Jayapura, nirmeke.com – Usulan perpanjang dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua terus didorong oleh para pejabat Papua, meskipun usulan tersebut tidak seutuhnya datang dari rakyat Papua.
Karena rakyat Papua yang bisa memutuskan, bahwa kehadiran Otsus di tanah Papua memberikan kesejahteraan terhadap rakyat Papua atau tidak, bukan diputuskan oleh para elit politik Papua dan Jakarta.
Hal tersebut dikatakan Yan Akobiarek, salah satu aktivitas kemanusiaan yang melakukan pelayanan di kampung Brukmahkot, Korowai. Minggu, (16/2/2020).
Ia menegaskan, kehadiran Otsus di Papua tidak mensejahterakan masyarakat asli Papua yang berada di pelosok pedalaman Papua. Terutama di daerah pegunungan Papua.
“Contohnya di Korowai, tidak ada akses kesehatan yang baik, pendidikan yang minim tidak pernah dijangkau oleh pemerintah padahal dana Otsus gunanya untuk mensejahterakan masyarakat Papua yang belum merasakan pembangunan,” kata Yan.
Orang Papua sebenarnya tidak bergantung dengan Otsus, karena nyatanya tanpa Otsus orang Papua bisa hidup sebelum kehadiran Otsus sejak tahun 2001 silam.
“Otsus bukan datang untuk mensejahterakan rakyat Papua tapi mensejahterakn para elit Papua dan Jakarta,” katanya.
Sementara itu Anias Lengka, ketua Solidaritas Anti Miras dan Narkoba (SAMN) kota Jayapura mengatakan uang Otsus Papua banyak digunakan untuk membeli Miras dan digunakan untuk kepentingan kelompok, golongan tertentu.
“Dan sedikit dana untuk digunakan pembangunan infrastruktur, SDM orang asli Papua di tanah Papua, terutama di daerah pedalaman,” katanya.
Ia juga menegaskan, orang Papua juga memiliki mental penjajah, yang tidak sadar sudah diaplikasikan terhadap sesama orang Papua. Dan itu namanya Papua bunuh Papua, yang terjadi saat ini.
Pemerintah pusat saja tidak peduli dengan nasib orang Papua, dengan banyak persoalan yang terjadi di tanah Papua tapi orang Papua (elit Papua) terlalu murah untuk terlalu mendengar orang Jakarta.
“Bila Otsus Papua habis, kembalikan ke akar rumput rakyat Papua “diperpanjang atau tidak” dana Otsusnya, jangan diputuskan oleh para elit politik Papua dan Jakarta,” tegas Lengka. (*)