Wamena, nirmeke.com – Akatif Hisage selaku aktivis Kaki Abu mengatakan Rencana pembangunan Mako Brimob ini sudah direncanakan sejak masa kepemimpinan Jhon Wempi Wetipo dan Jhon Ricard Banua 10 tahun lalu, namun terhambat akibat dari penolakan oleh Forum Masyarakat Jayawijaya se Pegunungan Tengah Papua (FMJ-PTP) dan Beberapa anggota fraksi di DPRD Jayawijaya saat sidang Paripurna kelima masa sidang II tahun2015 tentang pembahasan pembangunan Mako Brimob yang di gelar di gedung DPRD Jayawijaya selasa 4 Agustus 2015.
Adapun Fraksi yang menolak dengan tegas adalah fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Reformasi, Fraksi Pilamo yang berkoalisi dari beberapa partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membuat fraksi sendiri. Dan adapun beberapa fraksi yang Abstain yang artinya tidak menolak dan tidak menerima adanya pembagunan Mako Brimob tersebut alias abu-abu. Maka dengan otomatis Mako Brimob tidak dapat dibangun di Wamena.
Anggota DPRD Jayawijaya periode lalu memang benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat, sebab mereka mampu mengolah aspirasi penolakkan Mako Brimob dari masyarakat tersebut dan patut diapresiasi oleh kita semua yang merasa trauma dengan kehadiran anggota Brimob apalagi Mako Brimob.
Dan wacana pembangunan Mako Brimob tersebut dimunculkan kembali pada www.ceposonline.com/2020/01/22 seiring berakhirnya masa bakti anggota DPRD Jayawijaya pada tanggal 23 Januari 2020 lalu yang tidak lain, mereka adalah yang mayoritas menolak pembangunan Mako Brimob di Wamena dan mereka ini tidak mendapat kursi lagi di DPRD Jayawijaya, maka diduga kuat mereka disingkirkan dengan sistematis oleh pihak-pihak yang berseberangan pendapat terkait pembangunan Mako Brimob ini.
Maka saya berharap anggota DPRD periode ini juga harus melihat dan mendengarkan sikologis yang dirasahkan Orang Asli Papua dan lebih khusus di wilayah Pegunungan Tengah Papua, orang Papua menganggap kehadiran Brimob itu sudah identik dengan kekerasan walaupun itu tindakan oknum namun di benak masyarakat awam itu semua sama, maka Mako Brimob untuk saat ini tidak perlu ada di Wamena.
Dan juga ini adalah bagian dari ujian buat anggota DPRD Jayawijaya periode ini, apakah mereka akan mendengarkan aspirasi masyarakat atau tidak dan disinilah salah satu tolak ukur kwalitas anggota DPRD Jayawijaya yang terhormat ini.
Dan kasus kerusuhan Wamena pada 23 September 2019 lalu itu juga saya menduga, bahwa itu bagian dari Manajemen Konflik yang sengaja diciptakan secara sistematis oleh kelompok tertentu yang menghendaki adanya Mako Brimob di Wamena, sebab aktor utama yang menyebabkan Kerusuhan di Wamena belum tersentuh Hukum yaitu awal mula kejadian di SMA PGRI Wamena itu, anak-anak SMA yang ada diruang itu bukan anak kecil jadi salah dengar ucapan Ibu Gurunya tersebut.
Jadi disinilah bentuk keterbukaan dari aparat penegak hukum untuk memberikan rasa keadilan kepada pihak korban. (*)
Reporter : Layzha
Editor : Apwakha