai Nasional Demokrat itu mengatakan, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus Papua sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) prioritas tahun 2020. RUU tersebut pun akan disahkan dalam rapat paripurna.
“Untuk RUU Otsus Papua sudah masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2020,” kata Saan.
Sumber: Suara Papua